Wednesday, March 7, 2012

Perjalanan ke Brussels Bagian 2


Artikel ini ditulis secara berserial sekitar akhir bulan Juni sd awal bulan Juli 2009 tentang sebuah perjalanan dalam rangka mengeluarkan GA dan Indonesia dari daftar “Blacklist Penerbangan Uni Eropa”


Perjalanan ke Brussels Bagian 2


Transit 5 jam di bandara Changi memang tak terasa karena banyaknya pertokoan dan resto sebagai layaknya sebuah mall.

Sebuah pesawat Boeing B777-200 mengudara menuju Schiphol Amsterdam sesuai jadual. Semua kursi kelas Bisnis terisi penuh meski tiket SQ terkenal mahal.

Aku duduk di sebelah seorang kakek tua warga Belanda yang tampaknya sudah memerlukan bantuan.

Pramugari SQ meskipun tak terlalu cantik namun sangat ramah menyapa "Mr. Herupratomo, good evening sir, what would you like to drink shortly after take-off?" tanyanya sambil dia bersimpuh di samping tempat dudukku . . . . Alamak, itulah salah satu keistimewaan SQ yang belum bisa ditiru maskapai manapun, bersimpuh sambil menyebut nama penumpang secara akurat.

"Let me try, a French Red Wine please . . ."

Sejak itu, namaku disebutnya terus-menerus sepanjang penerbangan, ya memang itu salah satu keistimewaan SQ, semuanya serba tersandarisasi secara konsisten.

Sebelum waktu istirahat tidur, sekitar jam 3 pagi waktu Jakarta, dia mencatat permintaanku menu sarapan yang akan disuguhkannya 2,5 jam sebelum mendarat di Schiphol nanti.

Lebih kurang dia menawarkan "telurnya mau diapakan (maksudnya dimasak apa)?".

Aku langsung terlintas wajah dan kebiasaan jahil Mas Hariono sang juragan Midori, hampir saja aku jawab "kalau mau dielus-elus juga boleh he he he" tapi tentu saja urung dilakukan karena takut dilaporkan ke polisi sebagai pelecehan seksual, jadi aku jawab sopan "omelet would be fine, thank you"

Jam 3 pagi (atau jam 11 malam waktu Eropa), aku mencoba tidur dengan harapan bisa tidur enak sekaligus menyesuaikan waktu "body clock" dengan waktu Eropa.

Penerbangan Singapore ke Amsterdam memakan waktu 12,5 jam non-stop melewati wilayah udara Rusia. Penerbangan ini diawaki 4 pilot dan 11 awak kabin.

Cuaca pagi ini di Schiphol lumayan jelek, jarak pandang pendaratan sangat terbatas karena berkabut, temperatur 15 Celcius dan angin lumayan kencang (tapi negara Belanda memang terkenal anginnya kencang makanya banyak win mollen alias kincir angin)

Tepat jam 6 lewat 30 menit, pesawat mendarat dengan hentakan cukup alus.

Bandara Schiphol, meski terhitung sudah tua tapi cukup efisien dan sebagai bandara sibuk di Eropa.

Aku sempatkan “nyruput rokok di luar Terminal untuk kemudian lanjut kereta api ekspres Thalys ke Brussels.

Kereta Thalys memiliki jaringan yang cukup luas di daratan Eropa. Harga tiket Thalys dari Schiphol ke Brussels Midi 82 Euro dengan lama perjalanan sekitar 3 jam. Keretanya sangat bagus mirip kapal terbang, ada tersedia Wifi dan layanan sarapan yang didorong pakai troli pesawat terbang.




Sesampai di stasiun Brussels Midi, aku harus menunggu anggota rombongan lain yang naik Thalys juga dari Paris yang akan tiba sekitar 15 menit setelahku.



Rombonganku menginap di Hotel Novotel di pusat kota daerah Grand Place.

Sekarang hari Senin 29 Juni 2009 pukul 1 siang waktu Brussels, Aku sudahi dahulu cerita ini dan akan disambung cerita berikutnya Bagian ke 3

Cuaca Brussels sangat cerah dan panas . . . .

Brussels, 29 Juni 2009

Salam,

Novianto Herupratomo

Powered by Telkomsel BlackBerry®


No comments:

Post a Comment