Talbiyah di Tanah Haram
Setidaknya ada 3 ciri yang menandakan haji sebagai ibadah tertinggi
totalitas keislaman:
Pertama,
Menurut M Quraish Shihab, semua ibadah itu mensyaratkan keikhlasan,
namun Al-Quran secara tersurat mensyaratkan ikhlas untuk berhaji. Bila untuk
shalat "dirikanlah shalat" atau untuk puasa "diwajibkan atas
kalian puasa" maka perintah haji adalah "hanya karena Allah
diwajibkan atas manusia menuju ke rumah (Allah)". Ini artinya haji
mendapat penekanan lebih kuat karena godaannya memang sangat besar.
Kedua,
Landasan islam itu ada 5 sesuai urutan. Menurut Ibn Arabi, urutan itu
sesuai peringkat dan haji merupakan rukun islam tertinggi.
Ketiga,
Kalau rukun islam itu dipilah sendiri-sendiri maka shalat merupakan
ibadah badaniah dan rohaniah, zakat merupakan ibadah harta dan rohaniah, puasa
ibadah badaniah dan rohaniah maka haji merupakan gabungan ketiganya yakni
ibadah badaniah, harta dan sekaligus rohaniah.
Nabi Muhammad SAW sebagai rangkaian Nabi Penutup menyampaikan pidato
(khutbah) pada haji perpisahan yang amat bersejarah. Sebagaimana tercatat pada
teks khutbah wada'; pertama menyampaikan pujian-pujian kepada Allah dan 2
kalimat syahadat. Pesan pertamanya langsung tentang ketakwaan dan ketaatan
kepada Allah yang penjabarannya langsung berkenaan dengan akhlak kemanusiaan.
Di depan ribuan jamaah haji, Nabi SAW tak sebagaimana biasanya menyapa
dengan "wahai kaum beriman" tapi ia panggil dengan ungkapan
"wahai manusia" yang menandakan pengumuman universal bagi umat
manusia.
Pidato khutbah itu diulangnya beberapa kali (berdasarkan keterangan
hadis-hadis) dengan tidak lagi membahas soal sajadah atau masjid melainkan
mengenai hak-hak dasar kemanusiaan.
Nabi Muhammad SAW menyampaikan pidato khutbah tentang kesucian harkat,
martabat dan kesamaan derajat semua manusia yang berpusat pada 3 hak asasi;
dima' (darah atau kehidupan), amwal (harta) dan a'radh (kehormatan); life,
property dan dignity.
Kemudian, Giovanni de la Mirandela, salah seorang tokoh renaisance
menginspirasi deklarasi serupa hak asasi yang tercatat dalam dokumen dunia
termasuk Universal Declaration of Human Right: Life, Liberty dan Happiness.
Syahdan,
Saparuddin, pria 40 th mengenakan kain ihram matanya berkaca-kaca
menahan haru "Saya bersyukur dan bahagia bisa melihat Ka'bah. Saya tak
kuasa menahan tangis".
Sulit membayangkan, Saparuddin yang yatim piatu tak lulus SD
"hanyalah" penggembala sapi dari Kabupaten Bantaeng, Sulsel yang
bekerja menggembalakan sapi secara bagi hasil dengan pemiliknya. Bertahun-tahun
(lebih dari 15 tahun) ia menabung untuk memenuhi impiannya untuk datang mengunjungi
rumah Allah.
Profesi seseorang rupanya tak pernah menghalangi niat kuat dorongan hati
untuk berhaji ketika Allah memanggil.
Ngatmi, 63 th dan Darmi, 46 th, kedua wanita bukan bersaudara tapi
menjalani "profesi" yang sama yakni tukang sayur. Setiap malam setiap
hari, Ngatmi dan Darmi bangun pk 21:30 membawa sayuran untuk dijualnya di Pasar
Gombong Kebumen Jateng setiap pk 2 dini hari kepada para pedagang eceran
sayuran, kadang untung namun juga tak jarang merugi karena dagangannya
membusuk.
Mereka menabung lebih dari 10 tahun dan setelah masa penantian 3 tahun,
akhirnya Ngatmi dan Darmi pergi bersama tergabung dalam kloter Solo3 tahun
2012.
"Capek memang tapi tak apa-apa. Sedikit demi sedikit kami bisa
mengumpulkan keuntungan dari dagangan sayur. Insyallah kalau bisa saya ingin
mencium Hajar Aswad" jelas Ngatmi.
