Kerusuhan Di Dalam Pesawat Terbang
Saya cuplikkan berita mengenai "kebakaran" pesawat Batavia di Ngurah Rai menyusul kecelakaan Merpati di El-Tari Koepang pada tanggal 2 Desember 2009.
Kamis, 03/12/2009 12:06 WIB
Insiden Batavia Air
Penumpang Luka Karena Balon Pintu Darurat Tak Bekerja Maksimal
Gede Suardana : detikNewsdetikcom - Denpasar,
Sejumlah penumpang Batavia Air yang mengalami insiden di Bandara Ngurah Rai terluka saat keluar dari pintu darurat pesawat tersebut. Hal itu disebabkan balon pintu darurat tak bekerja maksimal karena tertiup angin.
Sonny Boy Saerang, salah satu penumpang pesawat tersebut mengatakan, insiden itu terjadi saat pesawat akan take off. Saat akan mulai berjalan ke landasan pacu, mesin pesawat tersebut tiba-tiba mati.
"Awalnya semua normal. Tapi tiba-tiba saja mesin mati. Udara di dalam kabin sangat panas, karena AC juga tidak menyala sekitar 5 menit. Saat mesin menyala kembali, tiba-tiba penumpang yang duduk di sisi kiri melihat asap. Dia kemudian berteriak kebakaran...kebakaran!" tutur Sonny di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (3/12/2009).
Kepanikan langsung terjadi. Para penumpang, terutama wanita dan anak-anak, menjerit histeris. Beberapa penumpang kemudian membuka pintu darurat di bagian belakang pesawat. Tanpa menunggu perintah lagi, para penumpang kemudian berebut keluar lewat pintu darurat itu.
"Namun balon pintu darurat tersebut tertiup angin sehingga penumpang mendarat di bagian bawah pesawat dan saling bertindihan. Seorang wanita jatuh tertelungkup dan mengalami patah kaki," ungkap Sonny.
Sonny mengaku, setidaknya ada dua orang penumpang mengalami patah tulang. Sedangkan beberapa lainnya hanya mengalami luka-luka lecet saja.
"Yang saya tahu, setidaknya ada 8 orang yang dilarikan ke RS dengan ambulans ketiga. Saya tidak tahu jumlah korban yang dibawa ambulans kesatu dan kedua," ungkap pria yang berniat pergi ke Kupang ini.
Sonny menjelaskan, pesawat tujuan Jakarta-Surabaya-Kupang tersebut berangkat dari Jakarta pukul 14.20 WIB, Rabu 2 Desember. Namun karena ada insiden di Bandara El Tari Kupang, pesawat tersebut dialihkan ke Bandara Ngurah Rai. Pesawat itu mendarat pada tengah malam.
"Jadi setelah menginap semalaman di Ngurah Rai, kita tadi mau kembali ke Surabaya," ungkap Sonny.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saya tak begitu yakin dengan data penyebab "kebakaran" namun ini analisa saya:
Kamis, 03/12/2009 12:06 WIB
Insiden Batavia Air
Penumpang Luka Karena Balon Pintu Darurat Tak Bekerja Maksimal
Gede Suardana : detikNewsdetikcom - Denpasar,
Sejumlah penumpang Batavia Air yang mengalami insiden di Bandara Ngurah Rai terluka saat keluar dari pintu darurat pesawat tersebut. Hal itu disebabkan balon pintu darurat tak bekerja maksimal karena tertiup angin.
Sonny Boy Saerang, salah satu penumpang pesawat tersebut mengatakan, insiden itu terjadi saat pesawat akan take off. Saat akan mulai berjalan ke landasan pacu, mesin pesawat tersebut tiba-tiba mati.
"Awalnya semua normal. Tapi tiba-tiba saja mesin mati. Udara di dalam kabin sangat panas, karena AC juga tidak menyala sekitar 5 menit. Saat mesin menyala kembali, tiba-tiba penumpang yang duduk di sisi kiri melihat asap. Dia kemudian berteriak kebakaran...kebakaran!" tutur Sonny di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (3/12/2009).
