Friday, February 8, 2013

Perjalanan ke Abuja Nigeria



Perjalanan ke Abuja Nigeria
 
Bagi kebanyakan orang bangun tidur pk 4 pagi waktu setempat pada GMT +0 atau pk 11 pagi WIB, bukan hal yang mudah untuk disesuaikan. Kesulitan penyesuaian "body clock" terhadap tempat yang mengalami perbedaan waktu, sering disebut jet lag.

Pagi-pagi buta, kami berangkat dari penginapan untuk menuju bandara Roberts Monrovia yang belum juga dibuka untuk jam operasi normal. Meskipun jalanan masih lengang namun beberapa kali mobil kami melambatkan lajunya karena kabut yang menghalangi pandangan.

Pagi ini, kami meninggalkan bandara internasional Roberts Monrovia menuju ke bandara internasional Nnamdi Azikiwe di Abuja Nigeria yang terletak pada sisi Timur dari Liberia dengan waktu tempuh penerbangan selama 3 jam 15 menit.

Keberangkatan kami ke Nigeria diiringi lambaian hangat dari Presiden, Pejabat Pemerintahan dan rakyat Liberia yang penuh kesahajaan.

Cuaca cerah selama penerbangan tapi pesawat terus bergunjang karena perubahan arah dan kecepatan angin pada ketinggian 37 ribu kaki.

Semakin mendekati daratan Nigeria segera semakin jelas wilayah Abuja berbukit-bukit batu yang tinggi dan terjal. Sekilas pemandangan agak hijau dengan jaringan jalan yang cukup luas dan panjang yang menandakan tingkat perekonomian Nigeria lebih baik dari tetangganya, Liberia.

Kami mendarat dengan sangat mulus di landasan 22 bandara Nnamdi Azikiwe di Abuja yang tampak lebih megah dan tertata rapi dibandingkan bandara Roberts di Monrovia.

Negara Nigeria terletak di sebelah Barat benua Afrika yang berbatasan dengan Benin di sebelah Barat, Chad dan Kamerun di sisi Timur dan Niger di Utaranya serta kawasan teluk Guinea dan Samudra Atlantik di sebelah Selatan.

Nigeria bekas jajahan Inggris yang memiliki luas 923.768 km2 berpenduduk 170 juta jiwa (perkiraan 2012) dengan PDB Per Kapita USD 2.582 (th 2011). Tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,2% (2011) dengan nilai GDP sebesar USD 273 Milyar yang merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Afrika. Nigeria menjadi salah satu negara yang "berhasil" menghapuskan subsidi bahan bakar minyak sejak Januari 2012. Nilai subsidi BBM tahun 2010 mencapai USD 9,36 Milyar dan USD 10,7 Milyar tahun 2011.

Serupa dengan Liberia, negara Nigeria juga mengalami konflik bersenjata cukup lama. Pada tahun 1970 hasil minyak yang diperoleh dari Niger Delta menghasilkan kekayaan luar biasa bagi Nigeria. Namun demikian, ekonomi masyarakat Nigeria tidak mengalami peningkatan yang menyolok karena maraknya perebutan kekuasaan di kalangan petinggi pemerintahan dan hingga tahun 2007 menghadapi masalah korupsi serta Pemilu yang silih berganti namun dianggap gagal karena pelaksanaan yang dianggap tidak bersih.

Nigeria berbentuk republik federal yang mengikuti bentuk pemerintahan Amerika, negara ini terdaftar sebagai the Next Eleven ekonomi dunia. Nigeria adalah salah satu negara pengekspor minyak terbesar ke-7 dan ke-10 untuk gas alam di dunia. Ketergantungan ekonomi Nigeria pada sektor minyak dan gas sangat tinggi.

Dalam hubungannya dengan Indonesia, sangat banyak kesamaan prinsip-prinsip yang dianut, misalnya saja politik luar negeri yang moderat, negara berkembang, anggota GNB, OKI, Kelompok 77, D-8, G-15, OPEC, PBB, Anti apartheid, dan sama-sama mewujudkan Tata Informasi Dunia Baru.

Topik bahasan yang tentunya juga penting antara kedua negara yaitu mengenai keterlibatan WN Nigeria pada kasus peredaran Narkoba di Indonesia.

