Sunday, December 2, 2012

Perjalanan ke Siem Reap Kamboja DAY 1 tanggal 17 Nopember 2012



 

Perjalanan ke Siem Reap Kamboja DAY 1 tanggal 17 Nopember 2012
 
Pesawatku, Airbus A330-300 mendarat mulus di bandara Siem Reap International Kamboja sekitar pukul 19:35 waktu setempat yang mana tak ada perbedaan waktu dengan Jakarta.

 
Aku perhatikan dari jendela pesawat, daratan Kamboja sangat datar yang mayoritas terdiri dari persawahan hijau dan ada beberapa waduk buatan sepertinya untuk tujuan irigasi serta sebuah danau asli terbentang memanjang. Danau Tonle Sap yang konon merupakan danau terbesar di Asia.

 
Luas wilayah kerajaan Kamboja hanya 181.035 km persegi berbatasan dengan Thailand di sebelah Utara Barat Laut, Laos pada Utara Timur Laut dan Vietnam pada sebelah Timur serta sebagian wilayah Barat Daya langsung berbatas Teluk Vietnam.

 
Ibukota Kamboja adalah Phnom Penh yang dijuluki the Pearl of Asia merupakan kota terbesar di Kamboja.

 
Sementara, Siem Reap (baca Sim Rip yang artinya "mengalahkan negeri Thailand atau Siam) merupakan sebuah kota mungil dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa dari seluruh populasi 14 juta jiwa negeri Kamboja, merupakan kota pusat turis atau kota wisata.

 
Turisme merupakan unggulan ekonomi Kamboja dimana penduduknya 95% adalah bertani atau agraris.

 
Salah satu ikon terkenal di Siem Reap adalah candi atau pagoda Angkor Wat yang merupakan komplek candi Hindu terbesar di dunia setara dengan Borobudur di Indonesia.

 
Seorang pemuda yang mengaku bernama Shela mantan guru Bahasa Inggris di Siem Reap mengantarkan kami ke hotel menyusuri jalanan yang tertata rapi, lurus-lurus dan lengang sambil bercerita mengenai sejarah negeri Kamboja dan terbentuknya kota Siem Reap.

 
Di jalan raya menuju kota terlihat hotel-hotel mewah dan besar mirip suasana di Bali yang menandai kota Siem Reap sebagai kota tujuan wisata. Mayoritas hotel-hotel tsb bukan jaringan hotel kenamaan dunia namun dapat dipastikan cukup mewah setara bintang 5 yang dikelola oleh manajemen hotel profesional. Beberapa hotel dan resort wisata rata-rata dikelola oleh warga asing, diantaranya Singapura, Jepang, Korea Selatan, Australia dan konon salah satu hotel termahal justru dikelola (dimiliki) oleh warga Indonesia yakni hotel Amansara yang konon bertarip USD 1.200 per malam!

 
Logat bicara warga Kamboja terdengar mirip bahasa Thailand atau Vietnam, namun mereka mengatakan bahwa bahasa utama mereka adalah bahasa Khmer yang sama sekali berbeda dengan bahasa Thailand atau Vietnam.

 
Mata Uang yang dipergunakan namanya Riel dimana 1 KHR setara dengan IDR 2.400.

 
Kota Siem Reap memang sedang giat-giatnya menyambut turis manca negara.


Rasa lelah, kantuk dan lapar mengiriku memasuki sebuah hotel di pusat kota Siem Reap dan aku ingin segera menjelajahi negeri ini esok hari.

 
Siem Reap, 17 Nopember 2012
Salam,
NV

 

Perjalanan ke Siem Reap Kamboja DAY 2 tgl 18 Nopember 2012



Perjalanan ke Siem Reap Kamboja DAY 2 tgl 18 Nopember 2012
 
Pagi ini aku terbangun dari tidur yang sangat lelap. Tak dinyana hari sudah menunjukkan pukul 8 lewat 15 menit bersamaan dering Calling Time.

 
Dalam terang matahari aku perhatikan tanah di daerah ini berwarna merah batu bata dan lebih seperti pasir dari pada tanah liat sehingga mudah berterbangan mengakibatkan debu di jalanan.

 
Aku masih bertanya-tanya dalam hati mengapa jalanan di kota Siem Reap Kamboja cenderung lurus-lurus dan terkotak-kotak seperti jalanan di Amerika. Barangkali pula karena daratan yang cenderung datar atau memang berkat arsitektur tata-kota yang terencana baik sebagai hasil dari negeri yang tergolong muda setelah merdeka dari kungkungan penjajahan.

 
Keistimewaan kota Siem Reap adalah banyaknya pagoda atau candi sehingga dikenal pula sebagai Kota Seribu Candi.

 
Bus yang kami tumpangi singgah di sebuah tempat yang disebut Check Point atau lebih tepatnya adalah tempat pembelian Tiket Masuk area candi. Loket Tiket Masuk tsb sangat unik dimana setiap pengunjung diharuskan antri satu-persatu untuk dipotret ibarat pas foto dalam Paspor dan foto tsb kemudian dicetak menjadi satu bagian dari Tiket Masuk.

 
Pengunjung dapat membeli One Pass Ticket dengan membayar USD 20 (khusus turis asing) yang mana tiket tersebut berlaku untuk memasuki seluruh area candi yang tersebar di seantero kota Siem Reap. Tiket Masuk tsb tidak dijual di masing-masing area komplek candi. Pengunjung yang kedapatan tak memiliki tiket dapat dikenakan denda sebesar USD 100 dan tetap harus membeli tiket masuk di Check Point.

 
Berdasarkan fakta ini saja sudah dapat dihitung pendapatan kota Siem Reap dari turisme, USD 20 per kepala hanya untuk mengunjungi candi-candi yang menurut data, rata-rata areal situs candi Angkor dikunjungi 1 juta turis lokal dan manca negara setahun.

 
Luas kawasan situs candi Angkor sekitar 1.000 km persegi merupakan kota pra industri terbesar di dunia dimana berserakan candi-candi yang termahsyur yang dahulu kala dijadikan Ibu Kota Kamboja.

 
Kawasan situs candi Angkor sangat asri, rindang dan tertata rapi yang tampaknya dibebaskan dari berbagai jenis hunian. Kawasan candi selalu diberi tanda Larangan Merokok suatu hal yang patur dicontoh dalam melindungi cagar budaya.

 
Setiap kompleks candi dalam area Angkor selalu dikelilingi danau buatan yang sengaja dibuat untuk membentengi "kota" dari serangan musuh.

 
Tujuan pertama kunjungan kami adalah Candi Ta Prohm yang merupakan salah candi Budha di kompleks situs candi Angkor (Angkor sendiri bermakna Ibu Kota yakni asal usul Ibu Kota Kamboja yakni Siem Reap yang belakangan dipindahkan ke Phnom Penh).

 
Candi Ta Prohm merupakan salah satu candi di area situs Angkor Thom yang merupakan situs Budha (candi Budha biasanya ditandai dengan 4 wajah pada gapura depan). Candi ini dibangun pada jaman Jayavarman VII (Jaya artinya Menang dan Varma artinya Proteksi atau Perlindungan).

 
Sangat disayangkan sebagian besar candi Ta Prohm ini banyak yang rusak atau hilang konon dijarah para penjajah dahulu kala, khususnya Perancis.

 
Area candi Ta Prohm luasnya sekitar 650.000 meter persegi yang terdiri dari beberapa bangunan candi mendatar.

 
Candi Ta Prohm dibangun dengan banyak sekali lorong-lorong simetris seperti jaring laba-laba sehingga mudah membuat pengunjung tersesat di dalamnya.

 
Keunikan lain, Candi Ta Prohm sudah menjadi satu kesatuan dengan pepohonan besar dan hutan alam yang menyelimuti area candi. Banyak akar-akar besar dari pohon kuno yang meliliti bangunan candi sehingga menjadikan candi Ta Prohm tampil sangat eksotis menjadi pusat buruan para Photographer.

 
Selain itu, ukiran relief di Candi Ta Prohm sangat hidup dan naturalis sehingga dipergunakan sebagai pusat pengambilan film oleh Angelina Jolie pemeran Lara Croft dalam film laga terkenal the Tomb Raider.