Kepanikan langsung terjadi. Para penumpang, terutama wanita dan anak-anak, menjerit histeris. Beberapa penumpang kemudian membuka pintu darurat di bagian belakang pesawat. Tanpa menunggu perintah lagi, para penumpang kemudian berebut keluar lewat pintu darurat itu.
"Namun balon pintu darurat tersebut tertiup angin sehingga penumpang mendarat di bagian bawah pesawat dan saling bertindihan. Seorang wanita jatuh tertelungkup dan mengalami patah kaki," ungkap Sonny.
Sonny mengaku, setidaknya ada dua orang penumpang mengalami patah tulang. Sedangkan beberapa lainnya hanya mengalami luka-luka lecet saja.
"Yang saya tahu, setidaknya ada 8 orang yang dilarikan ke RS dengan ambulans ketiga. Saya tidak tahu jumlah korban yang dibawa ambulans kesatu dan kedua," ungkap pria yang berniat pergi ke Kupang ini.
Sonny menjelaskan, pesawat tujuan Jakarta-Surabaya-Kupang tersebut berangkat dari Jakarta pukul 14.20 WIB, Rabu 2 Desember. Namun karena ada insiden di Bandara El Tari Kupang, pesawat tersebut dialihkan ke Bandara Ngurah Rai. Pesawat itu mendarat pada tengah malam.
"Jadi setelah menginap semalaman di Ngurah Rai, kita tadi mau kembali ke Surabaya," ungkap Sonny.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saya tak begitu yakin dengan data penyebab "kebakaran" namun ini analisa saya:
- Pesawat jet seperti B737 dan sejenisnya memerlukan pneumatic system (air starter) untuk menghidupkan engine.
- Pneumatic system tsb adalah hembusan udara yang diperoleh dari putaran turbin Auxillary Power Unit (APU) atau semacam on-board Genset dalam pesawat untuk memasok tenaga listrik dan angin (pneumatic) selama pesawat di darat.
- Jika APU rusak atau tak berfungsi maka selama di darat pesawat mempergunakan GPU (Ground Power Unit) semacam mobile genset untuk memasok tenaga listrik. Dan Airconditioning Car (jika ada) sebagai pendingin udara selama di darat.
- Dalam kondisi tanpa APU maka pesawat membutuhkan GTC (Ground Turbine Compressor) untuk memasok tenaga udara untuk menggerakkan air starter engine saat mau melakukan engine starting.
- Jika starting engine mempergunakan GTC, secara normal untuk B737 akan dimulai start engine kanan dan diikuti engine kiri.
- Saat engine starting, baik pakai APU atau GTC maka airconditioning dalam pesawat akan dimatikan sebab tenaga hembusan APU dan/atau GTC hanya mampu untuk memutar air starter, makanya dalam kabin akan panas sampai kedua engine mulai berputar stabilized.
- Sesuai prosedur, semua pintu2 tertutup dan tangga serta alat pendukung lain telah dijauhkan dari pesawat sesaat sebelum starting engine.
- Secara berurutan, semua evacuation slide (yang di sini disebut balon) akan diatur dalam posisi Armed agar dapat di deploy secara otomatis jika diperlukan emergency evacuation.
Itu sekelumit prosedur normal tentang starting engine.
Apakah engine dapat mengeluarkan asap atau api ketika starting?
Secara harafiah, engine dapat terbakar jika temperatur dalam engine wall mendeteksi panas diatas limit yang kemudian diikuti dengan Engine Fire Warning system menyala di kokpit (indikasi visual dan audible). Prosedurnya mudah; matikan mesin, tarik dan putar tuas Engine Fire untuk mengaktifkan Engine Fire Extinguishers yang ada dalam engine wall. Dalam kasus seperti ini ada kemungkinan asap warna putih akan keluar dari exhaust (knalpot) akibat uap extinguisher yang terdorong keluar.
