Saturday, February 9, 2013

Penghargaan bagi Garuda Indonesia dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Berita Foto dalam Investor Daily terbitan 2 Januari 2013
 


Our (Safety) Auditing System is Excellent

Artikel ini dipublikasikan oleh Garuda Inflight Magazine terbitan Februari 2012
 


Kiat Eksekutif dalam Presentasi

Artikel ini dipublikasikan Majalah Warta Ekonomi No 11 Edisi Juni 2012
 


Karantina Hewan dan Tumbuhan di Bandar Udara

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Desember 2012
 


Tidur Berkualitas, Fatigue dan Keselamatan Penerbangan

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Nopember 2012
 


CRM: Kebutuhan dalam Operasi Penerbangan

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Oktober 2012
 


Reporting Culture dalam Industri Penerbangan

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan September 2012
 


Braking Action Saat Pesawat Berada di Landasan

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Agustus 2012
 


Knowledge Management in Aviation Safety

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Juli 2012
 


Pelajaran Berharga dari Sebuah Accident

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Juni 2012
 


Safety Promotion Lewat Poster

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Mei 2012
 

Peningkatan Pengetahuan dan Kecakapan atas QMS

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan April 2012
 


DAMP Upaya Mencegah Penyalah Gunaan Narkoba


Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Maret 2012
 
 

Membangun Jaringan Keselamatan Penerbangan

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Februari 2012
 


SMS e-Learning

Artikel ini dipublikasikan oleh Tabloid Aviasi terbitan Januari 2012

Tingkatkan Budaya Keselamatan


Artikel ini pernah dimuat dalam Majalah Katiga terbitan September 2012

 
 

Friday, February 8, 2013

Mengelola Konflik dengan Berpikir Positif




Mengelola Konflik dengan Berpikir Positif
Tulisan ini pernah saya kirimkan ke beberapa Millis pada minggu pertama tahun 2010
Minggu pertama awal tahun 2010 mestinya kita punya semangat baru untuk bertindak lebih baik dari tahun lalu.

Sering kita jumpai orang-orang di sekeliling kita bercerita panjang-lebar dan berkeluh-kesah tanpa sebab yang jelas tentang berbagai hal. Apa saja yang dilihat atau didengarnya menjadi bahan keluh-kesah yang mengasyikkan dan berkepanjangan.

Mereka acapkali lebih senang membicarakan "mendung" di hari yang sangat "cerah".
Lambat laun, suasana hati kita juga terbawa mendung jika terus-menerus menelan keluh-kesah mereka.

Mereka yang gemar berkeluh-kesah biasanya akan menimbulkan konflik-konflik dalam lingkungan kerja, pergaulan maupun di rumah sendiri.

Mengapa harus ada konflik?

Sebab masing-masing orang punya kepentingan berbeda terhadap satu masalah. Konflik juga kerap kali muncul karena persepsi diri kita yang keliru tentang suatu masalah. Konflik seringkali muncul justru karena cara pandang kita sendiri terhadap masalah itu sendiri yang artinya konflik muncul justru dalam diri sendiri sementara orang lain tak melihatnya sebagai sebuah konflik.

Konflik akan selalu muncul baik dipicu oleh lingkungan sekitar atau rekan kerja atau tuntutan kerja yang berbeda dengan kepentingan diri kita dan utamanya lagi muncul sebagai persepsi diri sendiri.

Bagaimana Mengelola Konflik?

Ulasan berikutnya tentang pernyataan-pernyataan di bawah ini:

///Bagi kebanyakan orang, tempat kerja merupakan tempat persaingan yang kejam///

Ini salah satu bukti persepsi diri yang berbeda terhadap suatu masalah.

Siapa kebanyakan orang yang mengatakan bahwa tempat kerja merupakan tempat persaingan yang kejam?

Tempat kerja adalah suatu lingkungan dimana kita dapat menjalankan dan mendarma-baktikan peran-fungsi diri kita kepada masyarakat sekaligus memperoleh penghasilan dari padanya dalam rangka menghidupi keluarga masing-masing. Tempat kerja bagi saya lebih mirip sebuah rumah yang berpenghuni seluruh karyawan sebagai sebuah keluarga besar yang digerakkan oleh sebuah manajemen organisasi dalam rangka mencapai sebuah visi dan misi ke depan.

Pekerjaan dan tempat kerja bukanlah sebuah tempat pertandingan atau sebuah ajang kompetisi dimana yang menang diagung-agungkan dan yang kalah dipermalukan. Tempat kerja sama sekali bukan ajang kompetisi yang kejam.

Tempat kerja adalah sebuah tempat dimana banyak orang saling menghormati dan bekerja-sama untuk memenuhi sebuah tujuan yang telah dicanangkan sebelumnya.

///Sementara itu sebahagian orang yang lain lagi (mungkin termasuk kita) merasa mandek, menemui jalan buntu atau terperangkap salam pekerjaan yang tidak mereka (kita) sukai-sekalipun gajinya besar. Lompatan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain tak memecahkan masalah persoalan, tidak mampu membuat mereka (kita): “betah” atau “cocok”. Apa yang harus dilakukan? Bagaimana agar tempat kerja--betapun jeleknya--bisa menjadi sahabat, bukan musuh Kita? ///

Sederetan kalimat di atas juga contoh lain mengenai persepsi diri yang belum tentu dianut oleh orang lain.
Saya merupakan salah satu diantaranya yang tak sepakat.

Jika kita merasa mandek, menemui jalan buntu atau terperangkap dalam pekerjaan yang tidak mereka (kita) sukai-sekalipun gajinya besar, lalu bagaimana?

Seorang rekan mengatakan bahwa ia bercita-cita menjadi seorang tentara. Ia berhasil masuk Tamtama dan 30 tahun kemudian ia masih seorang tentara Sapta-Marga. Apakah ia mengalami kemandegan?

Saya sendiri adalah sebagian dari contoh yang bercita-cita ingin menjadi penerbang dan tanpa saya sadari saya telah mengabdi lebih dari 28 tahun sebagai penerbang dengan pangkat Captain (yang tak mungkin naik jadi Jenderal), apakah saya mengalami kemandegan?

Ayah saya seorang guru Olah Raga semenjak lulus SGPD tahun 50an dan beliau wafat sebagai pensiunan Guru, apakah itu sebuah kemandegan?

Secara bertahap dan sangat pasti saya merasa bahwa diri mengalami evolusi yang semakin hari semakin baik dan saya tak pernah merasa mengalami kemandegan meski profesi saya tak berubah sama-sekali.

Jadi apa yang membedakan antara kemandegan dan evolusi perubahan pada diri seseorang? Tak lebih dari sebuah persepsi dan rasa syukur mengenai apa-apa yang telah hasilkan dan apa-apa yang kita peroleh selama ini.

Jika begitu, apa yang membuat kita betah dan cocok di tempat kerja?

Ini juga sebuah persepsi tentang sebuah nilai-nilai yang diyakini seseorang.

Ada seorang sahabat Arsitek yang terkenal di Jakarta. Saya utarakan sebuah keinginan, "saya ingin sebuah rumah yang didesain seperti itu, tampaknya cocok dan indah buat saya".

Saya kaget mendapat jawaban bahwa keindahan dan kesesuaian sebuah rumah itu bukan karena disainnya namun karena siapa penghuninya.