Mata uang Nigeria adalah Naira (NGN) dimana 1 USD setara NGN 155.

Sementara itu, ibu kota Nigeria adalah Abuja yang terletak di Teritori Ibu Kota Federal sebagai buah keputusan pemindahan ibu kota dari Lagos pada tahun 1976. Kini Abuja secara resmi menjadi ibu kota sejak 1991 dimana banyak negara turut memindahkan kantor Kedubes ke Abuja namun tetap mempertahan kantor Konsulat mereka di Lagos.

Kami meninggalkan bandara menuju Abuja dan segera tampak jalanan yang sangat lebar yang sedang dalam proses pembangunan di kedua sisinya. Kondisi pembangunan tsb sangat kontras dengan bentuk Pos Polisi di perempatan jalan yang sangat seadanya tak terawat. Di beberapa tempat keramaian masih tampak para "timer" (preman yang biasa mengatur angkot di Indonesia) tak ubahnya kota-kota yang sedang berkembang. Debu tanah merah juga masih berterbangan di jalanan. Tampak pula beberapa gedung sedang dalam proyek pembangunan, tanda ekonomi kota Abuja sedang menggeliat. Suasananya mirip kota di Batam manakala awal pembangunannya sebagai daerah otorita Batam.

Entah mengapa ada rasa "was-was" berdekatan dengan rakyat setempat yang berkulit hitam ini. Kami mendapat peringatan untuk tidak meninggalkan hotel tempat kami menginap.

Orang dapat melakukan penukaran mata uang secara perorangan di jalanan yang tentunya bukan Money Changer resmi seperti yang biasa kita lihat di kota-kota besar. Hal semacam ini malah menambah kesan ketidak-tertiban bahkan cenderung berbau rawan kriminalitas. Kami harus terus-menerus saling mengingatkan untuk mengawasi barang bawaan masing-masing agar tidak hilang atau disusupi sesuatu. Bagaimanapun juga banyaknya kisah tertangkapnya WN Nigeria dalam kasus peredaran narkoba khususnya di Indonesia sangat mencemaskan.

Barangkali juga ini merupakan implikasi dari kesenjangan sosial untuk negara yang ekonominya sedang giat berkembang dan didera konflik kekuasaan yang berkepanjangan. Konon tingkat pengangguran 21% dan jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan 70% (data 2011).

Logat bahasa Inggris penduduk, baik di Monrovia maupun Abuja agak sulit dimengerti. Mereka seperti memenggal kata-kata bahasa Inggris sesuai dialek mereka sendiri sehingga seringkali aku minta pengulangan untuk memahami maksud perkataan mereka.

Meskipun aku tak memahami bahasa lokal mereka namun dari gerak tubuh dan raut wajah seperti menunjukkan ungkapan saling menyalahkan bahkan seperti orang sedang saling ngotot berdebat tentang sesuatu hal. Banyak hal serasa rumit karena mudah sekali menimbulkan "salah pengertian". Kalaupun ada keramah-tamahan seperti terasa artificial belaka. Intinya, aku masih merasa kesulitan untuk memahami adat istiadat setempat.

"Keluhan" yang serupa dialami oleh rombongan delegasi yang lain. Sulit diterima akal sehat jika tarip kamar hotel tempat kami menginap yang kelas 3 dihargai USD 280 untuk kamar single standar dan USD 340 untuk kamar Deluxe Executive. Sementara itu, hotel Hilton di Abuja mematok tarip USD 500 untuk kamar standar dan USD 700 untuk kamar Executive. Jauh lebih mahal dari pada tarip hotel di London dan itu semua harus dibayar cashed up on check-in!

Kami hanya menghabiskan waktu berada di hotel sambil makan malam dihibur oleh home band yang kebetulan sangat piwai menyanyikan lagu-lagu Jamaican Reggae.

Hanya 16 jam di Abuja, pagi pukul 6, kami sudah bersiap untuk meninggalkan Abuja dengan sederet tanda tanya yang menggantung.........

Abuja Nigeria, 3 Februari 2013,
Salam hangat,
NV

No comments:

Post a Comment