Capt. Novianto Herupratomo
Tidak pernah memberikan pernyataan kepada
media bahwa “62% kecelakaan pesawat terbang di Indonesia disebabkan oleh ATC”
Sebagaimana diketahui pada tanggal 21 s/d 24 Mei 2012 diselenggarakan
Regional Runway Safety Seminar (RRSS) atas prakarsa Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan bekerja sama dengan International
Civil Aviation Organization (ICAO), Flight Safety Foundation (FSF), Association
of Asia Pacific Airlines (AAPA) dalam rangka untuk meningkatkan keselamatan
penerbangan di Indonesia, khususnya pada aspek Runway Safety (Keselamatan Landasan
Pacu) yang menjadi salah satu kontribusi terbesar kecelakaan fatal dalam
industri penerbangan di Indonesia.
Pada Seminar dan Workshop RRSS tersebut yang secara resmi dibuka oleh Wakil
Menteri Perhubungan, bapak Bambang Susantono pada Senin tanggal 21 Mei 2012
juga dibagikan materi-materi presentasi dari para Pembicara, baik materi
Seminar untuk tanggal 21 dan 22 Mei 2012 dan materi Workshop untuk tanggal 23
dan 24 Mei 2012 secara bersamaan.
Tampaknya beberapa wartawan dan awak media mengambil bahan-bahan presentasi
yang disediakan oleh panitia seminar RRSS tersebut dan kemudian mengutip
sebagian isi materi untuk disampaikan sebagai pemberitaan yang salah satunya
memuat pernyataan lebih-kurang sebagai berikut;
“62% kecelakaan
pesawat terbang di Indonesia disebabkan oleh Air Traffic Control” disampaikan
oleh Capt. Novianto Herupratomo.
Berita itu muncul dalam bentuk media on-line dan media cetak pada tanggal
21 Mei 2012 tanpa memperoleh klarifikasi terlebih dahulu dari Capt. Novianto
Herupratomo yang pada hari itu masih berada di Jakarta.
Agar diketahui bahwa Capt Novianto Herupratomo dijadualkan menjadi salah
satu pembicara pada RRSS di Bali pada hari Rabu tanggal 23 Mei 2012.
Humas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sudah berusaha menghubungi Editor atau
Redaktur media on-line ataupun media cetak yang melansir berita tersebut agar
segera memberikan ralat atas pemberitaan yang tendensius tersebut bahwa hal itu
bukanlah pernyataan resmi Capt Novianto Herupratomo, namun mereka menyatakan
keberatannya dan hanya memberikan hak jawab dalam bentuk klarifikasi.
Adapun bahan presentasi yang kemungkinan besar dijadikan sumber kutipan
para media sbb:
Permasalah terjadi ketika wartawan dan reporter media cetak dan media
on-line menterjemahkan (alih bahasa) kata “hazard” sebagai “kecelakaan”.
Penjelasan resmi presentasi diatas sebagaimana disampaikan oleh Capt
Novianto Herupratomo pada RRSS di Bali hari Rabu tanggal 23 Mei 2012 (bukan
hari Senin tanggal 23 Mei 2012) sbb;
Kita semua tentu maklum
bahwa dapat terjadi puluhan, ratusan atau bahkan ribuan HAZARD selama kita
mengoperasikan pesawat terbang setiap saat di dunia ini. Mayoritas dari HAZARD
operasional tersebut tentu tidak pernah dilaporkan dan hanya sebagian kecil
dari HAZARD tersebut yang dilaporkan secara tertulis. Garuda Indonesia (GA)
pada beberapa tahun terakhir ini berhasil mengelola HAZARD operasional
penerbangan yang rata-rata mencapai 2.000-an laporan per tahun. Laporan HAZARD
operasional di GA merupakan laporan yang berbasis “nun-punitive, voluntary dan
confidential”.
Dalam kaitan dengan seminar
ini, ditampilkan data-data laporan HAZARD operasional dari Internal Safety Data
Base GA sejak tahun 2009 s/d 30 Maret 2012 yang totalnya berjumlah 6.116
laporan HAZARD operasional, dimana 2,3% diantaranya berkaitan dengan Runway
Safety untuk wilayah Indonesia. Sekali lagi dijelaskan bahwa laporan HAZARD tsb
merupakan laporan internal GA dan tidak mencerminkan faktual HAZARD di
Indonesia yang datanya tentu saja tidak diketahui.
Meskipun hanya 2,3% dari
seluruh 6.116 laporan HAZARD itu merupakan sebuah angka yang relatif kecil
namun mengingat dampak dari HAZARD yang berkaitan dengan Runway Safety akan
dapat (belum tentu) berakibat pada kecelakaan fatal jika tidak dikelola secara
baik.
Dijelaskan lebih lanjut 2,3%
dari seluruh 6.116 laporan HAZARD tersebut yang berkaitan dengan Runway Safety
dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar sbb:
- · 62% merupakan faktor HAZARD yang berhubungan dengan Air Traffic Control
- · 28% merupakan faktor HAZARD yang berhubungan dengan Aerodrome
- · 10% merupakan faktor HAZARD yang berhubungan dengan Pilot
CATATAN:
62% dari 2,3% adalah 1,43% atau sebuah angka nominal yang relatif sangat kecil.