Betapapun megahnya sebuah bangunan jika para penghuninya berperilaku buruk maka rumah itu akan segera tampak buruk dan membuat yang tinggal di dalamnya merasa kotor dan tak nyaman.
Sebaliknya sebuah rumah sederhana namun ditempati oleh sebuah keluarga yang harmonis, resik, apik dan tertib akan memancarkan keindahannya dan membuat betah siapapun untuk tinggal dan mengundang keinginan para tamu mampir.
Rumah sederhana itu telah memancarkan keindahannya sendiri . . .

S
emenjak saat itu, ada sebuah lukisan rajutan tangan buatan istri yang di dalamnya tertulis "tiada tempat yang lebih indah selain rumah sendiri".
Lukisan itu masih ada dan selalu mengikuti kemanapun kami pindah rumah.
///Memang, tak seorang pun bisa menjamin bahwa konflik tak akan pernah terjadi di tempat kerja, sesempurna apa pun pekerjaan itu. Yang paling banter bisa dijamin adalah, pasti ada cara bijak untuk menyiasati konflik itu…….
Faktor-faktor tekanan yang biasanya bisa menjadi konflik dan kita di tuntut untuk bersikap secara arif & bijak jika menghadapinya :
  • Bos yang tidak adil & makan hati,
  • Rekan kerja wanita/pria yang menggoda,
  • Rekan sekerja yang berpandangan negative dan selalu mengkritik, mengeluh sepanjang waktu dan memberi pengaruh buruk,
  • Rekan-rekan kerja yang tidak memuaskan,
  • Godaan untuk melanggar batasan-batasan etika & moral,
  • Menurunnya minat terhadap pekerjaan yang membosankan, tanpa peluang promosi,
  • Tuntutan perusahaan yang terus-menerus, sementara kita tidak mungkin berkutik menentang tuntutan itu,
  • Tekanan deadline dan pengurangan karyawan baru baru ini yang membuat kita mengabaikan integritas dan berbohong mengenai berbagai kesalahan kecil,
  • Tekanan rekan sekerja yang meminta memperlambat kecepatan pekerjaan supaya yang lain tidak terlihat buruk atau supaya dapat mengambil jalur lembur lebih banyak, atau tekanan untuk kompromi dalam hal kualitas atau untuk menutupi kesalahan orang lain,
  • Takut meninggalkan pekerjaaan yang aman yang sedang di jalani, karena posisi tersebut sudah lama di impikan,
  • Ketegangan yang berkepanjangan dengan rekan kerja dan atasan,
  • Pertanyaan-pertanyaan yang mendesak tentang tujuan dan arah hidup kita.////
Semua pernyataan ini sungguh bernada persepsi negatif.
Sementara saya adalah jenis manusia yang berusaha berpikir selalu positif, jadi pernyataan-pernyataan tersebut sangat mudah saya balik:
  • Bos saya adalah orang yang lebih adil dibanding bos orang lain,
  • Godaan rekan kerja membuat saya semakin antusias dalam bekerja,
  • rekan kerja saya lebih banyak yang memberi solusi dari pada yang hanya berkeluh kesah,
  • saya nyaris tak pernah merasa tergoda untuk melanggar batasan karena sayalah yang mebuat batasan itu untuk diri sendiri,
  • saya selalu senang menyelesaikan tugas sebaiknya karena sayalah yang menentukan tuntutan pekerjaan kepada diri saya sendiri (meski itu untuk perusahaan). Dan untuk diketahui "saya bukan jongos dari siapapun" saya selalu menentukan ukuran pekerjaan untuk diri saya sendiri (sesuai kepentingan perusahaan).
  • saya sangat mencintai pekerjaan yang saya lakukan dan saya belum punya alasan kuat untuk meninggalkannya,
  • tujuan hidup saya sudah jelas dan gamblang serta semakin hari semakin saya sempurnakan.
Well, ini semua hanya masalah "persepsi" . . .
Saya akan menemukan banyak sekali alasan yang mendukung sebuah konsep berpikir negatif, sebaliknya saya juga tak terlalu sulit menyakini sesuatu atas dasar pandangan poisitif pada setiap masalah.

Bahkan untuk sebuah "kegagalan" saya akan mengatakannya "saya sukses mengetahui bahwa saya gagal".

Dan, "sukses itu tak ubahnya 10 kali gagal dan 11 kali berhasil"

Dengan cara berpikir seperti itu, saya hampir tak memiliki konflik atas tuntutan pekerjaan. Apapun tuntutan pekerjaan (dari perusahaan) selalu saya jadikan tuntutan kepada diri sendiri yang bahkan lebih sulit dari yang dituntut oleh perusahaan. Sehingga saya tak pernah menganggapnya sebagai tuntutan perusahaan namun cenderung sebagai ukuran keberhasilan diri sendiri. Jika saya berhasil maka saya dapat pastikan hasilnya selalu lebih dari yang dituntut oleh perusahaan karena saya membuat ukuran yang lebih tinggi untuk diri sendiri. Jika suatu hari saya "gagal" saya juga tak akan menyalahkan siapa-siapa karena saya yang membuat ukuran keberhasilannya. Saya tak pernah merasa terpojok oleh tuntutan apapun karena saya adalah "tuan untuk diri sendiri" dan saya bukan "jongos bagi siapapun".

Sebagaimana ditulis o
l
eh FF Fournies dalam Coaching for Improved Work Performance, ada 4 alasan umum mengapa orang sering berkeluh kesah dan tidak melakukan unjuk kerja sebagaimana seharusnya;
 
  1. Mereka tidak tahu "apa" yang seharusnya dilakukan,
  2. Mereka tidak tahu "bagaimana" melakukannya,
  3. Mereka juga tidak tahu "mengapa" mereka harus melakukannya, dan
  4. Adanya rintangan di luar kendali mereka.
 
Tiga hal pertama menyangkut "diri kita sendiri" dan satu hal terakhir menyangkut "diri kita dan diluar diri kita".
 
Persepsi diri kita juga dapat dipermudah menjadi semua kegagalan adalah "diluar kendali kita". End of story dan kita gagal . . .
 
Khusus pada alasan terakhir, saya juga seorang "ekstrimis" sejati. Jika alasan kegagalan di luar kendali kita maka saya akan cari tahu "siapakah" yang punya kendali tersebut? Ia mungkin seorang manager, Senior Manager, Vice Presiden Executive Vice President, CEO atau Dirjen bahkan Menteri.
Begitu saya ketahui maka saya akan segera mempersiapkan dan menempatkan diri saya seperti mereka (meski saya tahu saya belum atau bukan jadi mereka). Itu salah satu cara saya mengarahkan diri saya menuju ke arah "menjadi mereka". Saya akan berpikir, berbicara dan bertindak seperti mereka yang jika gilirannya tiba saya akan menyelesaikan masalah yang "di luar kendali kita" tadi. Kadangkala saya sungguh-sungguh menjadi mereka belakangan hari dan kadangkala itu hanya sebuah jabatan "mereka" yang semu. Tak mengapa, karena yang penting saya telah belajar menjadi "mereka" . . . .
Jika suatu hari nanti saya menjadi "mereka" maka masalah yang saya hadapi hari ini sudah bukan menjadi masalah ketika saya menjadi "mereka" yang sesungguhnya.
 
Berdasarkan sebuah survey, kemana kita sering berpaling minta bantuan jika ada masalah pekerjaan?
 
  • 56% ke keluarga
  • 43% ke teman-teman
  • 38% ke Kitab Suci
  • 27% ke Buku-Buku lain
  • 16% ke Ahli Agama
  • 7% ke Ceramah para Pemimpin
  • 6% ke Bos atau Atasan
  • 4% ke Penasehat Ahli
 
Anda tahu, kemana saya akan minta bantuan?
Saya membiasakan diri untuk langsung menemui "Bos" pemberi kerja yang relevan sebab seringkali mereka adalah penasehat terbaik.