 
Kami meninggalkan Candi Ta Prohm menuju Angkor Wat yang letaknya justru lebih dekat ke arah kota Siem Reap.

 
Cuaca di Siem Reap sebagaimana daerah tropis lainnya, panas dan hujan silih berganti dengan kelembaban yang relatif tinggi.

 
Angkor Wat sebenarnya lebih bagus dikunjungi siang hari setelah matahari mulai bergeser ke arah Barat dengan begitu, gambar foto yang kita ambil dapat menyinari bangunan Angkor Wat lebih baik karena obyek bangunan atau pengunjung dapat menghadap sinar matahari. Kebalikannya mengunjungi Ankor Wat pada pagi hari akan mempersulit pengambilan foto karena melawan sinar matahari yang datang dari belakang bangunan Angkor Wat.

 
Tapi mengunjungi Angkor Wat dibawah teriknya matahari siang hari juga membuat perjalanan kita semakin melelahkan karena Angkor Wat berada di area yang terbuka tanpa pepohonan.

 
Angkor Wat dibangun selama 30 tahun pada abad ke 12 oleh Raja Suryavarman II dengan menara utama setinggi 65 meter yang didalamnya bertingkat 3.

 
Jalan masuk ke Angkor Wat merupakan jembatan sepanjang 600 meter seolah dikelilingi laut (danau buatan) yang disebut Baray. Jembatan penyeberangan ini diibaratkan sebagai jembatan pelangi yang menghubungkan alam dunia dengan alam surgawi para dewa-dewi.

 
Danau yang mengelilingi Angkor Wat lebih kurang panjangnya 4 kilometer kali lebar 2 kilometer dengan bentangan air sekitar 300 meter dan di dalamnya konon dihuni para buaya.

 
Angkor Wat awalnya merupakan candi Hindu yang kemudian dialih-fungsikan sebagai candi Budha pada abad ke 13.

 
Sebenarnya bangunan fisik Angkor Wat terdiri dari 4 menara dan 1 menara utama ditengahnya dengan ukuran keseluruhan tak lebih besar dari Borobudur, namun kompleks situs Angkor Wat sangat luas melebihi areal Borobudur sehingga pada tahun 1992 dimasukkan dalam situs warisan dunia UNESCO.

 
Angkor Wat masih terlihat utuh sebagaimana masa kejayaan bangsa Khmer dan telah beberapa kali mengalami renovasi besar.

 
Umumnya turis manca negara datang ke Kamboja untuk melihat dari dekat Angkor Wat di Siem Reap yang bahkan diabadikan dalam bendera negara Kamboja.

 
Kamboja sendiri sebenarnya merupakan sebuah negeri kerajaan yang penuh pergoncangan. Secara silih berganti kalah perang dengan Thailand dan Vietnam serta pernah dijadikan koloni Perancis yang kemudian meraih kemerdekaan th 1953. Namun perang saudara terus berlanjut hingga th 1975 sampai akhirnya memasuki perdamaian th 1989 yang kemudian dipimpin oleh Raja Norodom Sihanouk. Sepeninggalnya raja Norodom Sihanouk, negeri Kamboja dipimpin oleh Raja Norodom Sihamoni dengan pemerintahan dibawah Perdana Menteri Hun Sen dalam bentuk pemerintahan Monarki Konstitusional Demokratik.

 
Meskipun Kamboja masih dalam tahap modernisasi, namun masyarakat Kamboja selalu bangga mengatakan "kami adalah bangsa yang kaya akan budaya dengan sejarah peninggalan yang masih terpelihara secara baik"

 
Siem Reap, 18 Nopember 2012
Salam,
NV

 

Perjalanan ke Siem Reap Kamboja DAY 3 tgl 19 Nop 2012



Perjalanan ke Siem Reap Kamboja DAY 3 tgl 19 Nop 2012

Pagi ini cuaca mendung sehingga hawa bertambah panas dan lembab.

Sekitar pukul 10 pagi kami meninggalkan kota Siem Reap menempuh jarak lebih kurang 20 kilometer menuju ke tempat pembuatan kain sutera.

Sekali lagi aku dibuat heran, kami menyusuri jalanan panjang lebih dari 16 kilometer dan sangat lurus tak ada belokan sama sekali, entah seberapa jauh ujungnya?

Angkor Silk Farm merupakan tempat produksi, pelatihan dan toko kain sutera seluas 8 hektar dimana 5 hektar berupa perkebunan Mulberry yang daunnya dipergunakan sebagai makanan utama ulat sutera.


Ulat sutera sebagai produsen kepompong sutera tidak dibiarkan hidup berkeliaran di perkebunan namun ditempatkan dalam rumah produksi untuk menghindari kerusakan dan gangguan alam maupun penyakit.

Setiap hari secara berkala, daun-daun Mulberry dipetik untuk diberikan sebagai makanan pokok ulat sutera yang sudah ditempatkan dalam wadah-wadah besar serupa "tampah".

Tepat 20 hari, ulat sutera akan menggemukkan dirinya memakan daun-daun Mulberry untuk selanjutnya berdiam diri dan membentuk kepompong.

Sekitar 10 hari kepompong terbentuk semakin lengkap, tebal dan membesar.

Selanjutnya 80% kepompong-kepompong tsb direbus untuk mematikan ulat di dalamnya agar ulat tak terburu keluar sebagai kupu-kupu yang dapat merusak kualitas kepompong sutera.


Sekitar 20% kepompong-kepompong sisanya akan dibiarkan hidup sebagai kupu-kupu demi menjaga kelangsungan produksi ulat sutera panen berikutnya.

Kupu-kupu tsb akan kawin dan jantannya mati dalam 12 jam setelah perkawinan, sementara induk betinanya akan bertelur dalam jumlah banyak menghasilkan telur dan ulat setelah 4 hari kemudian.

Secara total siklus dari kupu-kupu, menghasilkan telur, ulat, kepompong dan menjadi kupu serta bertelur menghasilkan ulat serta memerlukan waktu sekitar 47 hari.

80% kepompong sutera itu kemudian diproses sedemikian rupa, setelah kepompong direbus dan direndam dalam air lalu benangnya mulai dipintal. Ada 2 bagian benang kepompong sutera, bagian luar lebih berbentuk seperti kapas tak beraturan dipintal dijadikan benang sutera sebagai kualitas kasar "Raw Silk" sedangkan kepompong bagian dalam lebih menyerupai kapsul, kemudian dipintal menjadi bahan dasar benang sutera yang halus untuk memproduksi jenis "Fine Silk".

Setahuku kepompong ulat suter selalu berwarna putih, namun di Angkor Silk Farm, aku menyaksikan semua kepompong berwarna kuning terang warna kuning telor, konon karena jenis ulat yang berbeda.

Tukang pintal benang sutera sudah sangat terlatih, mereka dapat melihat juluran benang sutera yang ditarik dari kepompong meskipun secara kasat mata terlalu kecil lembut untuk dilihat. Benang sutera meskipun sangat tipis dan lembut namun memiliki kekuatan yang baik. Secara berurutan benang-benang tsb dipintal dijadikan satu gulungan besar untuk kemudian diwarnai sesuai kebutuhan.

Setelah proses pemintalan dan pewarnaan, maka gulungan benang sutera ditenun secara manual berdasarkan pola yang telah didesain secara khusus, ada desain tradisional dan ada pula desain modern kontemporer.

Proses tenun benang sutera tak kalah menarik, agar motifnya baik dan rapi maka tukang tenun selalu menghitung dalam hati, jumlah keluar dan masuknya benang serta secara teratur memindahkan urutan benang yang dipintal agar mendapatkan pola yang sesuai keinginan.

Untuk memproduksi 1 (satu) scarf (selendang) wanita diperlukan waktu 4 hari kerja menenun benang sutera untuk menjadi sebuah scarf yang berkualitas tinggi.

Para pekerja di Angkor Silk Farm menerima pendidikan dasar mengolah sutera selama 6 bulan.