Kebakaran jenis kedua disebut Tail Pipe Fire atau kebakaran yang terjadi diluar engine atau di bagian exhaust (knalpot) diiringi kobaran api dan/atau asap hitam pekat yang menyembur sehingga tampak dari luar. Kasus seperti ini biasanya tak terdeteksi dari kokpit. Prosedurnya mudah, matikan pasokan bahan bakar ke engine dan matikan igniter dalam engine. Lalu kita putar engine dengan bantuan air starter (tanpa engine dinyalakan) sampai api atau asap hilang dari exhaust. Jika tak berhasil maka dibantu oleh portable fire extinguisher yang standby di dekat mobil push-back car.
Apa yang menyebabkan Tail Pipe Fire?
Adanya residual bahan bakar dalam combustion chamber.
Jika proses engine starting ada residual avtur maka avtur akan terbakar menjadi api dan/atau asap hitam yang berlebihan.
Tail Pipe Fire juga dapat terjadi saat mematikan engine jika ada residual bahan bakar maka avtur tsb yang kemudian terbakar lagi karena engine masih panas (residual heat) meski engine telah dimatikan.
Sekarang kita tahu Engine Fire dan Tail Pipe Fire adalah sesuatu yang biasa dan it suppossed to be under controlled para pilot terlatih. Nothing to worry about . . .
Seiring dengan kasus Batavia, mengapa penumpang evakuasi dengan sendirinya?
Ini yang masalah besar!
Berikut ini cuplikan dari UU Penerbangan No 1 Tahun 2009:
Apakah engine dapat mengeluarkan asap atau api ketika starting?
Secara harafiah, engine dapat terbakar jika temperatur dalam engine wall mendeteksi panas diatas limit yang kemudian diikuti dengan Engine Fire Warning system menyala di kokpit (indikasi visual dan audible). Prosedurnya mudah; matikan mesin, tarik dan putar tuas Engine Fire untuk mengaktifkan Engine Fire Extinguishers yang ada dalam engine wall. Dalam kasus seperti ini ada kemungkinan asap warna putih akan keluar dari exhaust (knalpot) akibat uap extinguisher yang terdorong keluar.
Kebakaran jenis kedua disebut Tail Pipe Fire atau kebakaran yang terjadi diluar engine atau di bagian exhaust (knalpot) diiringi kobaran api dan/atau asap hitam pekat yang menyembur sehingga tampak dari luar. Kasus seperti ini biasanya tak terdeteksi dari kokpit. Prosedurnya mudah, matikan pasokan bahan bakar ke engine dan matikan igniter dalam engine. Lalu kita putar engine dengan bantuan air starter (tanpa engine dinyalakan) sampai api atau asap hilang dari exhaust. Jika tak berhasil maka dibantu oleh portable fire extinguisher yang standby di dekat mobil push-back car.
Apa yang menyebabkan Tail Pipe Fire?
Adanya residual bahan bakar dalam combustion chamber.
Jika proses engine starting ada residual avtur maka avtur akan terbakar menjadi api dan/atau asap hitam yang berlebihan.
Tail Pipe Fire juga dapat terjadi saat mematikan engine jika ada residual bahan bakar maka avtur tsb yang kemudian terbakar lagi karena engine masih panas (residual heat) meski engine telah dimatikan.
Sekarang kita tahu Engine Fire dan Tail Pipe Fire adalah sesuatu yang biasa dan it suppossed to be under controlled para pilot terlatih. Nothing to worry about . . .
Seiring dengan kasus Batavia, mengapa penumpang evakuasi dengan sendirinya?
Ini yang masalah besar!
Berikut ini cuplikan dari UU Penerbangan No 1 Tahun 2009:
Mengapa kepanikan dapat terjadi di dalam pesawat dan mengapa menjadi sulit dikendalikan?