Sekaligus saya menentukan sendiri ukuran pencapaian untuk diri sendiri sehingga selalu lebih tinggi dari ukuran yang ditetapkan oleh Bos untuk diri saya.

Kita Semua Punya Masalah

Suatu hari si Joe menerima sebuah telepon yang memintanya untuk pergi ke suatu tempat dengan segera karena ada masalah.

Belum sempat satu masalah diselesaikan, muncul telepon berikutnya yang memintanya pergi ke lain tempat karena juga ada masalah lain. Belum sempat masalah satu dan masalah kedua dikerjakan, sudah muncul telepong ketiga, keempat dan kelima yang memintanya pergi ke tempat yang berbeda pula.

Tahu-tahu, si Joe sudah berada dalam sebuah taksi dan si Joe tak mampu menjawab sebuah pertanyaan yang paling sederhana "pak Joe mau kemana?"

"Terserah kamu saja, kemanapun saya pergi pasti sudah ada masalah menunggu saya di tempat itu" Keluh pak Joe.

Seringkali kita terjebak pada sebuah situasi dimana masalah ada di mana-mana dan memerlukan diri kita!

Sabar . . .

Seringkali orang perlu mengubah perspektif mereka dan bukan pada masalah mereka.

Jangan-jangan anda sebenarnya tak punya masalah apa-apa hanya perasaan anda yang mengatakan anda punya masalah.

Katakan "tidak" kepada siapapun penelepon anda jika anda yakin itu bukan masalah yang perlu untuk anda selesaikan atau anda tak mungkin menyelesaikan masalah tersebut.
Sebaliknya selesaikan masalah tersebut sebaik-baiknya jika anda yakin itu memang patut untuk diselesaikan karena hanya dengan cara itu diri kita akan semakin berkualitas.

Ini merupakan hukum alam, masalah dan hambatan adalah syarat menuju sukses. Bekerja tanpa masalah berarti hanya "keberuntungan" semata. Anda hanya akan menjadi orang beruntung dan bukan orang sukses.

Jika kita cenderung untuk menyingkirkan dan menghindari masalah serta tanggung jawab maka anda sedang mendorong diri menjadi "jongos" untuk kehidupan ini.

Ada seorang pemuda gagah bertanya kepada seorang kakek tua "Kakek, apa sesungguhnya beban kehidupan yang paling berat?"
Kakek tua itu dengan sedih menjawab "yang paling berat adalah jika kita sudah tak punya apapun untuk dipikul".

Masalah Saya Bukan Masalah Saya

Ada perbedaan besar antara seseorang yang punya masalah besar dan seseorang yang membesar-besarkan masalah.

Pada beberapa kesempatan rekan-rekan yang menemui saya karena merasa punya masalah selalu saya arahkan dengan cara kekanak-kanakan untuk menemukan masalah lain.

Sebenarnya saya sedang berusaha mencarikan mereka jalan keluar dengan cara menemukan masalah lain yang lebih patut untuk diselesaikan.

Seringkali orang merasa punya masalah padahal bukanlah masalah yang sesungguhnya.

Yang menjadi masalah adalah bahwa mereka bereaksi secara salah terhadap sebuah masalah dan dengan demikian menjadikan masalah tersebut sebagai masalah yang sesungguhnya untuk mereka. Mereka ini sering "terbelenggu" dengan sebuah kenyataan "apa yang terjadi terhadap diri saya" dari pada "apa yang terjadi dalam diri saya".

Pertanyaan "positif"nya begini . . .

Mengapa banyak orang berprestasi bisa mengatasi masalah mereka sementara banyak yang lain dikalahkan oleh masalah mereka sendiri?

Orang berprestasi memang menganut dalil yakni mengubah "batu penyandung" menjadi "batu pijakan".

Mereka memang menyadari tak bisa menetapkan semua keadaan untuk kehidupan mereka namun mereka telah terbiasa menetapkan "pilihan" sikap terhadap keadaan apa saja.

Tirulah sikap Tukang Reparasi yang selalu "tersenyum" setiap kali ada masalah.

Kita memang dapat juga bersikap pasrah dan apatis terhadap masalah namun berhati-hatilah karena orang lain akan datang membawa solusinya dan anda akan semakin tersisih bergumul dengan masalah yang tak kunjung selesai.

Ada 2 orang pasien terbaring di Rumah Sakit. Mereka menempati kamar rawat inap yang sama. Yang satu menghadap jendela dan yang satu hanya menghadap tembok.

Setiap pagi, pasien yang berada di sisi jendela berusaha menghibur rekannya yang tergolek di sebelahnya dengan menceritakan betapa indah pemandangan di luar. Ia ceritakan banyak mobil lal-lalang, lalu para pengunjung yang cantik cantik dan lucu, taman sebelah yang hijau dan cuaca yang indah pagi ini.

Pasien yang tidur menghadap tembok termenung dan mulai berpikir betapa tak adilnya RS ini menempatkannya di sisi yang tanpa jendela. Setiap hari ia meratapi dalam hati mengapa bukan ia yang tidur menghadap jendela.

Suatu pagi, temannya tak lagi berceloteh mengenai pemandangan indah di luar. Ia sudah meninggal selamanya karena tak kuasa menahan sakit yang tak kunjung tersembuhkan.

Rekan ini segera saja meminta kepada perawat "Suster, bolehkah saya pindah ke tempat tidur sebelah?"

Ia terperanjat bukan kepalang ternyata jendela itu hanya menghadap sebuah tembok besar warna putih dan kosong!

Berpikir positip memang tak selalu dapat mengubah keadaan namun setidaknya dapat merubah diri kita lebih baik. Jika kita berpikir secara benar tantang situasi yang sulit maka Insyallah perjalanan kita melalui kehidupan ini akan menjadi lebih baik.

Selamat Tahun Baru dengan Semangat Baru dan Salam Sukses.

Suwun,
NV

Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tulisan di atas kemudian diberi komentar oleh sahabat sbb:
 
Assalamualaikum capt..., apakah anda sekarang beralih profesi menjadi dukun ?...
Gusnug, 6 Januari 2010

Kemudian, (penulis komentar dibawah ini telah almarhum, seorang sahabat bernama Soedjoeri Widodo)
Mas Novan dan teman2 lainnya;

Tergelitik saya ingin menanggapi apa yang ditulis oleh mas Novan tsb.
Kita bisa setuju, juga bisa tidak setuju dengan apa2 yang ditulis oleh mas Novan tersebut. Yang membuat kita adalah mahluk yang termulia di dunia ini adalah karena kita mempunyai kebebasan memilih atas apa yang ingin perbuat. Dan memang hidup ini adalah bagaimana kita me-respon atas stimulus yang kita terima dari luar. "Hidup ditentukan oleh 90% bagaimana kita ber-reaksi terhadap hal2 yang datang ke kita, dan 10% adalah murni inisiatif diri". Jadi kualitas hidup kita sangat ditentukan oleh bagaimana pilihan tindakan yang kita ambil.
Mas Novan mengambil sikap positif terhadap hal2 yang datang pada dirinya, orang lain mungkin bisa mengambil sikap negatif sehingga bawaannya akan curiga saja, atau bisa ber-ubah2 kadang2 positif kadang2 negatif. Hak dia untuk bersikap seperti itu.
Kemudian siapa yang berhak mengatakan "kemandegan". Mestinya ya dirinya sendiri, bukan oranglain. Bisa saja orang luar memandang itu sebagai kemandegan; yang paling penting adalah diri sendiri memandang itu kemandegan atau bukan. Being excellence is not how good we compare with others, but with ourselves yesterday.
Kalau saya flashback awal tahun 2009 dan awal 2010, pekerjaan saya tetap sebagai trainer, puaskah saya? Apakah saya mandeg? Saya puas, dan saya tidak merasa mandeg, karena saya merasa I am better now compared dengan awal 2009; meskipun saya juga evaluasi diri dan berpendapat I can still do better.
Karena itu, semuanya berpulang pada diri sendiri, bagaimana kita menetapkan dasar pola pandang kita, bagaimana kita ber-reaksi yang lebih ber-kualitas terhadap stimulus yang kita terima, dan bagaimana kita selalu (seperti yang dikatakan mas Novan) men-syukuri apa yang kita capai atau miliki.