Para penenun menerima gaji sekitar USD 150 per bulan yang merupakan gaji paling besar diantara pekerja perkebunan sutera pada umumnya. Mereka bekerja dalam dua giliran, pk 7 sd 11 dan pukul 13 sd 17 dengan masa jeda 2 jam untuk makan siang dan serah-terima pekerjaan dengan penggantinya.

Hasil produksi sutera, baik Raw Silk maupun Fine Silk dijual dalam berbagai produk sebagai sapu tangan, selendang, perlengkapan meja makan, taplak, perlengkapan tempat tidur, baju, tas, dan bahan yang dibuat meteran maupun dijual sebagai lembar kain per potong untuk pakaian pria dan wanita.

Ada gabungan antara rumitnya proses pengerjaan sejak dari ulat, kepompong, pemintalan, menenun, pola desain, serta kualitas kain sutera sehingga berharga lumayan mahal jika dibanding kain katun biasa.

Dalam showroom Angkor Silk juga dibedakan harga barang produksi Trainee dan pekerja yang sudah mahir. Meskipun secara kasat mata kita sendiri agak susah membedakan mana hasil kerja para Trainee dan pekerja profesional. Beda harga antara keduanya dapat berkisar 40% sd 50%.

Sekitar waktu makan siang kami meninggalkan Angkor Silk Farm dan kembali ke kota menuju Pyongyang Restaurant untuk makan siang.

Mendengar namanya saja sudah aneh, restaurant Korea tapi diberi nama Pyongyang (Ibu Kota Korea Utara).

Kami datang dan makanan sudah disediakan lengkap di atas meja yang jenisnya serupa benar dengan masakan Korea Selatan.

Sesaat setelah makan, lampu-lampu panggung dinyalakan dan dimulailah hiburan khas Korea. Ada pertunjukan nyanyi, koor, instrumen dengan akordion, kecapi Korea, Tambur Korea, tap dance, dan macam-macam lagi.

Keunikan sebenarnya adalah semua artis yang naik panggung tsb sebenarnya mereka merangkap pekerjaan sebagai waiters, penyaji makanan, kasir dan tukang masak yang secara khusus didatangkan dari Korea Utara atas undangan pemerintah Kamboja.

Secara tak langsung, Pyongyang Restaurant di Siem Reap sepertinya dibuat khusus untuk "mendamaikan" pertikaian panjang Korea Selatan dan Korea Utara di Siem Reap karena mayoritas pengunjung resto ini adalah warga Korea.

Aku menyempatkan diri berbincang dengan Tour Guide kami yang bernama Sann Seila (pria muda asli Siem Reap).

Di Kamboja, khususnya di kota Siem Reap banyak sekali kita jumpai kaum muda mengenakan seragam dengan baju coklat muda lengan panjang dan celana biru tua. Mereka itu adalah Tour Guide yang resmi.

Para Tour Guide tsb berlisensi khusus dari Pemerintah dan hanya mereka yang mengenakan seragam serta membawa lisensi sebagai tanda pengenal yang diijinkan menjadi Tour Guide di Kamboja.

Salah satu persyaratan menjadi Tour Guide di Kamboja yakni kemampuan berbahasa asing minimal 1 bahasa asing dan harus lulus ujian sejarah serta tempat-tempat tujuan wisata di Kamboja.

Sann Seila, Tour Guide kami menguasai bahasa Inggris dan Sepanyol secara baik dan mulai belajar bahasa Indonesia sejak bersama kami pada beberapa hari terakhir.

Ia adalah anak petani yang kemudian menjadi guru bahasa Inggris di sekolah setingkat SMP yang beralih profesi sebagai Tour Guide resmi.

Aku tak tahu secara pasti, tapi sepertinya Tour Guide di Bali atau Jogyakarta atau mungkin di seluruh Indonesia tak pernah melalui standarisasi secara nasional sehingga "semua" orang sepertinya dapat bertindak sebagai tour guide.

Ketika aku tanya "apakah pengunjung diperbolehkan mengunjungi areal candi-candi tanpa tour guide?"

Ia menjawab singkat "tak ada larangan namun sulit membayangkan para turis akan memahami sejarah budaya Kamboja tanpa kehadiran Tour Guide di sisi mereka".

Banyaknya Tour Guide resmi dan bus-bus wisatawan yang berseliweran serta tebaran hotel-hotel mewah di Siem Reap menunjukkan kota ini sangat siap menerima turisme yang mayoritas menggerakkan roda ekonomi Kamboja.

Aku melamun dan membayangkan mengapa Indonesia yang sedemikian kaya obyek wisata dan budaya sepertinya kalah jauh dibandingkan Kamboja dalam mengelola turisme?

Selepas makan siang, kami mengarah ke Old Market yang dikenal sebagai Psar Chas yang terletak di Jalan Pokombor Avenue berseberangan dengan Art Center Market yang dipisahkan sebuah sungai Siem Reap.

Old Market sebenarnya sekumpulan kios-kios yang menjajakan barang-barang khas Kamboja.

Salah satu buruan para pendatang adalah batu mulia; Ruby, Blue Saphire, Topaz, Opal, dsb. Secara khusus aku juga sedang berburu kain tenun ikat khas Kamboja.

Tak sulit berbelanja di Old Market, khususnya bagi orang Indonesia. Apapun yang dijual di Old Market wajib ditawar serendah mungkin dan biasanya akan berhasil sepakat dengan harga maksimal 1/3 dari harga penawaran!

Jadi tak usah heran jika aku menemukan scarf wanita dengan motif yang indah dan 100% sutera yang sangat lembut dengan harga USD 2 per lembar atau kain tenun khas Kamboja seukuran "sarimbit" berbahan sutera halus dengan harga tak lebih dari USD 18!

Apalagi mata uang US Dollar menjadi uang transaksi sehar-hari sehingga mempermudah orang asing berbelanja apapun di Siem Reap.

Siem Reap, 19 Nopember 2012
Salam,
NV


 

Perjalanan ke Islamabad Pakistan 21-22 Nopember 2012


Perjalanan ke Islamabad Pakistan 21-22 Nopember 2012


Pesawat Airbus 330-300 mendarat sangat mulus di bandara Benazir Bhuto Islamabad Pakistan setelah menempuh penerbangan selama 5 jam 15 menit dari Phnom Penh Kamboja.

Keberangkatan kami agak terlalu pagi sehingga selama penerbangan banyak yang terlelap tidur pulas.

Pemandangan dari udara, kota-kota di Pakistan terlihat tandus, berwarna pasir kecoklatan dengan bangunan rumah berbentuk kotak-kotak serupa bangunan khas Timur Tengah. Sebagian jalanan dibiarkan tanah berpasir.

Islamabad dengan suhu relatif sejuk menyambut kedatangan kami.

Pakistan itu sebuah negara Republik Islam Federal berpenduduk lumayan besar sekitar 188 juta jiwa dimana 97% pemeluk Muslim (77% Sunni dan 20% Shiah). Luas wilayah sekitar 804 Kilometer persegi yang berbatasan dengan Cina di sebelah Utara, India di bagian Timur Tenggara, Afghanistan di Barat Laut, India pada sisi Barat dan Laut Arab dibagian Selatan.

Pakistan merupakan daerah Sub Tropis dengan suhu rata-rata lumayan dingin.

Sebagian besar wilayah Pakistan bergunung-gunung tinggi dan sisanya merupakan dataran yang merupakan bagian dataran besar Iran dan padang pasir besar yaitu gurun Thal dan Thar. Gunung Tirich Mir merupakan puncak tertinggi sekitar 7.700 meter dan Sungai Indus merupakan sungai terpenting bagi negeri ini sebagai pusat pertanian.

Sebagian besar penduduk Pakistan bagian Selatan tinggal di sepanjang sungai Indus dan Karachi merupakan kota yang terpadat di Pakistan. Sementara penduduk wilayah Pakistan Utara bertempat tinggal di Lahore, Faislabad, Rawalpindi, Islamabad, Gujranwala, Sialkot, Gujrat, Jhelum, Sargodha dan Peshawar.