Rahmawati, 35 th "Saya baru pertama kali ini naik haji.
Subhanallah, bahagianya sungguh tak terkira".
Rahma, ibu 2 anak, asli Singajaya, Pendeuy, Kabupaten Garut Jabar
sengaja bekerja sebagai TKW pembantu RT di Jeddah untuk membantu membiayai
sekolah adik-adiknya di Indonesia dan sekaligus berharap dapat kesempatan naik
haji.
Rahma harus membayar sekitar 2.000 Riyal atau 5,5 juta Rupiah menempuh
jalur tak resmi yang membuatnya tak tercatat di Muasasah. Kalau membayar resmi
perlu 7000 Riyal.
"Ini adalah sejarah dalam hidup saya. Mimpi saya untuk menunaikan
ibadah haji akhirnya tercapai. Saya ini orang miskin. Jika tak menjadi TKW
belum tentu saya bisa naik haji. Saya tak peduli orang di kampung nanti menyebut
saya haji TKW. Jangan sampai anak saya bernasib seperti saya. Saya mendoakan
kelak mereka mampu naik haji dari Indonesia dengan biaya sendiri bukan seperti
saya" dengan air mata yang semakin deras berderai.
Rahma merencanakan akan pulang kampung ke Indonesia tahun ini karena
mimpinya telah tercapai.
Ada ribuan TKI di jasirah Arab namun hanya mereka yang terpilih yang
diundang Allah SWT ke Baitullah.
Seorang bapak 70 th mengenakan baju batik berjalan seorang diri dari
Masjidil Haram mangalami tersesat ketika menuju pondokannya. Rasyidin Ali
Muhaji atau sebut saja Ali seorang Bapak dari 7 anak merupakan jamaah kloter 6
embarkasi Balikpapan asal dari Desa Ardi Mulyo, Tanjung Palas Utara, Kabupaten
Bulungan, Kaltim.
Bapak Ali ini pekerjaan sehari-hari adalah seorang pandai besi dari
tanah kelahiran Lombok NTB yang hijrah bertransmigrasi ke Kabupaten Bulungan
Kaltim pada tahun 1986, sepeninggal istri yang dikasihinya. Penghasilannya
lebih dari kurang untuk menghidupi 7 anaknya. Ia berhasil meraih impiannya
untuk pergi ke Baitullah bukan karena profesi pandai besi tapi sebagai penghulu
masjid.
Ia mengabdikan dirinya sebagai penghulu masjid Nurul Huda di kampungnya.
Setiap Magrib dan Isya, ia selalu menjadi imam shalat bagi jamaah masjid dan
mengajarkan anak-anak mengaji.
Setiap tahun Pemkab Bulungan memberangkatkan 12 penghulu masjid ke tanah
suci untuk berhaji. Ali telah didata sejak 10 tahun silam oleh petugas Desa
Tanjung Palas Utara.
"Saya menangis saat melihat Ka'bah. Saya mendoakan anak-anak saya
menjadi hamba Allah yang soleh, saya juga mendoakan mendiang istri yang telah
meninggal di Lombok" cerita Ali.
Ali terpilih diundang Allah ke Baitullah karena ikhlas memuliakan
masjid.
Diantara kerumuman jutaan umat yang sedang bershalawat, shalat, tawaf,
sai, dan
Diantara keharuan, tangis, air mata, peluh bercucuran, langkah-langkah gontai dan rintihan orang sakit di tanah suci, Seseorang berkata lantang "Ya Allah, ijinkan dan panggil daku kembali mengunjungi kota-Mu yang mulia ini"
Diantara keharuan, tangis, air mata, peluh bercucuran, langkah-langkah gontai dan rintihan orang sakit di tanah suci, Seseorang berkata lantang "Ya Allah, ijinkan dan panggil daku kembali mengunjungi kota-Mu yang mulia ini"
Kisah ini bukanlah dimaksudkan sebagai dakwah namun sesungguhnya
merupakan sebagian cuplikan kisah-kisah dari Memoar Para Wartawan Haji tahun
2012 yang dibukukan dalam sebuah buku terbitan Mizan dengan judul Talbiyah di
Tanah Haram.
Talbiyah di Tanah Haram - Memoar Wartawan Haji |
Isi buku ini merupakan kumpulan kisah inspiratif yang bermanfaat bagi
siapapun yang sedang menyempurnakan kedudukan, hati dan pikirannya di mata
Allah.
Jakarta, 24 Maret 2013
Salam hangat,
NV
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments:
Post a Comment