Have a very brighter day today.

salam
Juri
, 6 Januari 2010

Perjalanan ke Monrovia Liberia DAY 1



Perjalanan ke Monrovia Liberia DAY 1


Suasana mendung menyelimuti kota Jakarta dan sekitarnya.


Rabu, 30 Januari 2013 sekitar pk 17:00 WIB pesawat Airbus A330-300 meninggalkan bandara Halim Perdana Kusuma menuju ke Monrovia ibu kota Liberia melalui Dubai Uni Emirat Arab.

Penerbangan ke Dubai memerlukan waktu 8 jam 40 menit mengarah ke Barat Laut, menyusuri Selatan pulau Sumatera melewati sebagian besar wilayah India dan langsung menuju Dubai.

Ada 2 kali sajian makan selama penerbangan ini, makan malam dan supper berupa hot snack. Namun sebagian besar penumpang nampak tertidur lelap setelah sajian makan malam selesai dihidangkan.

Cuaca cukup cerah malam ini, bintang bertaburan berkerlap-kerlip di angkasa malam namun adanya "jet stream" di wilayah India menimbulkan guncangan cukup keras selama 20 menit yang memaksa penerbang untuk menurunkan ketinggian jelajah dan memperlambat laju pesawat untuk mengurangi guncangan yang terjadi mana kala penumpang sedang asyik tertidur.

Pesawat mendarat hampir tengah malam waktu Dubai untuk mengisi bahan bakar dan melakukan pertukaran awak pesawat untuk meneruskan penerbangan selanjutnya.

Kesibukan bandara Dubai pada tengah malam justru mencapai puncaknya, pesawat berputar kesana kemari menunggu giliran untuk mendarat karena kepadatan lalu-lintas udara di sekitar Dubai.

Kota Dubai dan bandara Dubai terang-benderang tak ubahnya kesibukan siang hari. Pesawat dan berbagai kendaraan berseliweran campur baur di bandara Dubai, semuanya menciptakan keasyikan untuk diamati karena mereka dilengkapi lampu-lampu berputar (rotating beacon light) berwarna jingga dan merah berkedip-kedip di pelataran parkir bandara Dubai. Mirip serombongan Kunang-Kunang besar yang bermain pada malam hari.

Sekitar pukul 1 dini hari, pesawat meninggalkan Dubai menuju ke Monrovia ibu kota Liberia yang terletak di pesisir Barat benua Afrika. Penerbangan Dubai ke Monrovia memerlukan waktu 10 jam 40 menit! Ternyata luas juga benua Afrika dan jarang yang menyadari kalau pesisir Barat Afrika letaknya sejajar dengan wilayah Inggris dan Irlandia yang menjadikan jam setempat menunjukkan GMT +0.

Penerbangan ke arah Timur sejak dari Halim PK menjadikan malam terasa sangat panjang. Hanya sekitar 1 jam terang matahari sejak meninggalkan Halim PK dan 2,5 jam kemudian menjelang mendarat di Monrovia, selebihnya adalah malam yang panjang padahal sudah lebih dari 22 jam perjalanan!

Kami mendarat di Monrovia pagi hari pukul 8 (atau pk 15 WIB) dengan cuaca mendung tipis.

Ketika pesawat berputar di atas laut mendekati bandara Roberts, hatiku berdebar karena ini merupakan pengalaman perjalanan pertama kali melewati Samudra Atlantik dari sisi Barat. Belasan tahun lalu, aku pernah berdiri di sebuah tebing laut di pinggiran wilayah kota Dublin Irlandia memandangi Samudra Atlantik yang megah namun baru kali benar-benar terbang di atasnya meski hanya sebentar.



Khayalanku ingin melihat sebuah negara (atau kota) mungil yang indah dan resik di Afrika mendadak sirna setelah sesaat memperhatikan suasana bandara International Roberts, Monrovia.

Negara Liberia merupakan negara kecil yang terletak di wilayah Afrika Barat yang berbatasan dengan Sierra Leone pada sisi Barat, Guinea di Utaranya dan Pantai Gading di sebelah Timur serta Samudra Antlantik pada sisi Selatannya.

Sejarah terbentuknya negara Liberia diawali tahun 1822 dimana the American Colonization Society memprakarsai pengembalian orang hitam Amerika (African-American) ke benua Afrika dan menetapkan Liberia sebagai lokasi penempatan mereka. Pada tahun-tahun selanjutnya, banyak pula orang hitam Amerika yang suka-rela berimigrasi ke Liberia yang kemudian mereka disebut Americo-Liberia yang merupakan leluhur bagi sebagian besar rakyat Liberia saat ini.

26 Juli 1847 warga Americo-Liberia menyatakan kemerdekaan Republik Liberia dengan nama ibu kota Monrovia yang diambil dari nama James Monroe, presiden Amerika kelima yang sangat mendukung gerakan kolonialisasi. Tahun 1980 terjadi sebuah kudeta militer dipimpin oleh Master Sergeant Samuel Kanyon Doe mengakhiri kekuasaan Americo-LIberia dan peristiwa itu memicu terjadinya ketidak-stabilan ekonomi, politik dan perang saudara yang menghancurkan Liberia. Perjanjian Perdamaian ditanda-tangani tahun 2003 membuahkan Pemilu pada tahun 2005 dimana terpilih Presiden Ellen Johnson Sirleaf (wanita Americo-Liberia) selama 2x periode Pemilu tahun 2005 dan 2011 hingga kini.

Republik Liberia dengan luas wilayah 111.369 km2 beriklim tropis dengan jumlah penduduk 3,7 jiwa yang berbahasa utama Inggris dengan PDB Per Kapita hanya USD 500an.

Kami meninggalkan bandara Roberts segera terlihat "kesahajaan" negeri ini. Tentara bersenjata berseragam United Nation berjaga sepanjang jalan. Pasukan Polisi yang berpatroli juga berseragam United Nation Police. Jalanan beraspal mulus namun cukup sempit untuk dipergunakan berpapasan. Suasana pedesaan sangat terasa meskipun semua tanda-tanda dan papan nama menggunakan bahasa Inggris. Jalanan cukup lengang, sesekali terlihat penduduk setempat terlihat berjalan kaki menyusuri sisi jalan. Beberapa penduduk terlihat mengambil air dari pompa-pompa air di tempat tertentu. Suasananya mirip di pedesaan Sumatera.

Kami menginap di sebuah hotel sekitar 1 jam perjalanan antara bandara dan pusat kota Monrovia. Sebuah hotel yang sederhana bahkan sangat sederhana lebih buruk dari pada hotel-hotel lokal di kota-kota Papua Barat.