Pada presentasi ini juga
dipergunakan istilah “faktor” agar dapat dibedakan dengan jelas bahwa kelompok
pembagian tersebut bukan serta-merta merupakan besaran “penyebab” dari
terjadinya HAZARD tersebut.
Dalam presentasi ini juga tidak disebutkan sama sekali tentang Incident, atau Serious Incident, apalagi Accident
(sesuai definisi ICAO ataupun Civil
Aviation Safety Regulations).
HAZARD, Incident, Serious
Incident dan Accident merupakan istilah teknis
penerbangan yang umumnya hanya dipahami oleh masyarakat pelaku atau pemerhati atau
profesi industri penerbangan.
Oleh karenanya secara pemberitaan menjadi sebuah kesalahan fatal jika
kemudian “HAZARD” dialih-bahasakan dalam bahasa Indonesia menjadi “kecelakaan”
apalagi jika tidak mengikuti alur-penjelasan yang sesuai konteks pembahasan
saat presentasi dilakukan.
Pemuatan berita yang menyatakan:
“62% kecelakaan
pesawat terbang di Indonesia disebabkan oleh Air Traffic Control” disampaikan
oleh Capt. Novianto Herupratomo.
Merupakan rekaan atau asumsi para awak media itu, tentu saja dapat meresahkan
masyarakat pengguna dan pelaku penerbangan di Indonesia, dan bahkan dapat
melukai perasaan khususnya para Air Traffic Controller, hal mana sama sekali
bukan pernyataan resmi dari Capt. Novianto Herupratomo.
Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini Capt Novianto Herupratomo belum
dapat menemukan padanan kata “hazard” dalam khasanah bahasa Indonesia yang
sesuai.
Hazard secara teknis diterangkan sbb:
Energy sources, materials, conditions etc. which
CAUSES either one of or combination of the following
-
harm, including ill health and injury,
-
damage to property or environment,
-
production losses or
-
increased liabilities
Namun secara umum “hazard” dijelaskan dengan
pengertian sbb:
- Situasi atau kondisi yang berpotensi
dapat (belum tentu) mengancam keselamatan penerbangan.
Sedangkan, kecelakaan atau Accident
sesuai ICAO Annex 13 Aircraft Accident Investigation didefinisikan sbb:
An occurrence associated with the operation of an aircraft which takes
place between the times any person boards the aircraft with intention of flight
until such time as all such persons have disembarked, in which:
- a person is fatally or seriously injured as a result of:
-
being in
the aircraft, or
-
direct
contact with any part of the aircraft, including parts which have become detached
from the aircraft or
-
direct
exposure to jet blast,
-
except
when the injuries are from natural causes, self inflicted by other persons, or
when the injuries are caused by stowaways hiding outside the areas normally
available to the passengers and crew; or
- the aircraft sustains damage or structural failure which:
-
adversely
affects the structural strength, performance or flight characteristics of the
aircraft, and
-
would
normally require major repair or replacement of the affected component,
-
except for
the engine failure or damage, when the damage is limited to the engine, its
cowlings or accessories; or for damage limited to propellers, wing tips,
antennas, tires, brakes, fairings, small dents or puncture holes in the
aircraft skin; or
- the aircraft is missing or is completely inaccessible
-
Note: An aircraft is considered to be missing
when the official search has been terminated and the wreckage has not been
located.
Secara umum kecelakaan
pesawat terbang dapat dijelaskan sebagai suatu
kondisi dimana dalam sebuah penerbangan ada korban meninggal atau luka parah
sebagai akibat dari penerbangan itu sendiri atau pesawat mengalami kerusakan
parah atau pesawat dinyatakan hilang.
Sekali lagi dijelaskan bahwa Capt. Novianto Herupratomo tidak pernah
menyatakan bahwa “62% kecelakaan pesawat terbang di
Indonesia disebabkan oleh ATC” namun pernyataan yang benar adalah “62% (dari 2,3%)
laporan hazard operasional berdasarkan catatan internal di Garuda Indonesia
dapat dikelompokkan sebagai faktor yang
berkaitan dengan Air Traffic Control”, dan secara kuantitatif besaran
1,43% itu sangat kecil dibandingkan seluruh sisa catatan hazard operasional
yang besarannya mencapai 98,57%.
Lebih lanjut dapat disampaikan bahwa pada sesi presentasi yang disampaikan
oleh Capt. Novianto Herupratomo memperoleh tanggapan yang sangat positif dari
ICAO, FSF, AAPA dan jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan seluruh
peserta yang juga dihadiri oleh perwakilan ATC maupun manajemen bandara seluruh
Indonesia.
Demikian disampaikan agar menjadikan maklum.
Kuta Bali, 24 Mei 2012
Salam,
Novianto Herupratomo