Friday, March 29, 2013

Talbiyah di Tanah Haram


Talbiyah di Tanah Haram
Setidaknya ada 3 ciri yang menandakan haji sebagai ibadah tertinggi totalitas keislaman:
Pertama,
Menurut M Quraish Shihab, semua ibadah itu mensyaratkan keikhlasan, namun Al-Quran secara tersurat mensyaratkan ikhlas untuk berhaji. Bila untuk shalat "dirikanlah shalat" atau untuk puasa "diwajibkan atas kalian puasa" maka perintah haji adalah "hanya karena Allah diwajibkan atas manusia menuju ke rumah (Allah)". Ini artinya haji mendapat penekanan lebih kuat karena godaannya memang sangat besar.
Kedua,
Landasan islam itu ada 5 sesuai urutan. Menurut Ibn Arabi, urutan itu sesuai peringkat dan haji merupakan rukun islam tertinggi.
Ketiga,
Kalau rukun islam itu dipilah sendiri-sendiri maka shalat merupakan ibadah badaniah dan rohaniah, zakat merupakan ibadah harta dan rohaniah, puasa ibadah badaniah dan rohaniah maka haji merupakan gabungan ketiganya yakni ibadah badaniah, harta dan sekaligus rohaniah.
Nabi Muhammad SAW sebagai rangkaian Nabi Penutup menyampaikan pidato (khutbah) pada haji perpisahan yang amat bersejarah. Sebagaimana tercatat pada teks khutbah wada'; pertama menyampaikan pujian-pujian kepada Allah dan 2 kalimat syahadat. Pesan pertamanya langsung tentang ketakwaan dan ketaatan kepada Allah yang penjabarannya langsung berkenaan dengan akhlak kemanusiaan.
Di depan ribuan jamaah haji, Nabi SAW tak sebagaimana biasanya menyapa dengan "wahai kaum beriman" tapi ia panggil dengan ungkapan "wahai manusia" yang menandakan pengumuman universal bagi umat manusia.
Pidato khutbah itu diulangnya beberapa kali (berdasarkan keterangan hadis-hadis) dengan tidak lagi membahas soal sajadah atau masjid melainkan mengenai hak-hak dasar kemanusiaan.
Nabi Muhammad SAW menyampaikan pidato khutbah tentang kesucian harkat, martabat dan kesamaan derajat semua manusia yang berpusat pada 3 hak asasi; dima' (darah atau kehidupan), amwal (harta) dan a'radh (kehormatan); life, property dan dignity.
Kemudian, Giovanni de la Mirandela, salah seorang tokoh renaisance menginspirasi deklarasi serupa hak asasi yang tercatat dalam dokumen dunia termasuk Universal Declaration of Human Right: Life, Liberty dan Happiness.
Syahdan,
Saparuddin, pria 40 th mengenakan kain ihram matanya berkaca-kaca menahan haru "Saya bersyukur dan bahagia bisa melihat Ka'bah. Saya tak kuasa menahan tangis".
Sulit membayangkan, Saparuddin yang yatim piatu tak lulus SD "hanyalah" penggembala sapi dari Kabupaten Bantaeng, Sulsel yang bekerja menggembalakan sapi secara bagi hasil dengan pemiliknya. Bertahun-tahun (lebih dari 15 tahun) ia menabung untuk memenuhi impiannya untuk datang mengunjungi rumah Allah.
Profesi seseorang rupanya tak pernah menghalangi niat kuat dorongan hati untuk berhaji ketika Allah memanggil.
Ngatmi, 63 th dan Darmi, 46 th, kedua wanita bukan bersaudara tapi menjalani "profesi" yang sama yakni tukang sayur. Setiap malam setiap hari, Ngatmi dan Darmi bangun pk 21:30 membawa sayuran untuk dijualnya di Pasar Gombong Kebumen Jateng setiap pk 2 dini hari kepada para pedagang eceran sayuran, kadang untung namun juga tak jarang merugi karena dagangannya membusuk.
Mereka menabung lebih dari 10 tahun dan setelah masa penantian 3 tahun, akhirnya Ngatmi dan Darmi pergi bersama tergabung dalam kloter Solo3 tahun 2012.