Sulit untuk mengembalikan harapan untuk melihat kota kecil yang indah di Afrika.



Aku sedang berada di sebuah tempat "antah-berantah" dan mencoba tidur siang sambil menyesuaikan body clock dengan waktu setempat, jam menunjukkan pk 12 siang atau pk 19 WIB.

Monrovia, 31 Januari 2013
Salam hangat,
NV

Perjalanan ke Monrovia Liberia DAY 2



Perjalanan ke Monrovia Liberia DAY 2
 
Sulit benar untuk tidur di malam hari karena adanya perbedaan waktu. Tengah malam waktu Monrovia adalah pagi hari Waktu Indonesia Barat.

Antara terbangun dan ingin tidur, aku isi waktu dengan menuliskan cerita ini.

Situasi keamanan di Liberia secara umum masih mengandung kerawanan, sehingga kami agak berhati-hati bepergian meninggalkan hotel tempat menginap.

Liberia mengalami perang saudara selama 14 belas tahun 1989 - 2003 dan telah menjalani transisi pemerintahaan selama 2 tahun. Akhir tahun 2005, Liberia melaksanakan Pemilu Legislatif dan presiden secara demokratis. Presiden Ellen Johnson-Sirleaf terpilih sebagai wanita pertama yang menjadi kepala negara di Afrika.

Pada tahun 2005, Liberia memiliki tingkat pengangguran 85%, terburuk di dunia. Namun selama 2 periode kepemimpinannya hingga sekarang, Presiden Sirleaf telah membawa Liberia kedalam situasi aman yang relatif stabil, meskipun masih terdapat kantung-kantung wilayah tertentu yang kurang aman. Pada 8 tahun pemerintahannya, Liberia mengalami perbaikan ekonomi yang sangat baik, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 tercatat 6,9% dan prediksi tahun 2012 mencapai 8,8%. Disamping itu tingkat inflasi juga menurun dari 17,5% tahun 2011 menjadi 7,3% tahun 2012.

Liberia juga merupakan negara terbesar kedua setelah Panama dalam hal registrasi kapal laut (ship registry). Banyak kapal laut asal negara lain yang didaftarkan registrasinya dibawah bendera Liberia antara lain untuk menghindari hukum nasional setempat dengan tujuan mendapat keringanan biaya operasional dan upah awak kapal yang rendah.

Mata uang Liberia adalah Liberian Dollar (LRD) dimana 1 USD setara 70 LRD. Namun dalam perdagangan sehari-hari mata US Dollar lebih banyak dipergunakan.

Ibu kota Monrovia terletak di bagian Utara pantai Liberia, di negara bagian Montserrado County, tepatnya di tanjung Cape di hulu sungai Mesurado. Berpenduduk sekitar 1 juta jiwa.

Sambil makan siang, kami jalan-jalan melihat suasana kota Monrovia.

Benar-benar sebuah kota yang bersahaja untuk tidak menyebutnya sebagai tertinggal. Toko-toko di pusat kota tak ubahnya toko-toko di wilayah kota kecil atau pedesaan di Indonesia. Tak ada mall atau pusat perbelanjaan, barangkali satu-satunya toko besar hanyalah super market toko swalayan sekelas Alfamidi.

Sasaran untuk mencari piring souvenir khas Liberia menjadi sirna karena memang tak ada toko yang menjualnya. Meskipun tak banyak penjual kaki lima namun banyak juga penjaja keliling perorangan menawarkan berbagai dagangan, misalnya sepatu sport, T Shirt, handuk, makanan kecil dll.

Aku juga tak melihat hotel jaringan internasional di ibu kota Liberia ini. Kebanyakan hotel bernama dan berhuruf Cina karena tampaknya memang milik investor Cina.

Kalaupun ada bangunan gedung agak megah, umumnya kantor United Nations atau kantor Kedutaan Asing.

Beberapa barang import terbilang tidak murah. Sebagai contoh, gantungan kunci berlambang bendera Liberia dihargai cukup mahal USD 5 per buah, sebuah Televisi LCD ukuran 32 inci bukan bermerk Jepang atau Korea dibaderol USD 500. Sebuah apartment satu kamar ditarik tarip USD 1.200-1.500 per bulan. Hotel yang kami tempati barangkali sekelas bintang 2 atau 3 tapi bertarip USD 200 sd USD 350 semahal Grand Hyatt di Jakarta!

Sementara itu dalam bincang-bincang dengan seorang Polisi Lalu-Lintas mengaku digaji hanya USD 50 per bulan itupun kadangkala gajinya ditangguhkan beberapa bulan kemudian. Sedangkan perkiraan pegawai UN di seluruh Liberia berjumlah 15 ribu orang yang tentu kebanyakan asing (termasuk WNI) yang tentunya digaji sesuai standar gaji UN.

Ada pasar Waterside Market yang merupakan salah satu pasar terbesar di Monrovia yang terkenal sebagai pusat perdagangan tekstil dan barang kerajinan, namun sesuai bisik-bisik dengan pegawai United Nations menyarankan untuk tidak mengunjungi pasar itu karena rawan pencopetan.

Namun berita gembiranya, aku berhasil memperoleh bahan kain "batik" lokal motif Liberia dengan harga sangat murah.

Rasanya aku akan meninggalkan kota Monrovia dengan rasa trenyuh namun sekaligus mensyukuri betapa nikmat dan terasa mewah hidup di Indonesia.

Monrovia, 1 Februari 2013
Salam hangat,
NV

CATATAN:

Ada beberapa sahabat yang bertanya "mengapa harus ke Monrovia Liberia yang lebih terdengar sebagai negara -miskin-"?

Terus terang saja, aku sebenarnya tidak kompeten dan tidak dalam posisi untuk menjelaskan tujuan perjalanan ini. Lagi pula kisah ini agar dibatasi saja sebagai kisah perjalanan pelancongan wisata biasa.

Namun memang sulit untuk dipungkiri, tentu banyak pertanyaan seputar tujuan dan alasan penerbangan ini yang sebenarnya menjadi ranah media pers di Indonesia.

Sebagai pribadi aku mohon ijin sharing sbb;

Berdasarkan catatan Kementrian LN RI, nilai perdagangan RI dan Liberia tahun 2011 mencapai USD 30,9 juta. Nilai ekspor Liberia ke Indonesia tercatat USD 21,1 juta yang didominasi oleh komoditas besi, baja, kapal, perahu dan floating structures. Sedangkan ekspor Indonesia ke Liberia hanya USD 9,8 juta didominasi oleh produk sabun, pelumas, lilin, minyak, lemak hewani dan nabati. Pada periode Januari - Juli 2012, nilai total perdagangan mencapai USD 16,8 juta atau meningkat 67% dibandingkan periode yang sama tahun 2011 (USD 10,1 juta) dengan surplus di pihak Indonesia ke Liberia sebesar USD 15,3 juta.

Setidaknya ada 2 perusahaan swasta Indonesia yang berinvestasi di Liberia pada sektor perkebunan Kelapa Sawit yaitu PT Sinarmas dengan konsesi 240.000 hektar dan PT SMART yang bermitra dengan Golden Veroleum Liberia dengan total konsesi 500.000 hektar.

Selanjutnya ada potensi kerja-sama teknik pertanian dan perikanan serta pembangunan UKM yang juga menjadi expertise Indonesia untuk ditawarkan.