Semasa kolonial Inggris sebenarnya India dan Pakistan merupakan satu kesatuan. Sekitar th 1947 penguasa Inggris memisahkan daerah kekuasaan tsb menjadi 2 bagian, negara India dengan mayoritas penduduk Hindu dan Pakistan sebagai negara mayoritas Islam. Sementara negara bagian Jammu-Kashmir sebenarnya ingin memilih beraliansi dengan India. Wilayah ini kemudian menjadi titik sengketa antara Pakistan dan India hingga kini tanpa mempertimbangkan keinginan wilayah Kashmir yang ingin berdiri sendiri sebagai negara independen.

Tahun 1957 Pakistan memproklamirkan sebagai Republik Islam yang terdiri dari Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Pada tahun 1971 Pakistan Timur menyatakan memisahkan diri dari Pakistan dan berdiri sendiri sebagai negara merdeka Bangladesh.

Pakistan sebenarnya negara yang sedang berkembang pesat dan termasuk salah satu the Next Eleven yaitu sebelas negara yang memiliki potensi menjadi kekuatan ekonomi dunia abad ke 21. Namun demikian, negara Pakistan masih terus menghadapi ancaman gangguan keamanan yang menghambat pembangunan seperti terorisme, kemiskinan, korupsi dan bencana alam.

Kami mendarat di bandara Islamabad dan langsung merasakan ketatnya penjagaan keamanan di kota. Polisi dan tentara bersenjata sangat banyak berada di jalan, demikian pula check point pemeriksaan sekuriti ada dimana-mana disepanjang jalan menuju kota.

Sebenarnya ada 2 kota kembar, kota lama disebut Rawalpindi dan kota satelit baru sebagai pusat pemerintahan adalah Islamabad. Kedua kota terhubung sangat baik dengan jalan raya yang beraspal mulus.

Rawalpindi lebih sebagai kota pinggiran yang datar dan Islamabad berubah menjadi kota metropolitan yang tertata cantik dan berbukit-bukit tempat kantor pemerintahan dan pemukiman elit.

Serapi-rapinya Pakistan ingin menata diri, namun tetap saja terlihat kusam, tua dan sedikit kotor karena sebagian besar wilayah padang pasir dan berdebu. Kendaraan yang berlalu lalang terlihat kotor dan kurang terawat. Mobil angkutan umum meskipun dihias berwarna-warni ornamen namun terlihat kumuh dan sangat padat. Taksi yang berwarna kuning hitam merupakan kendaraan sangat mungil yang secara kasat mata sangat lusuh dan kuno tak terawat serta terlihat kurang layak sebagai Taksi. Semua kendaraan tumpah ruah di jalanan bercampur dengan sepeda motor yang mayoritas produk Honda 70 CC.

Kami menginap di sebuah hotel di Rawalpindi disambut dengan penjagaan keamanan sangat ketat oleh polisi dan tentara bersenjata dan konon memang demikian sehari-hari sepanjang masa yang menjadikan kota dan negeri ini sangat terasa kurang ramah.

Bagaimanapun juga, Pakistan terkenal dengan Pashmina buruan kaum wanita!

Salam hangat dari Rawalpindi dan Islamabad,
22 Nopember 2012

NV

 


Seri 1 Perjalanan dari Jakarta ke Narita Tokyo 24 Agustus 2012



Seri 1 Perjalanan dari Jakarta ke Narita Tokyo 24 Agustus 2012
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis pada tanggal 24 Agustus 2012)

Menjelang tengah malam, sebuah pesawat Airbus A330-200 GA884 sudah bersiap menerima kedatangan para penumpang tujuan bandara Narita Tokyo.

Semakin hari serasa semakin sulit untuk meluangkan waktu menikmati liburan bersama keluarga. Tekanan pekerjaan dan tanggung jawab kepada para pelanggan setia Garuda Indonesia selalu saja menghalangi niat kami untuk mengambil cuti, apalagi saat liburan Lebaran seperti saat ini. Berhari-hari, siang malam memantau operasi penerbangan arus mudik dan arus balik dari berbagai bandara khususnya dari dan ke Jakarta maupun beberapa kota besar tujuan konsentrasi liburan Lebaran.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya jadi juga kami bisa menikmati liburan bersama keluarga menjelang H+5 Lebaran setelah secara menyakinkan operasi penerbangan khususnya arus balik berjalan dengan aman dan terkendali.

Berbagai persiapan sebenarnya telah kami lakukan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan, baik dari pemesanan tiket pesawat, visa untuk Jepang, hotel tempat menginap serta menyusun jadual perjalanan sendiri untuk tempat-tempat yang akan kami kunjungi di sekitar Tokyo dan kota Osaka.

Sebuah pesawat GA Airbus A330-200 yang dimotori dengan 2 mesin Rolls Royce Trent 772C yang mampu mendorong pesawat berkecepatan 913 km per jam dengan daya jelajah 13.400 kilometer serta berkonfigurasi 36 kursi super lebar kelas Bisnis dan 186 kursi yang juga nyaman kelas Ekonomi telah siap di parkir ruang tunggu E51 bandara Soekarno-Hatta pada malam yang cukup cerah.

Sebenarnya jalur penerbangan kami ke Tokyo terhalang adanya badai tropis Tembin yang sedang berada di wilayah Cina Taipeh, namun saya percaya Captain pesawat GA884 sudah pasti sangat berpengalaman dan terlatih menghadapi adanya badai tropis tsb dengan cara sedikit mengubah jalur penerbangannya serta mengantisipasi berbagai kemungkinan hambatan cuaca buruk selama penerbangan ini.

Selalu saja muncul kerinduan bepergian dengan pesawat terbang menikmati layanan kelas Bisnis yang prima. GA884 didorong mundur pukul 23:15 WIB, menyalakan kedua mesinnya yang berdengung halus dan mulai bergerak perlahan menuju landasan pacu 25R. Captain mengumumkan bahwa penerbangan ke Tokyo akan ditempuh selama 7 jam dan 15 menit. Pesawat GA884 melaju semakin cepat di landasan pacu dan tinggal landas menuju ketinggian jelajah 41.000 kaki dan diperkirakan akan tiba di Narita Tokyo pukul 23:35 GMT atau 08:35 waktu Tokyo (perbedaan waktu adalah 2 jam dengan Jakarta).

Pramugari dengan ramah menyajikan hidangan snack berupa pilihan potongan buah segar atau beberapa potong Sushi disertai berbagai pilihan minuman, setelah itu penumpang mulai lelap tertidur. Sayapun melepas kedua sepatu dan menggantinya dengan Sleepers mulai menguap beberapa kali, merebahkan kursi sampai rata (flat bed) dan berusaha untuk tidur.

Salah satu kebiasan bepergian jarak jauh dengan pesawat terbang adalah meminta air putih 2 botol ukuran 0,5 liter dan menutup semua tirai jendela agar tak terbangun karena silau matahari keesokan hari. Air putih dalam jumlah cukup selalu dibutuhkan agar badan tidak mengalami dehidrasi karena sirkulasi Airconditioning pesawat terbang sekaligus memaksa kita untuk bangun secara berkala berjalan ke Toilet demi meluruskan otot dan peredaran darah agar tak terserang DVT (sumbatan aliran darah karena duduk terlalu lama pada satu posisi tertentu).

Sekitar 2 jam sebelum mendarat di Narita, para awak pesawat mengumumkan layanan sarapan pagi dan mulai menyalakan lampu secara perlahan-lahan agar penumpang yang tertidur tidak mengalami silau mendadak.

Layanan sarapan bagi penumpang kelas Bisnis diawali dengan handuk panas untuk membasuh dan menyegarkan wajah lalu diedarkan minuman segar berbagai jus atau minuman panas.

Meja-meja kecil di kursi penumpang mulai dibuka dan dilapisi taplak yang sangat bersih dengan logo Garuda Indonesia berwarna emas keperakan. Saya memilih menu Omellete untuk sarapan pagi ini. Telur dadar gulung dengan ukuran yang sangat pas dan dipanaskan dengan tepat pula sangat enak di lidah, didampingi beberapa kentang mini yang digoreng utuh beserta kulitnya, irisan Wortel dan Brokoli rebus serta Sosis sapi. Berbagai jenis roti hangat juga dibagikan disela sarapan pagi, saya salah satu penggemar berat Croissant dan Garlic Bread yang keduanya sangat renyah, hangat namun tak terlalu kering.