"Capek memang tapi tak apa-apa. Sedikit demi sedikit kami bisa mengumpulkan keuntungan dari dagangan sayur. Insyallah kalau bisa saya ingin mencium Hajar Aswad" jelas Ngatmi.
Rahmawati, 35 th "Saya baru pertama kali ini naik haji. Subhanallah, bahagianya sungguh tak terkira".
Rahma, ibu 2 anak, asli Singajaya, Pendeuy, Kabupaten Garut Jabar sengaja bekerja sebagai TKW pembantu RT di Jeddah untuk membantu membiayai sekolah adik-adiknya di Indonesia dan sekaligus berharap dapat kesempatan naik haji.
Rahma harus membayar sekitar 2.000 Riyal atau 5,5 juta Rupiah menempuh jalur tak resmi yang membuatnya tak tercatat di Muasasah. Kalau membayar resmi perlu 7000 Riyal.
"Ini adalah sejarah dalam hidup saya. Mimpi saya untuk menunaikan ibadah haji akhirnya tercapai. Saya ini orang miskin. Jika tak menjadi TKW belum tentu saya bisa naik haji. Saya tak peduli orang di kampung nanti menyebut saya haji TKW. Jangan sampai anak saya bernasib seperti saya. Saya mendoakan kelak mereka mampu naik haji dari Indonesia dengan biaya sendiri bukan seperti saya" dengan air mata yang semakin deras berderai.
Rahma merencanakan akan pulang kampung ke Indonesia tahun ini karena mimpinya telah tercapai.
Ada ribuan TKI di jasirah Arab namun hanya mereka yang terpilih yang diundang Allah SWT ke Baitullah.
Seorang bapak 70 th mengenakan baju batik berjalan seorang diri dari Masjidil Haram mangalami tersesat ketika menuju pondokannya. Rasyidin Ali Muhaji atau sebut saja Ali seorang Bapak dari 7 anak merupakan jamaah kloter 6 embarkasi Balikpapan asal dari Desa Ardi Mulyo, Tanjung Palas Utara, Kabupaten Bulungan, Kaltim.
Bapak Ali ini pekerjaan sehari-hari adalah seorang pandai besi dari tanah kelahiran Lombok NTB yang hijrah bertransmigrasi ke Kabupaten Bulungan Kaltim pada tahun 1986, sepeninggal istri yang dikasihinya. Penghasilannya lebih dari kurang untuk menghidupi 7 anaknya. Ia berhasil meraih impiannya untuk pergi ke Baitullah bukan karena profesi pandai besi tapi sebagai penghulu masjid.
Ia mengabdikan dirinya sebagai penghulu masjid Nurul Huda di kampungnya. Setiap Magrib dan Isya, ia selalu menjadi imam shalat bagi jamaah masjid dan mengajarkan anak-anak mengaji.
Setiap tahun Pemkab Bulungan memberangkatkan 12 penghulu masjid ke tanah suci untuk berhaji. Ali telah didata sejak 10 tahun silam oleh petugas Desa Tanjung Palas Utara.
"Saya menangis saat melihat Ka'bah. Saya mendoakan anak-anak saya menjadi hamba Allah yang soleh, saya juga mendoakan mendiang istri yang telah meninggal di Lombok" cerita Ali.
Ali terpilih diundang Allah ke Baitullah karena ikhlas memuliakan masjid.
Diantara kerumuman jutaan umat yang sedang bershalawat, shalat, tawaf, sai, dan
Diantara keharuan, tangis, air mata, peluh bercucuran, langkah-langkah gontai dan rintihan orang sakit di tanah suci,
Seseorang berkata lantang "Ya Allah, ijinkan dan panggil daku kembali mengunjungi kota-Mu yang mulia ini"
Kisah ini bukanlah dimaksudkan sebagai dakwah namun sesungguhnya merupakan sebagian cuplikan kisah-kisah dari Memoar Para Wartawan Haji tahun 2012 yang dibukukan dalam sebuah buku terbitan Mizan dengan judul Talbiyah di Tanah Haram.
Talbiyah di Tanah Haram - Memoar Wartawan Haji
Isi buku ini merupakan kumpulan kisah inspiratif yang bermanfaat bagi siapapun yang sedang menyempurnakan kedudukan, hati dan pikirannya di mata Allah.
Jakarta, 24 Maret 2013
Salam hangat,
NV

Powered by Telkomsel BlackBerry®

No comments:

Post a Comment