Sunday, July 14, 2013

Saur Yuuuuuk DAY 5


Aku dan Almarhum Ayah

Asyik dengan Mainan Baru

Sebuah Memoar Masa Kanak-kanak

 

Entah usia berapa aku kala itu, alamarhum ayahku terlihat sangat muda, seingatku malah sedang sekolah lagi menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Olah Raga (barangkali setara IKIP Jurusan Olah Raga).

 

Perhatikan mainan yang sedang asyik aku kutak-katik, sepertinya biasa saja tak ada yang aneh.

 

Usia anak seumur itu, di manapun juga tentu hanya bermain dan bisanya hanya meminta “aku mau mainan…………..”

 

Sungguh tak terbayangkan, disela-sela kesibukan almarhum mondar-mandir Malang ke Surabaya menuntut ilmu tahun 60an sebagai guru olah raga yang tentunya berpenghasilan pas-pasan bahkan cenderung kekurangan masih menyempatkan diri menghadiahkan mainan permintaan anaknya.

 

Asal tahu saja, mainan-mainan itu bukan dibeli tapi dibuatnya sendiri hasil karya sebuah kesabaran dari sisa-sisa potongan papan bekas, digergaji, dibentuk sama-lain lantas dicat warna-warni menjadi sebuah mainan!

 

Memang kehidupan saat itu tentu berbeda dengan masa kini.

 

Namun siapapun ayah masa kini (ya kita-kita ini) rasanya lebih mudah membeli dari pada harus bersusah payah “membuat sendiri”. Mainan anak-anak jaman sekarang tentu juga sangat berbeda dengan masa kanak-kanakku. Bahkan jauh lebih canggih dimuati aplikasi digital yang harganya juga tentu tak murah.

 

Namun esensinya tetap sama, anak seusia itu hanya mampu “meminta” dan ayah dimanapun akan berusaha menyenangkan anaknya apapun bentuknya.

 

10 Oktober 1998 ayahku wafat meninggalkan kita semua tanpa pernah menyaksikan anak-cucunya menjadi dewasa dan menjalani kehidupan yang barangkali tak kalah keras semasa beliau hidup.

 

Kisah berikut ini, meski tak terlalu otentik, aku persembahkan untuk para ayah yang sangat sabar membesarkan anak-anak mereka. Segala doa dan harapan baik untuk para ayah yang sangat membanggakan dan menggetarkan jiwa …………..

 

Cerita Burung Gagak

 

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya, "Nak, apakah benda itu?".

 

"Itu Burung gagak", jawab si anak.

 

Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit kuat "Itu burung gagak, Ayah!"

 

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat, "BURUNG GAGAK!!"

 

Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah, "Itu gagaaaaak, Ayaaaaaaah."

 

Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

 

"Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak, Ayah!" kata si anak dengan nada yang begitu marah.

 

Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan sebuah buku tua itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.

 

"Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam buku diary ini," pinta si Ayah.

 

Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.

 

"Hari ini aku di halaman melayani dengan sabar karena anakku yang genap berumur lima tahun mulai banyak bertanya. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, "Ayah, apa itu?" Dan aku menjawab, "Burung gagak."

Walau bagaimanapun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian dan demi cinta dan sayangnya aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga."

 

Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu.

 

Si Ayah dengan perlahan bersuara "Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak lima kali dan kau telah hilang sabar serta marah."

 

Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu, hormatilah mereka dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu di waktu kecil

 

Saur Yuuuuuk,

Doa hari – 5

Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang memohon ampunan, dan jadikanlah aku sebagai hamba-MU yang sholeh dan setia serta jadikanlah aku diantara Auliya'- MU yang dekat disisi-MU, dengan kelembutan-MU, Wahai dzat Yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.

Salam,

NV

No comments:

Post a Comment