Lebih lanjut, adanya Panel Tinggi Penyusun Program Pasca MDG's (Millenium Development Goals) 2015 atau High Level Panel on Post (HLP) 2015 yang dibentuk PBB yang bertujuan untuk menyusun masukan dan rekomendasi strategi pembangunan dunia di masa datang setelah periode MDG berakhir 2015, khususnya masalah pengentasan kemiskinan. Diharapkan program-program baru pasca MDG's 2015 dapat mengakomodasi semua kepentingan negara-negara karena panel tertinggi yang membahas program itu beranggotakan perwakilan dari negara maju dan negara berkembang.

HLP beranggotakan 27 anggota ini diketuai secara bersama oleh Presiden Liberia Ellen Johson Sirleaf, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Sementara itu 24 anggota panel lainnya terdiri dari tokoh-tokoh dunia dari kalangan pemerintahan, bisnis maupun masyarakat sipil yang memiliki perhatian besar pada agenda pembangunan global. Tokoh-tokoh tsb antara lain; Ratu Rania dari Yordania, Horst Kohler mantan Presiden Jerman, Emillia Pires menteri Keuangan Timor-Leste, Patricia Espinosa Menlu Meksiko, Yaman Tawakel Karman wartawati dan aktifis HAM Yaman, Naoto Kan PM Jepang, Graca Machel aktivis Afsel, Paul Polman CEO Unilever dan tokoh dunia lainnya.

Pertemuan di Monrovia Liberia, merupakan pertemuan ketiga setelah pertemuan HLP pertama di New York bulan September 2012 dan pertemua kedua di London November 2012 yang lalu. Pertemuan keempat direncanakan akan dilaksanakan di Bali tahun 2013 ini yang diharapkan menjadi pertemuan akhir untuk menyusun laporan akhir HLP untuk kemudian diserahkan ke Sekjen PBB Mei 2013.

Untuk diketahui, perjalanan ini juga diikuti oleh beberapa Pemimpin Redaksi dan wartawan cetak, elektronik maupun Televisi yang sebenarnya lebih layak menyampaikan penjelasan diatas.

Semoga saja penjelasan diatas dapat memberikan gambaran umum mengenai tujuan perjalanan ini.

Monrovia, Liberia 2 Februari 2013
Salam hangat,
NV

Perjalanan ke Abuja Nigeria



Perjalanan ke Abuja Nigeria
 
Bagi kebanyakan orang bangun tidur pk 4 pagi waktu setempat pada GMT +0 atau pk 11 pagi WIB, bukan hal yang mudah untuk disesuaikan. Kesulitan penyesuaian "body clock" terhadap tempat yang mengalami perbedaan waktu, sering disebut jet lag.

Pagi-pagi buta, kami berangkat dari penginapan untuk menuju bandara Roberts Monrovia yang belum juga dibuka untuk jam operasi normal. Meskipun jalanan masih lengang namun beberapa kali mobil kami melambatkan lajunya karena kabut yang menghalangi pandangan.

Pagi ini, kami meninggalkan bandara internasional Roberts Monrovia menuju ke bandara internasional Nnamdi Azikiwe di Abuja Nigeria yang terletak pada sisi Timur dari Liberia dengan waktu tempuh penerbangan selama 3 jam 15 menit.

Keberangkatan kami ke Nigeria diiringi lambaian hangat dari Presiden, Pejabat Pemerintahan dan rakyat Liberia yang penuh kesahajaan.

Cuaca cerah selama penerbangan tapi pesawat terus bergunjang karena perubahan arah dan kecepatan angin pada ketinggian 37 ribu kaki.

Semakin mendekati daratan Nigeria segera semakin jelas wilayah Abuja berbukit-bukit batu yang tinggi dan terjal. Sekilas pemandangan agak hijau dengan jaringan jalan yang cukup luas dan panjang yang menandakan tingkat perekonomian Nigeria lebih baik dari tetangganya, Liberia.

Kami mendarat dengan sangat mulus di landasan 22 bandara Nnamdi Azikiwe di Abuja yang tampak lebih megah dan tertata rapi dibandingkan bandara Roberts di Monrovia.

Negara Nigeria terletak di sebelah Barat benua Afrika yang berbatasan dengan Benin di sebelah Barat, Chad dan Kamerun di sisi Timur dan Niger di Utaranya serta kawasan teluk Guinea dan Samudra Atlantik di sebelah Selatan.

Nigeria bekas jajahan Inggris yang memiliki luas 923.768 km2 berpenduduk 170 juta jiwa (perkiraan 2012) dengan PDB Per Kapita USD 2.582 (th 2011). Tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,2% (2011) dengan nilai GDP sebesar USD 273 Milyar yang merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Afrika. Nigeria menjadi salah satu negara yang "berhasil" menghapuskan subsidi bahan bakar minyak sejak Januari 2012. Nilai subsidi BBM tahun 2010 mencapai USD 9,36 Milyar dan USD 10,7 Milyar tahun 2011.

Serupa dengan Liberia, negara Nigeria juga mengalami konflik bersenjata cukup lama. Pada tahun 1970 hasil minyak yang diperoleh dari Niger Delta menghasilkan kekayaan luar biasa bagi Nigeria. Namun demikian, ekonomi masyarakat Nigeria tidak mengalami peningkatan yang menyolok karena maraknya perebutan kekuasaan di kalangan petinggi pemerintahan dan hingga tahun 2007 menghadapi masalah korupsi serta Pemilu yang silih berganti namun dianggap gagal karena pelaksanaan yang dianggap tidak bersih.

Nigeria berbentuk republik federal yang mengikuti bentuk pemerintahan Amerika, negara ini terdaftar sebagai the Next Eleven ekonomi dunia. Nigeria adalah salah satu negara pengekspor minyak terbesar ke-7 dan ke-10 untuk gas alam di dunia. Ketergantungan ekonomi Nigeria pada sektor minyak dan gas sangat tinggi.

Dalam hubungannya dengan Indonesia, sangat banyak kesamaan prinsip-prinsip yang dianut, misalnya saja politik luar negeri yang moderat, negara berkembang, anggota GNB, OKI, Kelompok 77, D-8, G-15, OPEC, PBB, Anti apartheid, dan sama-sama mewujudkan Tata Informasi Dunia Baru.

Topik bahasan yang tentunya juga penting antara kedua negara yaitu mengenai keterlibatan WN Nigeria pada kasus peredaran Narkoba di Indonesia.

Mata uang Nigeria adalah Naira (NGN) dimana 1 USD setara NGN 155.

Sementara itu, ibu kota Nigeria adalah Abuja yang terletak di Teritori Ibu Kota Federal sebagai buah keputusan pemindahan ibu kota dari Lagos pada tahun 1976. Kini Abuja secara resmi menjadi ibu kota sejak 1991 dimana banyak negara turut memindahkan kantor Kedubes ke Abuja namun tetap mempertahan kantor Konsulat mereka di Lagos.

Kami meninggalkan bandara menuju Abuja dan segera tampak jalanan yang sangat lebar yang sedang dalam proses pembangunan di kedua sisinya. Kondisi pembangunan tsb sangat kontras dengan bentuk Pos Polisi di perempatan jalan yang sangat seadanya tak terawat. Di beberapa tempat keramaian masih tampak para "timer" (preman yang biasa mengatur angkot di Indonesia) tak ubahnya kota-kota yang sedang berkembang. Debu tanah merah juga masih berterbangan di jalanan. Tampak pula beberapa gedung sedang dalam proyek pembangunan, tanda ekonomi kota Abuja sedang menggeliat. Suasananya mirip kota di Batam manakala awal pembangunannya sebagai daerah otorita Batam.