Pada nampan sarapan juga tersedia Yoghurt produksi EMMI Swiss Premium dan madu serta Strawberry Jam produksi Heio Egypt yang tersohor. Sungguh sajian makan pagi standar kelas hotel bintang lima!

Pesawat GA884 mulai turun meninggalkan ketinggian jelajah menuju ke bandara Narita Tokyo.

Seperti sudah kegiatan rutin, baik sedang dinas terbang maupun sebagai penumpang, saya sempatkan ke toilet untuk membersihkan dan merapikan diri sebelum mendarat.

Cuaca sangat cerah di wilayah Jepang, dan bagi penumpang yang duduk di sisi kanan pesawat akan menikmati kuatnya pancaran sinar matahari terbit di pagi hari. Itu sebabnya Jepang dikenal sebagai negara Matahari Terbit yang benderanya berlambangkan bulatan merah menyala.

Ngomong-ngomong, di manakah tempat terbaik menikmati matahari terbenam? Di kota Jeddah yang berbatasan dengan Laut Merah!

Pesawat GA884 meninggalkan Laut Phillipine yang berbatasan dengan Samudra Pacific Utara sebelah Barat sedikit berbelok ke arah Barat menuju daratan melalui semenanjung Chosi. Saya menyaksikan dari jendela pesawat, betapa daratan Jepang dipenuhi hutan-hutan yang sangat rindang dan lebat bahkan mengalahkan lebatnya hutan-hutan di pulau Jawa. Sungguh pemandangan yang menarik di sebuah negeri yang konon kekurangan lahan untuk hidup dan penuh deraan bencana alam dan perbedaan cuaca yang cukup ekstrim 4 musim sepanjang tahun. Pesawat semakin rendah melewati sisi Utara bandara Narita dan kerapihan serta kehijauan daratan semakin menarik untuk diamati. Saya melamun sebentar ingatan saya kembali 11 tahun yang lalu saat saya terakhir kali mengunjungi negeri Sakura ini.

Pesawat GA884 kemudian berbelok tajam ke kiri menuju landasan 16R, pesawat semakin rendah dan mendarat dengan mulus setelah penerbangannya dari Cengkareng Jakarta. Saya sempat memperhatikan sebuah pesawat Garuda Indonesia tak lama kemudian juga mendarat di landasan 16R, tampaknya pesawat dari Denpasar Bali tujuan Narita yang juga tepat waktu.

Saat pintu pesawat mulai dibuka, hawa panas kota Narita mulai menerobos masuk. Sebagian besar wilayah Jepang memang sedang dilanda cuaca yang panas ekstrim yang sebenarnya bukan waktu yang tepat untuk berkunjung ke Jepang.

Apa boleh buat, tak semua keinginan bisa terkabul sesuai rencana tapi setidaknya kami masih bisa menikmati sisa-sisa masa liburan.

Salam dari Narita, 25 Agustus 2012
NV

 

Seri 2 Jalan-Jala​n di Ginza Tokyo 25 Agustus 2012



Seri 2 Jalan-Jala​n di Ginza Tokyo 25 Agustus 2012
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis pada tanggal 25 Agustus 2012) 

Sebelum meninggalkan bandara Narita, saya orientasi sebentar, mengambil beberapa map jalur kereta api dan subway, buku panduan wisata serta membeli kartu SUICA Pre paid seharga JPY 500 sebagai jaminan dan top up kredit sebesar JPY 1.500.

NOTE: 1 JPY setara sekitar IDR 121

Saya juga sudah memesan tiket Shinkansen untuk perjalanan dari Tokyo ke Osaka dengan tarip JPY 12,250 per penumpang atau setara IDR 1,5 juta.

Putri kami satu-satunya menyempatkan diri untuk belanja pertama kali, ia sedang memburu coklat Kit-Kat Teh Hijau yang konon hanya dijual di bandara Narita. Saya meluangkan waktu untuk merokok di luar terminal sambil menunggu. Ada sedikit rasa heran, tampaknya merokok di tempat umum sudah menjadi sebuah larangan di Jepang, meski di tempat terbuka sekalipun. Disediakan ruang merokok di luar Terminal Narita yang suasananya mirip dalam terminal bandara, pengap, panas dan cukup menyiksa.

Kami diantar dengan sebuah mobil MPV mewah menuju ke hotel di Tokyo.

Perjalanan cukup jauh dan hari sudah menjelang siang, sambil membuang waktu karena biasanya waktu Check-In di hotel dimulai pukul 12 sd 14 siang. Kami mampir untuk makan siang dahulu sebelum masuk ke hotel tempat menginap.

Sisa waktu siang hari kami gunakan istirahat di kamar hotel dengan harapan dapat menikmati gemerlapnya wilayah Ginza pada malam hari.

Kami sungguh beruntung, atas bantuan seorang sahabat, kami “mendapatkan”hotel di wilayah perbelanjaan paling elite di Tokyo yaitu daerah Ginza, meskipun sesungguhnya hotel yang saya cari sangat sederhana saja, asalkan menyediakan Smoking Room sudah lebih dari cukup.

Hotel tempat kami menginap sangat strategis hanya beberapa menit jalan kaki sudah berada tepat ditengah keramaian Ginza. Tak sulit mencari tempat makan 24 jam dan berdekatan dengan stasiun subway Ginza serta lebih istimewa lagi sangat dekat dengan Pachinko house salah satu tempat yang saya dambakan untuk dikunjungi selama 11 tahun terakhir ini.

Ginza dikenal sebagai kawasan mewah di Tokyo. Di tempat ini terdapat berbagai toko serba ada, butik, restoran dan kafe. Ginza dikenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan paling mewah di dunia. Toko-toko utama dari merek busana elite berada di sini, Chanel, Dior, Abercrombie & Fitch, Gucci, dan Louis Vuitton. Di sini juga terdapat ruang pamer Sony dan Apple Store Ginza.

Kawasan ini disebut Ginza karena dulunya di tempat ini terdapat percetakan uang logam perak yang dibangun tahun 1612 (zaman Edo).

Pemerintah Meiji menetapkan kawasan Ginza sebagai model modernisasi dan memprakarsai pembangunan gedung dari bata tahan api, dan pembangunan jalan-jalan yang lebih lebar untuk menghubungkan Stasiun Shinbashi dan kawasan orang asing di Tsukiji, serta gedung-gedung pemerintahan yang penting.

Konon, tata kota untuk kawasan ini dirancang oleh arsitek kelahiran Irlandia bernama Thomas Waters sehingga kemudian dibangun pusat perbelanjaan bergaya Barat di Ginza yang berada di jalan antara Jembatan Shinbashi dan Jembatan Kyobashi di barat daya distrik Chuo, Tokyo yang kebanyakan berupa gedung batu bata bergaya arsitektur Georgia.

Kemudian, Ginza juga dikenal sebagai "kota batu bata" yang hingga kini terkenal sebagai simbol "peradaban dan pencerahan" karena di tempat ini juga terdapat kantor-kantor penerbit majalah dan surat kabar yang menyebarluaskan berita tentang tren budaya.

Memang sebagian besar dari gedung-gedung bergaya Eropa sudah lama dibongkar namun masih ada yang tersisa yakni sebuah gedung paling mencolok di Ginza adalah Gedung Wako yang di atasnya terdapat Menara Jam Hattori. Gedung dan menara jam ini awalnya dibangun oleh Kintaro Hattori, pendiri perusahan jam Seiko.

Kami berjalan dan keluar masuk berbagai pusat perbelanjaan Jepang Matsuzakaya, Mitsukoshi, Matsuya dan lain-lain yang berjajar sepanjang jalan Chuo. Namun dari sekian banyak gerai-gerai kenamaan dunia, putri kami lebih tertarik memasuki sebuah gedung toko dengan nama UNIQLO.

Uniqlo merupakan sebuah toko sekaligus merk dagang fashion anak muda yang khusus memproduksi berbagai pakaian casual yang sedang trendy saat ini.

Diawali dari bisnis sejak Maret tahun 1949 sebuah perusahaan di Ube, Yamaguchi membuka usaha toko pakaian pria dengan nama Men’s Shop OS.

