Artikel ini ditulis secara berserial sekitar akhir bulan Juni sd awal bulan Juli 2009 tentang sebuah perjalanan dalam rangka mengeluarkan GA dan Indonesia dari daftar “Blacklist Penerbangan Uni Eropa”
Perjalanan ke Brussels Bagian 4
Selamat pagi dan cuaca cerah di Brussels hari ini.
Seharian kemarin cukup melelahkan, baru saja tiba dari Jakarta, langsung bekerja bersama rombongan delegasi Dephub yang meluncur dengan KLM ke Brussels.
Sebenarnya aku agak segan membicarakan masalah teknis persiapan ataupun materi perundingan dengan unit ESASC. Hal ini semata-mata karena untuk mengurangi isu-isu yang tak perlu dikembangkan oleh para pihak yang terlibat. Meskipun aku juga sadar bahwa dunia kini tiada batas lagi. Semua informasi dari manapun dapat segera terhubung melalui jaringan maya dan ditangkap dimana-mana. Jadi aku hanya berharap cerita ini tak akan menambah “kekisruhan” di tanah air.
Sewaktu aku berangkat, baru mendarat di Singapore, sudah menerima pertanyaan melalui SMS dan telepon dari media dan wartawan dari Jakarta yang bertanya macam-macam hal seputar EU Operating Ban dan misi perjalanan ke Brussels.
Sebagian besar aku tutup mulut dan hanya menjawab secara diplomatis atau kadang-kadang aku jawab dengan gaya setel “bloon” seperti orang yang tak tahu-menahu perihal EU Operating Ban atau misi perjalanan ke Brussels.
Berdasarkan tanggapan para kawan-kawan di Eropa (network yang aku punyai di eropa), tampaknya misi kali ini cukup mendapat tanggapan yang positip dan disambut secara antusias di sini. Semoga saja pihak Uni Eropa dan pihak Indonesia sudah sama-sama pada kesepakatan bahwa "blacklist penerbangan untuk Indonesia harus segera berakhir". Namun sudah barang tentu segala sesuatunya perlu didukung data-data dan bukti teknis (bukan diplomasi semata).
Sekedar informasi, sewaktu UE memutuskan EC Operating Ban itu cukup didukung oleh 2 perwakilan anggota negara Uni Eropa, tapi sewaktu akan "mencabut"nya (delisting atau ban removal) harus didukung oleh semua anggota perwakilan negara Uni Eropa.
Bukankah ini situasi yang sulit?
Pada sisi lain, aku juga dihadapkan pada sebuah pertanyaan yang sangat “provokatif”, jika EC blacklist untuk Indonesia dicabut, lalu kapan GA akan kembali terbang ke Eropa? Jika ternyata masih lama, lalu untuk apa Operating Ban buru-buru dicabut?
Susah nian menjawab pertanyaan semacam itu. . . (kenapa harus GA yang menjawab?)
Jika aku jawab “kami segera akan membuka rute penerbangan ke Eropa” nanti malah dianggap seperti orang tak tahu diri tapi sebaliknya jika dijawab “kami belum punya rencana atau baru rencana untuk terbang ke Eropa tahun depan” lantas malah dibalik dikomentari, “Wah, ini berarti nambahi persaingan pasar maskapai jalur Asia-Eropa yang sekarang sudah padat tak karuan”.
Aku lebih meilih menjawab lirih begini "kita akan selesaikan satu-satu per satu, yang jelas kita berusaha keras agar EC Operating Ban dapat dicabut dahulu . . . . Dua tahun berusaha, rasanya sudah lebih dari cukup untuk membuktikan komitmen kami terhadap perbaikan faktor keselamatan penerbangan di Indonesia dan dalam tubuh Garuda Indonesia"
Dalam posisi dan situasi saat ini, seharusnya sudah tak ada lagi saling mengutarakan "pro-kontra" atau "setuju-tak setuju". Semua pihak harus "seia-sekata" satu tujuan saling bergandengan tangan mendukung upaya pencabutan Operating Ban ini.
Ini misi bangsa, misi negara, misi maskapai, misi macam-macam yang jangan lagi dijadikan misi pribadi atau misi politis seseorang atau sekelompok orang.
Pagi ini rencananya akan dilakukan "konsolidasi" materi teknis langsung di kantor KBRI Belgia.
Jadual pertemuan delegasi Indonesia dalam Sidang ECASC hari ini adalah jam 3 sore.
Sementara itu, sidang ECASC sebenarnya sudah digelar mulai pagi ini jam 8 di ...... (Salah satu kantor European Commission Air Safety Committee) s/d tanggal 2 Juli 2009.
This is it! Now or Never!
Brussels, 30 Juni 2009
Novianto Herupratomo
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments:
Post a Comment