Entah mengapa ada rasa "was-was" berdekatan dengan rakyat setempat yang berkulit hitam ini. Kami mendapat peringatan untuk tidak meninggalkan hotel tempat kami menginap.

Orang dapat melakukan penukaran mata uang secara perorangan di jalanan yang tentunya bukan Money Changer resmi seperti yang biasa kita lihat di kota-kota besar. Hal semacam ini malah menambah kesan ketidak-tertiban bahkan cenderung berbau rawan kriminalitas. Kami harus terus-menerus saling mengingatkan untuk mengawasi barang bawaan masing-masing agar tidak hilang atau disusupi sesuatu. Bagaimanapun juga banyaknya kisah tertangkapnya WN Nigeria dalam kasus peredaran narkoba khususnya di Indonesia sangat mencemaskan.

Barangkali juga ini merupakan implikasi dari kesenjangan sosial untuk negara yang ekonominya sedang giat berkembang dan didera konflik kekuasaan yang berkepanjangan. Konon tingkat pengangguran 21% dan jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan 70% (data 2011).

Logat bahasa Inggris penduduk, baik di Monrovia maupun Abuja agak sulit dimengerti. Mereka seperti memenggal kata-kata bahasa Inggris sesuai dialek mereka sendiri sehingga seringkali aku minta pengulangan untuk memahami maksud perkataan mereka.

Meskipun aku tak memahami bahasa lokal mereka namun dari gerak tubuh dan raut wajah seperti menunjukkan ungkapan saling menyalahkan bahkan seperti orang sedang saling ngotot berdebat tentang sesuatu hal. Banyak hal serasa rumit karena mudah sekali menimbulkan "salah pengertian". Kalaupun ada keramah-tamahan seperti terasa artificial belaka. Intinya, aku masih merasa kesulitan untuk memahami adat istiadat setempat.

"Keluhan" yang serupa dialami oleh rombongan delegasi yang lain. Sulit diterima akal sehat jika tarip kamar hotel tempat kami menginap yang kelas 3 dihargai USD 280 untuk kamar single standar dan USD 340 untuk kamar Deluxe Executive. Sementara itu, hotel Hilton di Abuja mematok tarip USD 500 untuk kamar standar dan USD 700 untuk kamar Executive. Jauh lebih mahal dari pada tarip hotel di London dan itu semua harus dibayar cashed up on check-in!

Kami hanya menghabiskan waktu berada di hotel sambil makan malam dihibur oleh home band yang kebetulan sangat piwai menyanyikan lagu-lagu Jamaican Reggae.

Hanya 16 jam di Abuja, pagi pukul 6, kami sudah bersiap untuk meninggalkan Abuja dengan sederet tanda tanya yang menggantung.........

Abuja Nigeria, 3 Februari 2013,
Salam hangat,
NV

Perjalanan ke Cairo Mesir



Perjalanan ke Cairo Mesir
Sekitar pukul 19 malam waktu Saudi Arabia, kami meninggalkan bandara Medinah.

Pesawat tinggal landas melalui landasan 18 mengudara ke Selatan dan setelah memperoleh ketinggian yang cukup untuk menghindari tingginya gunung-gunung batu di sekitar bandara. Kemudian pesawat berbelok ke arah kanan untuk menuju ke Cairo Mesir. Sambil berbelok ke arah Barat Laut kami mengitari kota Medinah yang cerah terang benderang dengan titik pusat Masjid Nabawi yang tampak sangat indah dan megah dari angkasa pada malam hari ini.

Pesawat terus naik sampai ketinggian jelajah 40 ribu kaki sambil menerima tekanan angin dari arah depan (angin Sakal) yang mencapai 180 s/d 200 km per jam. Penerbangan ke Cairo akan memakan waktu sekitar 1 jam 43 menit.

Mesir terletak di Afrika sebelah Utara di tepi Laut Tengah (Mediterania) yang menghubungkan benua Afrika dengan Asia yakni semenanjung Sinai yang menghubungkan Mesir dengan Asia Barat. Mesir berbatasan dengan Laut Merah, Yordania, Jalur Gaza dan Israel di sebelah Timur, Sudan dibagian Selatan dan Libya di sebelah Barat.

Mesir merupakan salah satu negara berpenduduk terpadat di Afrika dan Timur Tengah. Beberapa suku bangsa menjadi mayoritas, misalnya; bangsa Berber, Nubian, Bedouin, Beja, Yunani, Armenia dan Eropa lainnya. Sebagian besar penduduk terpusat di sepanjang Sungai Nil yang subur, daerah perkotaan Cairo dan Alexandria.

Luas wilayahnya sekitar 1.002.450 km2 dengan populasi 84 juta (data 2012) dimana lebih dari 45 juta penduduk bertempat tinggal di Cairo dan Giza sehingga Cairo juga disebut the Great Cairo. Mayoritas penduduk beragama Islam (90%) sisanya Koptik (Kristen Ortodoks) dan Kristen. Selain berbahasa Arab, mayoritas penduduk berbahasa asing Inggris dan Perancis.

Cairo sebagai ibu kota Mesir merupakan sebuah kota yang cantik dan kaya akan daya tarik monumen bersejarah, misalnya saja, Piramid di Giza, Patung Sphinx. Kota Luxor dengan kuil Karnak, lembah raja-raja dan Aswan. Lalu kota Alexandria yang indah di laut Tengah.

Namun keindahan Mesir pada tahun-tahun belakangan ini selalu diwarnai gejolak politik dan kerusuhan sosial dalam negeri.

Sebenarnya situasi dalam negeri Mesir dapat dibagi menjadi 2 periode, yakni sebelum dan sesudah Revolusi 25 Januari 2011. Revolusi rakyat Mesir 25 Januari yang mengakhiri kekuasaan Presiden Mubarak selama lebih dari 30 tahun (1981 sd 2011) menjadi sebuah awal proses transformasi tatanan politik Mesir.

Sebelumnya, sekitar 2003 sebuah gerakan Kefaya atau Gerakan Mesir untuk Perubahan, diluncurkan untuk menentang rezim Mubarak dan untuk menegakkan demokrasi serta kebebasan rakyat.

Sebenarnya Presiden Mubarak sudah pernah memberikan rakyat untuk memilih lebih dari satu calon Presiden namun berbagai persyaratan dan tuduhan kecurangan justru menyulut ketidak-puasan sehingga terjadi Revolusi 25 Jan 2011.

Pada tanggal 11 Februari 2011 merupakan hari bersejarah ketika secara resmi Mubarak mengundurkan diri dan meninggalkan Cairo sehingga secara de facto kekuasaan pemerintahan sementara dipegang oleh Supreme Council of the Armed Forces yang dipimpin oleh Mohamed Hussein Tantawi.

Kemudian menyusul Parlemen baru dipilih dan 8 Juli 2012, Mohamed Morsi diangkat sebagai Presiden baru Mesir. Namun kehidupan politik dan sosial masih terus bergolak dari para demontran dan pihak oposisi pemerintah yang baru.

Berhentinya kegiatan perekonomian selama Revolusi 25 Jan 2011 dan pemberlakuan jam malam menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat parah dan menjauhnya para investor dari Mesir.

Sehubungan itu ada 3 langkah strategis yang dilakukan pemerintah;

1. Menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi rakyat Mesir

2. Memberikan subsidi sektor produksi dan kemudahan cukai serta pajak bagi para produsen.

3. Menempuh berbagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan dunia terhadap ekonomi Mesir.

Bagaimanapun juga, faktor jumlah penduduk, sejarah, kekuatan militer, posisi geografis yang strategis menjadi Mesir sebagai "key player" di kawasan Timur Tengah.

