The BLOODY NASI GORENG
Entah mengapa dahulu bisa terjadi menu Nasi Goreng dapat di uplift dari Jayapura, Biak dan Ujung Pandang (sekarang Makasar red) untuk suatu penerbangan terusan DJJ – JKT via BIK dan UPG.
Sehingga muncul anekdot, ini Nasi Goreng made in mana? Jayapura? atau Biak? atau Ujung Pandang?
Barangkali salah satu alasan yang dipergunakan oleh bagian pemesanan makanan sajian pesawat waktu itu selain Nasi Goreng murah dan gampang diolah, lagi pula terasa cocok menyajikan Nasi Goreng sebagai sarapan pagi dari Jayapura.
Lalu, kawan-kawan di Biak juga berpikir hal yang sama, cocok lah menyajikan Nasi Goreng karena berangkat dari Biak pukul 8 pagi ke Ujung Pandang.
Selanjutnya, rasanya masih juga terasa cocok menyajikan Nasi Goreng dari Ujung Pandang sebagai sarapan pukul 10 pagi.
Tak terbayangkan, penumpang yang naik dari Jayapura dengan tujuan Jakarta akan 3 kali berturut-turut menikmati “bloody Nasi Goreng”..............................
Suatu pagi, pesawat DC 9 dari DJJ dan BIK mendarat di UPG. Pesawat tersebut karena berbagai alasan mengalami keterlambatan sejak dari Jakarta sehingga awak pesawat memutuskan penumpang transit untuk tujuan Jakarta agar tetap berada di dalam pesawat (tak diperkenankan turun ke Ruang Transit di Terminal) demi menghemat waktu untuk mengurangi keterlambatan.
Sambil mempersiapkan pesawat di Kokpit, Copilot mendengar sayup-sayup tangisan seorang anak lelaki kecil dari arah kabin penumpang.
Copilot segera meninggalkan kokpit dan berjalan perlahan untuk menemukan asal suara tangisan di bagian kabin belakang pesawat diantara kesibukan petugas Cleaning Service yang membersihkan pesawat dan penumpang yang mondar-mandir melemaskan otot di dalam pesawat,
“Ibu, mengapa anak ibu menangis? Ada yang bisa saya bantu?” demikian ujar Copilot berusaha membantu seorang Ibu yang kebingungan mengibur anak lelakinya yang menangis.
“Maaf pak, kami naik dari Jayapura dan anak saya tampaknya kelaparan karena ia tak begitu suka Nasi Goreng” kata si Ibu.
Bagai tersambar petir, Copilot segera tersadar kisah tentang the Bloody Nasi Goreng yang sudah menjadi keluhan sejak lama (awak pesawat selalu dapat meminta makanan pengganti dari Catering, namun tidak demikian dengan penumpang – red).
“Ibu boleh saya tahu makanan apa yang anak Ibu kira-kira doyan?”
Copilot bergegas ke kokpit dan memanggil petugas Catering melalui radio “Operations Ujung, tolong kirim petugas Catering segera ke pesawat...........”.
Copilot menyambut petugas Catering yang tergopoh-gopoh menaiki tangga pesawat “Bos, beliin saya segera Bubur Ayam komplit, Nyuk-Nyang (Bakso – red) komplit dan Roti isi ayam atau daging” demikian perintah Copliot seraya mengulurkan sejumlah uang ke petugas Catering.
Tak lama kemudian, seorang pramugari membisiki si Ibu yang anak lelakinya masih juga tersedu, “Ibu, ini ada kiriman dari Mas Copilot kita, ada Bubur Ayam, ada Nyuk-Nyang dan ada Roti untuk putra Ibu”.
Dalam perjalanan penerbangan ke Jakarta, pramugari melaporkan bahwa Nyuk-Nyang segera disantap habis oleh anak lelaki si Ibu ketika masih transit di Ujung Pandang dan Bubur Ayam dimakan bersamaan dengan Passenger Serving dalam penerbangan ke Jakarta, serta Roti dibawa pulang sebagai oleh-oleh di Jakarta.
Ukh, rasanya, sulit membayangkan derita anak kecil kelaparan dan gundahnya hati Ibunya jika menemukan the Bloody Nasi Goreng masih ada lagi dalam penerbangan Ujung Pandang ke Jakarta...............................
Pesan Moral
The Bloody Nasi Goreng merupakan contoh betapa para petugas yang menentukan menu sajian pesawat tidak saling koordinasi dan tidak peka dengan berbagai kemungkinan operasional. Hal Ini merupakan kontra-produktif Effective, Efficient, dan Customer Centricity.
Sebaliknya, hanya diperlukan sedikit kepekaan untuk memahami masalah dan tanpa usaha yang terlalu merepotkan, Copilot berhasil menemukan solusi terbaik (F, Y, H).
Tak ada satupun orang yang akan suka dengan 3 kali sajian Nasi Goreng berturut-turut dalam suatu penerbangan (H dan I)
Tak membutuhkan banyak biaya untuk menyenangkan pelanggan dan lagipula ini bukan kejadian setiap hari (L).
Catatan Penulis:
• Cuplikan dari kisah nyata
• The Bloody Nasi Goreng segera berakhir tak lama setelah adanya surat laporan dari Copilot.
Jakarta, 2 Maret 2008
No comments:
Post a Comment