Sunday, December 2, 2012

Seri 2 Jalan-Jala​n di Ginza Tokyo 25 Agustus 2012



Seri 2 Jalan-Jala​n di Ginza Tokyo 25 Agustus 2012
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan ke beberapa millis pada tanggal 25 Agustus 2012) 

Sebelum meninggalkan bandara Narita, saya orientasi sebentar, mengambil beberapa map jalur kereta api dan subway, buku panduan wisata serta membeli kartu SUICA Pre paid seharga JPY 500 sebagai jaminan dan top up kredit sebesar JPY 1.500.

NOTE: 1 JPY setara sekitar IDR 121

Saya juga sudah memesan tiket Shinkansen untuk perjalanan dari Tokyo ke Osaka dengan tarip JPY 12,250 per penumpang atau setara IDR 1,5 juta.

Putri kami satu-satunya menyempatkan diri untuk belanja pertama kali, ia sedang memburu coklat Kit-Kat Teh Hijau yang konon hanya dijual di bandara Narita. Saya meluangkan waktu untuk merokok di luar terminal sambil menunggu. Ada sedikit rasa heran, tampaknya merokok di tempat umum sudah menjadi sebuah larangan di Jepang, meski di tempat terbuka sekalipun. Disediakan ruang merokok di luar Terminal Narita yang suasananya mirip dalam terminal bandara, pengap, panas dan cukup menyiksa.

Kami diantar dengan sebuah mobil MPV mewah menuju ke hotel di Tokyo.

Perjalanan cukup jauh dan hari sudah menjelang siang, sambil membuang waktu karena biasanya waktu Check-In di hotel dimulai pukul 12 sd 14 siang. Kami mampir untuk makan siang dahulu sebelum masuk ke hotel tempat menginap.

Sisa waktu siang hari kami gunakan istirahat di kamar hotel dengan harapan dapat menikmati gemerlapnya wilayah Ginza pada malam hari.

Kami sungguh beruntung, atas bantuan seorang sahabat, kami “mendapatkan”hotel di wilayah perbelanjaan paling elite di Tokyo yaitu daerah Ginza, meskipun sesungguhnya hotel yang saya cari sangat sederhana saja, asalkan menyediakan Smoking Room sudah lebih dari cukup.

Hotel tempat kami menginap sangat strategis hanya beberapa menit jalan kaki sudah berada tepat ditengah keramaian Ginza. Tak sulit mencari tempat makan 24 jam dan berdekatan dengan stasiun subway Ginza serta lebih istimewa lagi sangat dekat dengan Pachinko house salah satu tempat yang saya dambakan untuk dikunjungi selama 11 tahun terakhir ini.

Ginza dikenal sebagai kawasan mewah di Tokyo. Di tempat ini terdapat berbagai toko serba ada, butik, restoran dan kafe. Ginza dikenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan paling mewah di dunia. Toko-toko utama dari merek busana elite berada di sini, Chanel, Dior, Abercrombie & Fitch, Gucci, dan Louis Vuitton. Di sini juga terdapat ruang pamer Sony dan Apple Store Ginza.

Kawasan ini disebut Ginza karena dulunya di tempat ini terdapat percetakan uang logam perak yang dibangun tahun 1612 (zaman Edo).

Pemerintah Meiji menetapkan kawasan Ginza sebagai model modernisasi dan memprakarsai pembangunan gedung dari bata tahan api, dan pembangunan jalan-jalan yang lebih lebar untuk menghubungkan Stasiun Shinbashi dan kawasan orang asing di Tsukiji, serta gedung-gedung pemerintahan yang penting.

Konon, tata kota untuk kawasan ini dirancang oleh arsitek kelahiran Irlandia bernama Thomas Waters sehingga kemudian dibangun pusat perbelanjaan bergaya Barat di Ginza yang berada di jalan antara Jembatan Shinbashi dan Jembatan Kyobashi di barat daya distrik Chuo, Tokyo yang kebanyakan berupa gedung batu bata bergaya arsitektur Georgia.

Kemudian, Ginza juga dikenal sebagai "kota batu bata" yang hingga kini terkenal sebagai simbol "peradaban dan pencerahan" karena di tempat ini juga terdapat kantor-kantor penerbit majalah dan surat kabar yang menyebarluaskan berita tentang tren budaya.

Memang sebagian besar dari gedung-gedung bergaya Eropa sudah lama dibongkar namun masih ada yang tersisa yakni sebuah gedung paling mencolok di Ginza adalah Gedung Wako yang di atasnya terdapat Menara Jam Hattori. Gedung dan menara jam ini awalnya dibangun oleh Kintaro Hattori, pendiri perusahan jam Seiko.

Kami berjalan dan keluar masuk berbagai pusat perbelanjaan Jepang Matsuzakaya, Mitsukoshi, Matsuya dan lain-lain yang berjajar sepanjang jalan Chuo. Namun dari sekian banyak gerai-gerai kenamaan dunia, putri kami lebih tertarik memasuki sebuah gedung toko dengan nama UNIQLO.

Uniqlo merupakan sebuah toko sekaligus merk dagang fashion anak muda yang khusus memproduksi berbagai pakaian casual yang sedang trendy saat ini.

Diawali dari bisnis sejak Maret tahun 1949 sebuah perusahaan di Ube, Yamaguchi membuka usaha toko pakaian pria dengan nama Men’s Shop OS.

Sekitar bulan Mei 1985, mereka membuka toko sekaligus memproduksi pakaian unisex di Fukuro-machi, Naka-ku Hiroshima dengan nama Unique Clothing Warehouse yang kemudian disingkat dan dikenal sebagai “unique clothing” atau UNIQLO. Tahun 1991, nama perusahaan dirubah menjadi Fast Retailing dan langsung membuka lebih dari 100 toko diseluruh Jepang.

Belakangan, mulai tahun 1997 Fast Retailing mengadopsi strategi bisnis the GAP dari Amerika yang dikenal sebagai SPA atau Speciality-store/retailer of Private-label Apparel, yang artinya mereka hanya memproduksi seluruh produknya dan menjualnya di toko-toko mereka secara eksklusif meskipun kemudian Fast Retailing mulai memproduksi pakaian jadi mereka secara outsourced ke negeri Cina yang terkenal murah namun berhasil baik dalam usaha produksi massal.

Sejak saat itu, nama produk UNIQLO terus berekspansi dan seperti tak terbendung.

Pada rencana bisnis tahun 2009, Fast Retailing mengumumkan mentargetkan penjualan sebesar JPY 5 Trilyun dan Laba sebelum pajak sebesar JPY 1 Trilyun setara USD 12,2 Milyar pada tahun 2020 yang artinya ingin menjadi pemain bisnis SPA terbesar di dunia dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 20%.

Dibawah komando Tadashi Yanai sang pendiri Uniqlo sekaligus Chairman, President & CEO, Uniqlo membuka sejumlah 291 gerai-gerai internasional mereka di seluruh dunia dan lebih dari 500 toko Uniqlo di Jepang, dimana konon toko yang terbesar di benua Asia ada di kota Kuala Lumpur. Saya mendengar kabar, sebentar lagi masyarakat Jakarta akan bisa menjumpai toko Uniqlo.

Sebuahperjalanan panjang Uniqlo untuk meraih sukses yang patut menjadi contoh.

Salam dari Ginza Tokyo, 25 Agustus 2012
NV

 

No comments:

Post a Comment