Sekitar bulan Mei 1985, mereka membuka toko sekaligus memproduksi pakaian unisex di Fukuro-machi, Naka-ku Hiroshima dengan nama Unique Clothing Warehouse yang kemudian disingkat dan dikenal sebagai “unique clothing” atau UNIQLO. Tahun 1991, nama perusahaan dirubah menjadi Fast Retailing dan langsung membuka lebih dari 100 toko diseluruh Jepang.

Belakangan, mulai tahun 1997 Fast Retailing mengadopsi strategi bisnis the GAP dari Amerika yang dikenal sebagai SPA atau Speciality-store/retailer of Private-label Apparel, yang artinya mereka hanya memproduksi seluruh produknya dan menjualnya di toko-toko mereka secara eksklusif meskipun kemudian Fast Retailing mulai memproduksi pakaian jadi mereka secara outsourced ke negeri Cina yang terkenal murah namun berhasil baik dalam usaha produksi massal.

Sejak saat itu, nama produk UNIQLO terus berekspansi dan seperti tak terbendung.

Pada rencana bisnis tahun 2009, Fast Retailing mengumumkan mentargetkan penjualan sebesar JPY 5 Trilyun dan Laba sebelum pajak sebesar JPY 1 Trilyun setara USD 12,2 Milyar pada tahun 2020 yang artinya ingin menjadi pemain bisnis SPA terbesar di dunia dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 20%.

Dibawah komando Tadashi Yanai sang pendiri Uniqlo sekaligus Chairman, President & CEO, Uniqlo membuka sejumlah 291 gerai-gerai internasional mereka di seluruh dunia dan lebih dari 500 toko Uniqlo di Jepang, dimana konon toko yang terbesar di benua Asia ada di kota Kuala Lumpur. Saya mendengar kabar, sebentar lagi masyarakat Jakarta akan bisa menjumpai toko Uniqlo.

Sebuahperjalanan panjang Uniqlo untuk meraih sukses yang patut menjadi contoh.

Salam dari Ginza Tokyo, 25 Agustus 2012
NV

 

Seri 3 Jalan-Jala​n ke Tokyo Skytree, Akihabara, Asakusa dll 26 Agustus 2012



Seri 3 Jalan-Jala​n ke Tokyo Skytree, Akihabara, Asakusa dll 26 Agustus 2012
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis pada tanggal 26 Agustus 2012)

Setelah sarapan pagi, kami bergegas menuju ke stasiun kereta api Ginza. Rencana untuk mengunjungi Disney Land kami batalkan karena tahun lalu baru saja mengunjungi Disney Land di Hong Kong. Tujuan awal kami adalah stasiun Oshiage dimana baru saja dibuka tahun ini sebuah menara pencakar langit yang disebut Tokyo Skytree yang menggantikan Tokyo Tower di daerah Shinbashi.

Tokyo Skytree atau Pohon Langit Tokyo, sebelumnya disebut New Tokyo Tower adalah sebuah menara siaran, observasi, dan rumah makan di Sumida, Tokyo, Jepang. Menara ini telah menjadi struktur tertinggi di Jepang sejak tahun 2010 dan mencapai ketinggian akhir 634 m pada bulan Maret 2011, sekaligus menjadikannya sebagai menara tertinggi di dunia, melampaui Menara Canton di Guangzhou dan merupakan struktur tertinggi nomor dua di dunia setelah Burj Khalifa yang mencapai 829,84 m.

Pembangunan menara ini dipimpin oleh Tobu Railway dibantu oleh konsorsium enam stasiun penyiaran terestrial yang dikepalai oleh NHK. Menara ini berada di tengah-tengah proyek pengembangan kawasan di antara Stasiun Tokyo Skytree dan Stasiun Oshiage, sekitar 7 km Timur Laut Stasiun Tokyo. Salah satu dari fungsi utama menara ini untuk merelai sinyal siaran radio dan televisi. Fasilitas yang ada sekarang ini di Menara Tokyo yang tingginya 333 m dianggap tidak cukup tinggi untuk menyiarkan televisi terrestrial digital karena dikelilingi oleh banyak bangunan-bangunan tinggi. Proyek pembangunan menara ini selesai pada 29 Februari 2012, dan dibuka untuk umum pada 22 Mei 2012.

Kami turut antri mengular yang diatur sedemikian rupa secara bergiliran membeli tiket masuk dan naik ke anjungan Tembo Deck setinggi 350 meter di menara Tokyo Skytree.

Di tempat yang sama, ada sebuah gedung Sumida Aquarium yang juga tak kalah menarik.

Para pengunjung dapat menikmati berbagai biota dan binatang laut dari yang seukuran peniti sampai sebesar ikan Hiu. Sebuah kolam indoor mempertunjukkan kelucuan para Penguin. Sumida Aquarium memang tak seluas Sea World di Ancol namun tetap menarik untuk dikunjungi karena pengunjung dapat berinteraksi dengan para ilmuwan kehidupan binatang laut yang membuka laboratorium mereka di hadapan pengunjung.

Bermodalkan kartu Prepaid SUICA kami naik subway menuju daerah Akihabara semacam wilayah Glodok, pusat jualan elektronik dan pernak-pernik.

Akihabara merupakan pusat perbelanjaan untuk barang elektronik, suku cadang elektronik, dan merupakan surga bagi penggemar anime (animasi), manga (komik), dan doujinshi (produksi pribadi perseorangan) serta permainan video. Di tempat ini juga terdapat banyak Maid Cafe dimana para pelayannya berpakaian dan berbicara model artis film animasi. Semua isi Cafe diatur sedemikian rupa mirip kehidupan dalam video animasi dan kami sempat berpotret bersama salah satu pelayannya dengan membayar JPY 500.

Sebegitu luas dan padatnya area Akihabara yang menajang dari stasiun Suenhirocho sampai Jembatan Mansei, jalanan dipenuhi pejalan kaki sehingga ditutup untuk lalu-lintas kendaraan mobil.

Kami bergeser lagi ke Asakusa semacam pasar pernak-pernik khas Jepang.

Cuaca yang sangat panas sangat menguras tenaga dan kami kembali ke hotel di Ginza untuk berisrahat.

Salam dari Ginza Tokyo, 26 Agustus 2012
NV

 

Seri 4 Jalan-Jala​n ke Gotenba dan Shibhuya 109 Tokyo 27 Agustus 2012



Seri 4 Jalan-Jala​n ke Gotenba dan Shibhuya 109 Tokyo 27 Agustus 2012
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis pada tanggal 27 Agustus 2012)

Pagi ini kami sarapan lebih awal untuk melakukan perjalanan agak jauh mengelilingi Selatan wilayah Gunung Fuji dan Gotenba.

Kami melaju melalui jalan tol meninggalkan Tokyo ke arah Barat melalui daerah Chofu, Kunitachi, Hachioji, Uenohara, Otsuki, Nishikatsura, kemudian mengarah ke Selatan Fujiyoshida sepanjang lebih kurang 100 kilometer. Pemandangan sepanjang jalan sangat menggugah perhatian, perpaduan antara modernisasi dan pedesaan khas Jepang. Tampaknya masih banyak petani Jepang yang menanam padi di halaman rumah mereka. Hutan-hutan sepanjang jalan juga masih lebat hijau terpelihara secara baik.

Sayangnya hari-hari terakhir masa liburan musim panas di Jepang juga sangat padat pelancong. Hal ini membuat area Gunung Fuji mengalami antrian kendaraan yang cenderung macet sepanjang 2 jam. Kami memutuskan membatalkan diri ke Gunung Fuji dan beralih ke Gotenba.

Jalanan menuju Gotenba semakin sempit dan terlalu banyak perempatan lampu lalu lintas sehingga terlalu sering berhenti. Namun hal ini juga membawa keasyikan karena lebih banyak bisa menikmati suasana pedesaan Jepang.

Gotenba atau Gotemba adalah kota yang terletak di bagian timur Prefektur Shizuoka, Jepang. Kota ini merupakan tempat perhentian bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Hakone dan Gunung Fuji. Berada di kaki di kaki Gunung Fuji, iklim kota Gotenba mengikuti iklim dataran tinggi, sejuk dengan curah hujan yang tinggi.

