Seri 2 Jalan-Jalan di Ginza
Tokyo 25 Agustus 2012
Sebelum meninggalkan bandara Narita, saya orientasi sebentar, mengambil
beberapa map jalur kereta api dan subway, buku panduan wisata serta membeli
kartu SUICA Pre paid seharga JPY 500 sebagai jaminan dan top up kredit sebesar
JPY 1.500.
NOTE: 1 JPY setara sekitar IDR 121
Saya juga sudah memesan tiket Shinkansen untuk perjalanan dari Tokyo ke
Osaka dengan tarip JPY 12,250 per penumpang atau setara IDR 1,5 juta.
Putri kami satu-satunya menyempatkan diri untuk belanja pertama kali, ia
sedang memburu coklat Kit-Kat Teh Hijau yang konon hanya dijual di bandara
Narita. Saya meluangkan waktu untuk merokok di luar terminal sambil menunggu.
Ada sedikit rasa heran, tampaknya merokok di tempat umum sudah menjadi sebuah
larangan di Jepang, meski di tempat terbuka sekalipun. Disediakan ruang merokok
di luar Terminal Narita yang suasananya mirip dalam terminal bandara, pengap,
panas dan cukup menyiksa.
Kami diantar dengan sebuah mobil MPV mewah menuju ke hotel di Tokyo.
Perjalanan cukup jauh dan hari sudah menjelang siang, sambil membuang waktu
karena biasanya waktu Check-In di hotel dimulai pukul 12 sd 14 siang. Kami
mampir untuk makan siang dahulu sebelum masuk ke hotel tempat menginap.
Sisa waktu siang hari kami gunakan istirahat di kamar hotel dengan harapan
dapat menikmati gemerlapnya wilayah Ginza pada malam hari.
Kami sungguh beruntung, atas bantuan seorang sahabat, kami
“mendapatkan”hotel di wilayah perbelanjaan paling elite di Tokyo yaitu daerah
Ginza, meskipun sesungguhnya hotel yang saya cari sangat sederhana saja,
asalkan menyediakan Smoking Room sudah lebih dari cukup.
Hotel tempat kami menginap sangat strategis hanya beberapa menit jalan kaki
sudah berada tepat ditengah keramaian Ginza. Tak sulit mencari tempat makan 24
jam dan berdekatan dengan stasiun subway Ginza serta lebih istimewa lagi sangat
dekat dengan Pachinko house salah satu tempat yang saya dambakan untuk
dikunjungi selama 11 tahun terakhir ini.
Ginza dikenal sebagai kawasan mewah di Tokyo. Di tempat ini terdapat
berbagai toko serba ada, butik, restoran dan kafe. Ginza dikenal sebagai salah
satu pusat perbelanjaan paling mewah di dunia. Toko-toko utama dari merek
busana elite berada di sini, Chanel, Dior, Abercrombie & Fitch, Gucci, dan
Louis Vuitton. Di sini juga terdapat ruang pamer Sony dan Apple Store Ginza.
Kawasan ini disebut Ginza karena dulunya di tempat ini terdapat percetakan
uang logam perak yang dibangun tahun 1612 (zaman Edo).
Pemerintah Meiji menetapkan kawasan Ginza sebagai model modernisasi dan
memprakarsai pembangunan gedung dari bata tahan api, dan pembangunan
jalan-jalan yang lebih lebar untuk menghubungkan Stasiun Shinbashi dan kawasan
orang asing di Tsukiji, serta gedung-gedung pemerintahan yang penting.
Konon, tata kota untuk kawasan ini dirancang oleh arsitek kelahiran
Irlandia bernama Thomas Waters sehingga kemudian dibangun pusat perbelanjaan
bergaya Barat di Ginza yang berada di jalan antara Jembatan Shinbashi dan
Jembatan Kyobashi di barat daya distrik Chuo, Tokyo yang kebanyakan berupa
gedung batu bata bergaya arsitektur Georgia.
Kemudian, Ginza juga dikenal sebagai "kota batu bata" yang hingga
kini terkenal sebagai simbol "peradaban dan pencerahan" karena di
tempat ini juga terdapat kantor-kantor penerbit majalah dan surat kabar yang
menyebarluaskan berita tentang tren budaya.
Memang sebagian besar dari gedung-gedung bergaya Eropa sudah lama dibongkar
namun masih ada yang tersisa yakni sebuah gedung paling mencolok di Ginza
adalah Gedung Wako yang di atasnya terdapat Menara Jam Hattori. Gedung dan
menara jam ini awalnya dibangun oleh Kintaro Hattori, pendiri perusahan jam
Seiko.
Kami berjalan dan keluar masuk berbagai pusat perbelanjaan Jepang
Matsuzakaya, Mitsukoshi, Matsuya dan lain-lain yang berjajar sepanjang jalan
Chuo. Namun dari sekian banyak gerai-gerai kenamaan dunia, putri kami lebih
tertarik memasuki sebuah gedung toko dengan nama UNIQLO.
Uniqlo merupakan sebuah toko sekaligus merk dagang fashion anak muda yang
khusus memproduksi berbagai pakaian casual yang sedang trendy saat ini.
Diawali dari bisnis sejak Maret tahun 1949 sebuah perusahaan di Ube,
Yamaguchi membuka usaha toko pakaian pria dengan nama Men’s Shop OS.
Sekitar bulan Mei 1985, mereka membuka toko sekaligus memproduksi pakaian
unisex di Fukuro-machi, Naka-ku Hiroshima dengan nama Unique Clothing Warehouse
yang kemudian disingkat dan dikenal sebagai “unique clothing” atau UNIQLO.
Tahun 1991, nama perusahaan dirubah menjadi Fast Retailing dan langsung membuka
lebih dari 100 toko diseluruh Jepang.
Belakangan, mulai tahun 1997 Fast Retailing mengadopsi strategi bisnis the
GAP dari Amerika yang dikenal sebagai SPA atau Speciality-store/retailer of
Private-label Apparel, yang artinya mereka hanya memproduksi seluruh produknya dan
menjualnya di toko-toko mereka secara eksklusif meskipun kemudian Fast
Retailing mulai memproduksi pakaian jadi mereka secara outsourced ke negeri
Cina yang terkenal murah namun berhasil baik dalam usaha produksi massal.
Sejak saat itu, nama produk UNIQLO terus berekspansi dan seperti tak
terbendung.
Pada rencana bisnis tahun 2009, Fast Retailing mengumumkan mentargetkan
penjualan sebesar JPY 5 Trilyun dan Laba sebelum pajak sebesar JPY 1 Trilyun
setara USD 12,2 Milyar pada tahun 2020 yang artinya ingin menjadi pemain bisnis
SPA terbesar di dunia dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 20%.
Dibawah komando Tadashi Yanai sang pendiri Uniqlo sekaligus Chairman,
President & CEO, Uniqlo membuka sejumlah 291 gerai-gerai internasional
mereka di seluruh dunia dan lebih dari 500 toko Uniqlo di Jepang, dimana konon
toko yang terbesar di benua Asia ada di kota Kuala Lumpur. Saya mendengar
kabar, sebentar lagi masyarakat Jakarta akan bisa menjumpai toko Uniqlo.
Sebuahperjalanan panjang Uniqlo untuk meraih sukses yang patut menjadi
contoh.
Salam dari Ginza Tokyo, 25 Agustus 2012
NV
No comments:
Post a Comment