Pilot Pengguna Narkoba
Belakangan ini marak di berbagai media pemberitaan mengenai tertangkapnya oknum penerbang salah satu maskapai nasional oleh anggota Badan Narkotika Nasional (BNN). Para oknum penerbang tersebut tertangkap basah ketika sedang mengkonsumsi shabu di sebuah hotel tempat mereka menginap kala sedang menjalankan dinas terbang. Bahkan pada penangkapan terakhir di kota Surabaya, penerbang tersebut tersebut tertangkap basah mengkonsumsi shabu-shabu hanya berselang 3 jam sebelum jadual dinas dari Surabaya ke Makasar.
Peristiwa semacam ini tentu memprihatinkan, apalagi masyarakat masih dibayang-bayangi dengan kasus kecelakaan lalu-lintas tragis “Tugu Tani” Jakarta yang menelan korban meninggal 9 orang di TKP.
Menurut UU RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Selain bersifat depressant (menghilangkan kesadaran), narkotika juga merangsang meningkatnya prestasi (stimulant), berkhayal (halusinogen) dan ketergantungan adiktif (dependence).
Obat-obatan yang termasuk narkotika antara lain; Ganja, Heroin, Putaw, Kokain dan Opium.
Berkaitan dengan Narkotika, sering kita dengar istilah Psikotropika yaitu bahan lain yang tidak mengandung narkotika yang merupakan zat buatan atau hasil rekayasa racikan yang dibuat dengan struktur kimia yang dapat mengakibatkan, bahkan lebih hebat dalam mempengaruhi dan mengubah mental serta perilaku pemakainya.
Zat Psikotropika antara lain; Ekstasi, Demerol, Speed, Angel Dust, Shabu-shabu (Methamphetamine), BK, Megadon dan Nipam. Banyak sebutan untuk Narkotika dan Psikotropika, umumnya lucu dan menarik, misalnya; Mary Janehemp, Cimeng, Gelek, Inex, Kancing, Glass, Quartz, Ice Cream, dsb.
Shabu-Shabu atau Methamphetamine termasuk golongan yang terkuat, berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan dan tidak berwarna maupun berbau. Obat ini punya pengaruh kuat langsung ke syaraf sehingga pemakai akan selalu bergantung pada obat bius ini yang akan terus berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit jantung bahkan kematian.
Gejala yang umumnya ditimbulkan dari pemakai Shabu-shabu antara lain; gembira berlebihan (euphoria), kewaspadaan atau kecurigaan meningkat, banyak bicara, denyut jantung meningkat cepat, pupil mata melebar, tekanan darah meningkat, berkeringat dingin, mual dan muntah. Namun jika dikonsumsi berlebihan dalam 24 jam berakibat lebih buruk antara lain; kesadaran berubah, perasaan dikejar-kejar, perasaan sensitif dibicarakan orang lain, agresif, timbul rasa permusuhan dan gelisah berlebihan.
Namun yang sulit dihindari adalah efek addiktif dengan dosis semakin banyak dan sulit untuk dihentikan lagi.
Lalu apakah dengan semua efek samping ini seorang Pilot in Command atau Copilot (maupun profesi yang berkaitan erat dengan keselamatan) akan dibiarkan menjalankan tugasnya yang kemungkinan besar akan menjadikan pesawat terbang yang paling canggih sekalipun, bisa menjadi mesin pembunuh yang fatal?
Profesi penerbang (apalagi Pilot in Command atau Captain) memang secara konvensi internasional dibekali dengan Kewenangan sangat tinggi dalam sebuah misi penerbangan. Namun dibalik itu tentu saja juga dibebani Tanggung-Jawab yang luar biasa besar. Salah satu dari tanggung jawab itu adalah menjaga stamina mental dan fisik untuk selalu fit sebelum bertugas.
Seorang pilot diberi hak untuk mendlakarasikan dirinya fit for flying ataupun unfit for flying sebelum menjalankan jadual dinas terbang. Untuk itu diperlukan disiplin diri tingkat tinggi untuk menjaga profesi ini.