Kota ini berada pada ketinggian antara 250 hingga 600 m di atas permukaan laut. Kelembaban yang tinggi menyebabkan daerah ini sering berkabut. Salju lebih sering turun di kota Gotenba dibandingkan dengan kota-kota lain di Prefektur Shizuoka. Sebaliknya, di musim panas kota ini banyak dikunjungi wisatawan yang mencari kesejukan dan suhu malam hari tidak pernah melebihi 25. Namun musim panas ini suhu di Gotenba tetap terasa panas.

Tujuan kami adalah Gotemba Premium Outlets yang merupakan salah satu toko-toko Outlet berbagai merk tersohor dunia. Area Outlets di Gotenba sangat luas yang terbagi 2 bagian wilayah Zona Timur dan Zona Barat. Lebih dari 200 toko merk produk kenamaan dunia ada di Gotenba yang menjual berbagai produk mode pakaian, barang-barang bermerk, peralatan rumah tangga bermerk dan banyak laigi lainnya yang dijual dengan harga lebih murah dan diskon cukup besar dibandingkan toko serupa di Ginza.

Pukul 4 sore kami meninggalkan area Gotenba dan kembali ke Tokyo melalui jalur Selatan lebih kurang sepanjang 95 kilometer.

Memasuki kota Tokyo, kami sempatkan mampir di sebuah gedung pertokoan unik bernama Shibhuya 109 yang terletak di pusat keramaian Shibhuya.

109 (dibaca: Ichi Maru Kyu) adalah toko serba ada di Jepang. Toko serba ada ini dioperasikan oleh TMD Corporation, anak perusahaan Tokyu Corporation.

Angka 1, 0, 9 dibaca dalam bahasa Jepang sebagai Ichi Maru Kyu. Nama pemilik gedung ini, Tokyu bisa ditulis dengan angka sebagai 10 (to) dan 9 (kyu). Toko serba ada 109 yang paling terkenal adalah Shibuya 109 di persimpangan Shibuya, Tokyo. Shibuya 109 telah menjadi simbol remaja Tokyo di dunia internasional.

Toko serba ada 109 yang pertama dibuka 28 April 1979 di persimpangan Shibuya, berseberangan dengan Stasiun Shibuya, Tokyo. Tokyu membangun toko serba ada ini untuk bersaing dengan Seibu Department Stores. Ketika dibuka, toko serba ada ini diberi nama Fashion Community 109, dan baru disebut Shibuya 109 sejak tahun 1989. Pada awalnya, para penyewa lantai adalah toko-toko busana wanita usia 25 tahun ke atas hingga wanita 30 tahunan. Namun sekarang ini, sebagian besar penyewa adalah toko busana merek-merek terkenal untuk remaja wanita belasan tahun hingga wanita usia 25 tahunan yang sering menyebut nama toko ini Marukyu.

Arsitek gedung ini bernama Minoru Takeyama. Desain gedung mencerminkan kecenderungan Takeyama terhadap arsitektur postmodern dan avant-garde. Gedung ini mudah dikenali karena berbentuk silinder dan menempati ujung lahan berbentuk segitiga di persimpangan Shibuya. Dinding gedung berupa panel-panel aluminium. Di dinding Shibuya 109 sering ditempeli iklan berukuran sangat besar yang mudah terlihat dari persimpangan Shibuya atau depan Stasiun Shibuya Pintu Keluar Hachiko.

Gedung Shibuya 109 berlantai 8 ditambah 2 lantai basemen dengan luas lantai 10.220 m² sudah berkali-kali muncul dalam film, misalnya Gamera 3, Awakening of Irys, Godzilla vs Megaguirus, Dragon Head dan Japan Sinks. Grup idola Jepang AKB48 juga memiliki lagu berjudul "109 (Marukyu)".

Pertokoan Shibuya 109 sebenarnya berisi toko-toko kecil di dalamnya seukuran toko grosir di Mangga Dua atau Trade Center di Jakarta. Salah satu yang berbeda adalah pengunjung Shibuya 109 kebanyakan para anak muda trend setter atau artis setempat yang selalu mencari mode fashion terbaru.

Shibhuya 109 juga membuka berbagai gerai mereka di seluruh kota besar di Jepang mewarnai trend mode para generasi muda Jepang dewasa ini.

Kami meninggalkan Shibuya 109 kembali ke Ginza melalui pusat keramaian Harujuku.

Salam dari Ginza Tokyo 27 Agustus 2012
NV

 

Seri 5 Perjalanan Shinkansen NOZOMI 31 Super Express



Seri 5 Perjalanan Shinkansen NOZOMI 31 Super Express
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis tanggal 28 Agustus 2012)

Shinkansen ini tujuan Hakata melalui Yokohama, Nagoya, Kyoto, Osaka, Kobe, Okayama, Hiroshima, Yamaguchi, Kokuro

Perjalanan selama 2 jam 33 menit kelas "biasa" atau bertarip JPY 14,250 per penumpang dan perlu pesan beberapa hari sebelumnya karena pada liburan musim panas memang penumpang cemderung penuh. perbedaan kelas "Biasa" dengan Green Car (Gerbong) hanya terletak pada besar kursi. Gerbong biasa berjajar 3 kursi dan 2 kursi (total 5 kursi) sedangkan Green Car hanya terdiri dari 4 kursi satu jajar, masing-masing 2 kursi kiri dan kanan dengan ukuran sedikit lebih besar, namun harganya lebih mahal JPY 4.440 dibandingkan gerbong biasa. Nozomi juga masih menyediakan Smoking Room pada beberapa gerbongnya.

Saya sendiri kurang menyadari, entah sejak berapa tahun terakhir, negeri Sakura ini telah menerapkan secara ketat pembatasan merokok di tempat umum, bahkan di jalanan umum yang terbuka sekalipun. Dengan slogan "Make Japan Better" masyarakat tak boleh lagi merokok secara sembarangan meski di udara terbuka, hanya pada tempat tertentu kaum perokok boleh merokok.

Setiap Shinkansen berhenti, beberapa penumpang turun dan segera saja kursi yang kosong digantikan oleh penumpang yang baru naik, sungguh sebuah manajemen reservasi yang baik. Kami merasa beruntung sudah memesan tiket Shinkansen ini jauh-jauh hari sebelumnya. Sangat terasa masyarakat Jepang menikmati betul liburan musim panas bepergian dan lalu-lalang mempergunakan berbagai moda transportasi yang selalu kelihatan penuh sesak.

Shinkansen ini tak menyediakan makan siang meski dengan tarip melebihi tarip tiket pesawat terbang di Indonesia. Makan siang dalam kotak disajikan dingin harus dibeli dari pramugari Shinkansen seharga JPY 1.000 per box. Itu sebabnya banyak penumpang Jepang "mbontot" makanan sendiri sebelum naik ke kereta.

Shinkansen melaju cepat, beberapa informasi disampaikan secara otomatis dalam bahasa Jepang dan Inggris, misalnya penumpang diminta mematikan suara atau nada dering HP. Sebelum kereta berhenti selalu disampaikan pengumuman berapa lama berhenti dan tujuan transit ke kota berikutnya. Selain itu pengumuman berupa running text juga diberikan dalam bahasa Inggris dan Jepang. Sayang sekali tidak ada informasi berapa kecepatan Shinkansen ini dan informasi berapa menit sisa waktu perjalanan ke station pemberhentian berikutnya.

Beberapa kali saya tertidur dan tanpa terasa Hinkansen sudah tiba di Kyoto kota pemberhentian terdekat dari Osaka. Bepergian dengan kereta api lebih mengasyikan dibandingkan dengan pesawat terbang. Pemandangan di kanan-kiri jalur perjalanan membuat kita lebih mengenal budaya setempat. Beberapa menit sejak meninggalkan stasiun Tokyo, kita sudah disuguhi kemegahan gunung Fuji yang berada di sisi Utara jalur kereta. Pemandangan diselang-seling dengan hutan hijau, persawahan, jalur pantai Selatan dan beberapa kali memasuki terowongan. Sangat mengherankan, konon negeri Jepang yang sangat kekurangan lahan namun lebih "hijau" dibandingkan pulau di Jawa. Perpaduan antara budaya kuno Jepang dengan modernisasi Jepang justru memberikan penguatan pada jati diri karakter masyarakat Jepang.