Sudah sejak awal, negara Mesir sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, bersahabat sangat baik dengan Indonesia hingga kini.

Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser merupakan salah satu pelopor Gerakan Non-Blok (GNB), Mesir juga sangat aktif mempertemukan Asia dengan hubungan multi-lateral G-15, D-8 dan Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Cairo menjadi tuan rumah sidang OKI pada tahun ini, namun konon beberapa negara telah menyampaikan penyesalannya absen dengan berbagai alasan pada sidang tsb.

Bandara Internasional Heca di Cairo merupakan bandara yang besar dan sibuk yang dilengkapi 3 landasan paralel, landasan 23/05 Left, Center dan Right.

Pesawat mendarat sangat mulus di landasan 23R yang panjangnya 3.300 meter pada pukul 20:24 waktu setempat (GMT+2). Suhu rata-rata di Cairo 12 sd 20 derajat Celsius, lumayan sejuk yang mengikuti suhu Eropa dengan kelembaban udara yang sangat kering.

Kami menginap hanya semalam di sebuah hotel mewah di kawasan mewah Heliopolis.

Meskipun kurang tidur, pagi-pagi benar kami keluar hotel menyempatkan waktu yang ada untuk melihat-lihat kota Cairo dan sekitarnya.

Rumah-rumah di Cairo mayoritas berwarna coklat kusam berdebu namun interior di dalamnya biasanya didisain sangat mewah. Begitulah, sepertinya orang Cairo mempunyai motto "Inner Beauty" cantik di dalam lebih penting dari penampilan luar.

Ada sebuah kawasan di dalam kota Cairo disebut The City of the Death dengan luas area yang memanjang sekitar 15 km peninggalan Sayidina Husein (Cucu nabi Muhamad SAW?) yang dipergunakan sebagai lokasi "pelarian" ke Mesir. Wilayah ini kemudian secara turun-temurun dijadikan tempat tinggal sekaligus kuburan keluarga. Dengan berjalannya waktu, kini wilayah ini menjadi kuburan-kuburan tua yang sebagian masih berbentuk rumah dan dijadikan kuburan keluarga sehingga disebut the City of the Death. Ketika belakangan harga tanah di Cairo semakin mahal maka sebagian dari rumah-rumah kuburan dialih fungsikan menjadi warung, kafe dan rumah penginapan meskipun kawasan ini lebih menyerupai daerah bekas perang pengeboman yang berpenampilan reruntuhan rumah-rumah.

Sepanjang jalan ke the City of the Death ada dinding berlubang serupa benteng yang disebut Dinding Citadel. Dinding tsb selain sebagai benteng wilayah Citadel pada jaman dahulu, juga dahulu di bagian atas dinding dijadikan saluran irigasi dimana air dari sungai Nil dipompa ke atas untuk dialirkan ke area Citadel. Dinding Citadel masih kokoh berdiri hingga kini namun saluran irigasinya sudah tak berfungsi karena pompa-pompa air peninggalan kuno tsb tidak dipelihara secara baik.

Sungai Nil memang menjadi urat nadi kehidupan bangsa Mesir. Sungai besar ini memiliki cabang-cabang kecil yang berada di tengah kota Cairo. Pasang-surut sungai Nil membentuk daratan-daratan di tengahnya. Pulau-pulau kecil tsb oleh pemerintah dijadikan tempat pertanian rakyat untuk bercocok tanam sayur mayur, gandum, padi dan buah-buahan sampai tanaman keras untuk kebutuhan bahan pangan setempat.

Kami menyusuri jalanan kota tua Cairo yang sepeninggal Raja Firaun diduduki oleh Yunani sehingga sebagian besar penamaan tempat Mesir mempergunakan bahasa Yunani.

Setelah jembatan panjang menyeberangi sungai Nil maka kami memasuki wilayah Giza. Giza merupakan daerah yang dihuni oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Agak berbeda dengan perumahan di Heliopolis, rumah-rumah di Giza kebanyakan dibuat bertingkat dengan dinding bata telanjang tanpa cat. Mereka membangun rumah bertingkat dan siap dinaikkan ke atas (bertingkat 3, 4, 5 sesuai kebutuhan) menyesuaikan jumlah anak (anggota keluarga) karena harga tanah yang mahal di daerah Cairo. Orang menyebutnya sebagai the Progress Houses karena pembangunannya dicicil secara bertahap.

Kami memasuki wilayah kuno Giza dimana terletak the Great Pyramid.

Piramid Giza terdiri dari 3 piramid. Piramid terbesar adalah Piramid Kufu yang dibangun selama 20 tahun oleh raja Kufu sekitar 4.500 tahun silam dengan ketinggian piramid 148,8 m. Piramid ini dibangun dengan susunan batu-batu granit berkualitas yang didatangkan dari daerah Luxor Aswan kurang lebih sejumlah 5,9 juta potongan batu yang masing-masing mencapai berat 1 sd 3 ton. Terlalu rumit untuk membayangkan proses pemotongan dan pengiriman batu-batu tsb dari Luxor Aswan sampai ke daerah Giza pada jaman itu. Jika dikalkulasi secara rata-rata para tukang potong batu jaman itu memproduksi lebih kurang 800 batu per hari.

Sebelahnya ada Piramid Kufru, anak dari raja Kufu dan sebelahnya lagi ada piramid yang agak kecil dibangun oleh cucu raja Kufu.

Sambil turun dari perbukitan piramid, kami mampir ke sebuah area dimana berdiri sebuah Spinx yang dahulunya tertimbun tanah.

Gambaran umum wilayah wisata kota tua di Giza maupun di Cairo kurang terawat dengan baik. Masyarakat setempat sepertinya tak peduli kebersihan lingkungan dan potensi kekayaan situs-situs peninggalan para leluhur. Mereka cenderung memanfaatkan situs-situs tsb untuk tujuan keuntungan ekonomi sesaat demi memperoleh tambahan uang tanpa mengindahkan situs-situs itu sendiri sehingga kebanyakan situs di Mesir "dirawat" oleh UNESCO.

Debu, kotoran dan kencing Onta dibiarkan begitu saja menimbulkan bau kurang sedap dan tentu dapat menimbulkan penyakit. Bahkan ada ketentuan tak tertulis yang berlaku di sini bahwa "Setiap Dinding adalah Toilet" menjadikan banyak orang kencing di sembarang tempat.

Tour Guide kami memberikan peringatan agar tidak mudah "diperas" oleh orang Mesir terutama di area wisata atau di jalanan. Mereka sering pura-pura menawarkan sesuatu atau bantuan yang akhirnya hanya untuk minta uang.

Bahkan ada sebuah anekdot, seorang joki Onta menawarkan dirinya dengan pakaian adat setempat untuk dipotret secara gratis. Belakangan, setelah dipotret,  ia meminta uang jasa yang awalnya gratis tsb, katanya "potret dengan saya memang gratis tapi Onta saya perlu makan juga"

Begitulah, segala cara ditempuh untuk bertahan hidup bagi sebagian besar rakyat Mesir.

Jadi jika bertemu penduduk setempat yang pura-pura membantu sebaiknya sampaikan saja "Lak, Syukron .... No, thank you".

Sayangnya, tak banyak waktu tersisa untuk menjelajahi kota Cairo ......

Cairo Mesir, 6 Februari 2013
Salam hangat,
NV