Civil Aviation Safety Regulations (CASR) Part 91.17 tentang Alcohol or Drugs menyatakan bahwa:
1. No person may act or attempt to act as crewmember of civil aircraft
1) Within 8 hours after consuming alcohol;
2) While under influence alcohol;
3) While using any drug that affects the person’s faculties in any way contrary to safety, or;
4) While having 0,04% by weight or more alcohol in the blood (apalagi narkotika dan psikotropika)
Lebih lanjut juga diatur bahwa awak pesawat harus bersedia diperiksa oleh petugas yang ditunjuk negara untuk menyerahkan hasil tes urine atau darah yang pada ujungnya dapat dijadikan dasar untuk pencabutan lisensi terbang oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
Selain mengkonsumsi juga diatur larangan membawa Narcotic, Drugs, Marihuana and depressant or Stimulant Drugs or Substance didalam pesawat terbang komersial.
Maskapai penerbangan yang baik tentu saja memiliki program pemantauan awak pesawat maupun personil operasional lainnya yang dikenal sebagai Drug and Alcohol Monitoring Program (DAMP).
DAMP merupakan sebuah program pemeriksaan berkala secara random kepada seluruh petugas operasional yang berkaitan langsung dengan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan sebagai upaya dan pencegahan dini terhadap penyalah-gunaan Alkohol, Narkotika dan Psikotropika.
Pelaksanaan DAMP memang memerlukan proses yang teliti dan berbiaya mahal meskipun tidak bisa memberikan garansi bahwa semua personil bebas dari narkoba. Adanya program DAMP tentu saja dibarengi dengan aspek pembinaan SDM yang baik serta budaya keselamatan dan keamanan yang tumbuh pada maskapai tersebut.
Sayangnya DAMP ini belum diperlakukan sebagai sebuah syarat yang diatur di Indonesia.
GA sudah memiliki dan melaksanakan DAMP sejak beberapa tahun terakhir mengikuti program model negara lain.
Apakah Medical Examination setiap 6 bulan bagi pilot tak bisa menggantikan DAMP?
Sebagai salah satu persyaratan perpanjangan license penerbang harus menjalani uji kesehatan Kelas Satu yang berupa:
1. Mata
2. Telinga, Hidung, Tenggorokan dan Keseimbangan
3. Kardiovascular
4. Gigi,
5. Thorax
6. Uji laboratorium; urine dan darah
7. Uji fisik
Namun tidak ada uji Mental secara berkala untuk menemukan diagnosa klinis; Gangguan kepribadian, Psikosis, bipolar (maniak atau depresi), ketergantungan alkohol, narkoba dan psikotropika dan sejenisnya.
Apakah diperlukan uji kesehatan termasuk tes narkoba dan psikotropika bagi setiap awak pesawat sesaat sebelum terbang?
Rasanya belum ada pengaturan semacam itu di dunia penerbangan sampai saat ini, selain untuk fighter pilot dan penerbangan khusus VVIP.
Kalaupun pengaturan ini dipaksakan akan terbentur pada biaya yang sangat mahal dan memerlukan proses yang yang rasanya tidak mudah serta memakan waktu (berkaitan dengan batasan jam terbang dan jam kerja awak pesawat).
Jadi sebaiknya kita kembalikan pada kaidah yang sudah ada dalam industri penerbangan komersial yakni setiap awak pesawat diberikan kewenangan dan sekaligus tanggung-jawab untuk mendeklarasikan dirinya fit for flying atau unfit for flying yang diiringi dengan pembinaan SDM yang baik serta pelaksanaan DAMP.
Ada rule of thumb di dunia penerbangan untuk mendeklarasikan fit for flying yakni suatu kondisi;
I’m physically and mentally safe to fly and I’m not being impaired by:
I – Illness
M – Medication
S – Stress
A – Alcohol
F – Fatigue
E – Emotion
I’m SAFE!
Semoga saja BNN dapat segera menuntaskan seluruh jaringan pemakai maupun pemasok narkoba dan psikotropika di kalangan awak pesawat.
Jakarta, 5 Februari 2012
Salam,
Novianto Herupratomo
No comments:
Post a Comment