Dua jam 33 menit perjalanan tak terasa kami memasuki stasiun kota Osaka. Kami segera bersiap di pintu keluar dengan beberapa koper yang cukup berat untuk diangkat keluar dari kereta api. Ini salah satu yang harus menjadi perhatian karena kereta hanya berhenti beberapa menit saja di stasiun.

Sistim tiket kereta api dan bus kota sudah sedemikian maju di Jepang. Tiket Shinkansen yang kami pegang menjadi satu-satunya media untuk memasuki satsiun dan kereta api sekaligus sebagai surat perjalanan laksana paspor agar kita bisa keluar dari stasiun. Sebagai kolektor pernak-pernik, saya selalu merasa kehilangan sebuah kenang-kenangan yang berharga yakni tiket Shinkansen yang terpaksa "ditelan" oleh mesin otomatis penjaga pintu keluar stasiun. Namun saya masih menyimpan tiket terusan kereta api SUICA yang saya beli di Tokyo. Sebenarnya tiket prabayar SUICA yang berharga JPY 500 sebagai deposit dan JPY 1500 sebagai Top Upperjalanan kereta dan bus masih menyisakan sekitar JPY 120. SUICA card sebenarnya dapat di refund di stasiun setidaknya masih bernilai JPY 620. Alih-alih mengembalikan, kami malah memilih untuk menyimpannya sebagai kenang-kenangan khusus.

Kami meninggalkan stasiun kereta api Shin Osaka disambut hawa panas yang lebih lembab dari pada di Tokyo.

Osaka, 28 Agustus 2012
NV

 

Seri 6 Perjalanan ke Floating Garden Observator​y Osaka 28 Agustus 2012



Seri 6 Perjalanan ke Floating Garden Observator​y Osaka 28 Agustus 2012
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis tanggal 28 Agustus 2012)

Ketepatan waktu keberangkatan maupun kedatangan kereta api di Jepang sangat prima, apalagi Shinkansen NOZOMI Express yang tiba tepat waktu sesuai jadual di stasiun Shin Osaka pada pukul 14:43.

Keluar dari stasiun segera terasa hawa panas dan lembab kota Osaka yang melebihi panasnya Tokyo. Namun itu tak mengurangi minat untuk memanfaatkan waktu sore untuk sekedar mengunjungi salah satu ikon kota Osaka.

Sebuah bangunan tinggi menjulang di daerah Umeda menjadi tujuan yakni Kuchu Teien Tenbodai atau dikenal sebagai the Floating Garden Observatory. Keunikan dari bangunan ini antara lain adanya "pelataran" 360 derajat yang berada diatas menghubungkan 2 bangunan tinggi Umeda Sky Building yang tingginya 173 meter berada pada lantai ke 40. Pelataran Floating Garden ibarat mahkota yang berada di puncak antara 2 bangunan gedung.

Tentu saja dari puncak pelataran kita dapat memandang kota Osaka 360 derajat ke segala arah tanpa halangan apapun yang tentunya sangat indah pada malam hari.

Ke arah Utara kita bisa memandang beberapa jembatan panjang penghubung sungai Yodo, misalnya saja; jembatan Shin Juso Ohashi, jembatan NTT, jembatan jalur kereta api Hankyu dan JR Line, bahkan kesibukan bandara (lama) Itami di pusat kota Osaka tampak jelas dari atas pelataran Floating Garden.

Ke arah Timur tampak pusat kota kegiatan bisnis Osaka dengan beberapa gedung yang menjulang tinggi, misalnya Pias Tower, Hotel Hankyu International, Umeda Center Building, Imperial Hotel Osaka, Hankyu Grand Building, Osaka Castle dll.

Ke arah Selatan berjajar hotel-hotel international antara lain, Hilton Osaka, the Ritz Carlton Osaka, Rihga Royal Hotel, Hotel Hansin, dsb.

ke arah Barat pandangan sangat terbuka luas ke arah teluk Osaka yang dari kejauhan tampak WTC Cosmo Tower, Tenpozan Ferris Wheel, Universal Studio, jembatan panjang Akashi Kaikyo yang menghubungan daratan Osaka dengan pulau Awaji di lepas pantai Jepang yang sangat indah manakala matahari mulai terbenam.

Pelataran Floating Garden disebut Lumi Sky Walk yang pada malam hari lantainya akan menyala berwarna warni. Sementara di salah satu sudut Lumi Sky Walk ada sebuah tempat yang cukup "sakral" bagi muda-mudi pasangan Jepang dimana mereka bisa menggantungkan sepasang gembok bertuliskan nama pasangan untuk diikat pada pagar Lumi Deck. Pasangan kekasih atau suami istri juga dapat duduk di satu-satunya bangku tepat di tengah Lumi Deck yang jika mereka duduk sambil,bergandengan tangan akan secara otomatis menyalakan lampu lantai dasar Lumi Deck. Ada 4 tingkatan lampu di lantai Lumi Deck yang dimulai dari bentuk hati untuk "cinta" level 1, hati yang membara untuk "cinta" level 2, hati membara dan bertuliskan LOVE di lantai untuk "cinta" level 3 dan terakhir semua lampu lantai Lumi Deck akan menyala meriah dengan bertuliskan LOVE untuk "cinta" level tertinggi atau maksimum. Semua lampu itu menyala secara otomatis sangat tergantung kehangatan genggaman tangan kepada pasangan.

Floating Graden Umeda Sky Building dapat dicapai dengan berjalan kaki melalui stasiun JR Osaka dari Central North Exit atau Stasiun Umeda dari Chayamachi Exit yang sebenarnya dibuka sepanjang tahun (kecuali ditutup jika ada aktifitas perawatan) dari pukul 10 pagi sampai pukul 22:30 (terakhir naik pukul 22:00) dengan tarip masuk JPY 700 untuk Dewasa.

Pada malam harinya, kami dijamu makan malam di rumah makan khas Jepang yang khusus menyajikan Kepiting di daerah Dotonbori.

Dotonbori adalah pusat gastronomi, perbelanjaan dan hiburan di sisi selatan Kanal Dotonbori, Osaka, Jepang. Di seruas jalan antara Jembatan Dotonbori dan Jembatan Nipponbashi ini terdapat berbagai macam rumah makan dan fasilitas hiburan.

Sebagai simbol kota Osaka, Dotonbori telah berulang kali dijadikan sebagai lokasi film Jepang maupun film luar negeri. Papan-papan iklan dan lampu-lampu neon berukuran besar menghiasi gedung-gedung restoran dan hiburan malam di tepi Kanal Dotonbori. Pusat perhatian wisatawan yang datang ke Dotonbori, di antaranya kepiting papan iklan Kani (Kepiting) Douraku, lampion Fugu rumah makan Zuboraya, Neon Glico, dan jajanan khas Osaka (okonomiyaki, takoyaki, dan udon).

Di sekitar tempat ini terdapat teater bunraku, gedung sandiwara komedi/manzai Namba Grand Kagetsu, teater idola NMB48, dan gedung bioskop. Di kedua sisi kanal Jembatan Ebisubashi terdapat taman hiburan Tonbori Water Park yang dilengkapi tempat-tempat duduk. Pusat diskon Don Quijote berada di tepi kanal memiliki kincir ria berbentuk elips. Jembatan Ebisubashi merupakan ujung selatan dari arkade perbelanjaan Shinsaibashi.

Satu set makanan, baik konidisi dingin mentah ataupun panas disajikan secara bertahap dengan menu utama Kepiting ukuran besar disajikan di meja ditambah dengan Nasi Liwet khas Jepang. Kepiting ukuran besar berwarna jingga diternakkan di Hokaido dan Laut Jepang disajikan dalam berbagai jenis masakan yang Satu set menu tsb dihargai JPY 5,300 atau setara IDR 650 ribuan per orang.

Kami pulang dengan rasa kenyang dan melelahkan setelah perjalanan seharian dari stasiun Tokyo sejak pagi hari.

Salam dari Osaka,
28 Agustus 2012
NV