Satu atau dua orang naik pesawat terbang dapat disebut sebagai “penumpang” namun jika ratusan orang berada dalam satu ruangan maka sesungguhnya tak ubahnya sekelompok massa yang mudah sekali disulut dan diledakkan emosinya sehingga sulit untuk diredam oleh siapapun.
Sebuah emergency evacuation dapat berakibat fatal yang memungkinkan terjadinya korban luka-luka serius jika tidak ditangani secara baik dan terkoordinir.
Saya tambahkan cerita lagi . . .
Beberapa tahun lalu menjelang Hari ABRI, sekelompok pasukan Kopassus (atau Paskhas) naik ke pesawat Hercules dari Halim untuk latihan persiapan Perayaan tsb.
Sesaat setelah Hercules tinggal landas, terlihat mesin mengeluarkan api dan asap tebal. Kepanikan mulai muncul dalam pesawat Hercules. Pasukan Kopassus merasa terlatih menghadapi berbagai medan dan situasi mulai menggalang opini sendiri mengenai situasi itu.
Seorang anggota Kopassus bersikeras membuka Ramp Door (pintu belakang) dan segera berbondong-bondong anggota Kopassus meninggalkan tempat duduk menuju ke Ramp Door, mereka panik dan akan meloncat dari pada berada dalam pesawat yang satu mesinnya terbakar.
Padahal satu mesin mati kalaupun bukan hal normal namun "fly-able" dan hal biasa bagi pilot terlatih. Bukankah pesawat terbang dilengkapi 2 mesin atau lebih, justru untuk safety back-up jika salah satu mati?
Tenang aja, Itu mah biasa . . . . (Begitu kata pilot terlatih).
Namun kepanikan dalam Hercules semakin memuncak.
Semakin banyak penumpang berada di dekat Ramp Door membuat Center of Gravity pesawat bergerak ke depan dan semakin lama pesawat mengalami "tail heavy" sampai tak dapat lagi dikendalikan oleh pilot yang tak menyadari apa yang sesungguhnya terjadi di kabin.
Hidung pesawat semakin mendongkak, akhirnya "stall" seperti layang-layang putus mati angin.
Pesawat crashed di sekitar Condet! Sebagian besar penumpang Kopassus meninggal karena meloncat ketika pesawat masih di udara dan sebagian meninggal bersamaan dengan crashed impact pesawat Hercules.
Sebuah kisah tragis "dis-orderly" justru terjadi pada pasukan ABRI yang paling militan dengan disiplin.
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan senantiasa membutuhkan kerja-sama semua pihak yang ada dalam pesawat sejak pre-, in-, dan post-flight. Ketertiban dalam pesawat terbang merupakan awal dari kenyamanan demi menjaga keselamatan dan keamanan dalam pesawat.
Jadi kalau ada penumpang semaunya berteriak "Api! Api!" lantas membuka pintu darurat sendiri dan evakuasi semaunya, kita tahu dimana akar masalahnya, bukan?
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan penumpang pesawat terbang:
Satu atau dua orang naik pesawat terbang dapat disebut sebagai “penumpang” namun jika ratusan orang berada dalam satu ruangan maka sesungguhnya tak ubahnya sekelompok massa yang mudah sekali disulut dan diledakkan emosinya sehingga sulit untuk diredam oleh siapapun.
Sebuah emergency evacuation dapat berakibat fatal yang memungkinkan terjadinya korban luka-luka serius jika tidak ditangani secara baik dan terkoordinir.
Saya tambahkan cerita lagi . . .
Beberapa tahun lalu menjelang Hari ABRI, sekelompok pasukan Kopassus (atau Paskhas) naik ke pesawat Hercules dari Halim untuk latihan persiapan Perayaan tsb.
Sesaat setelah Hercules tinggal landas, terlihat mesin mengeluarkan api dan asap tebal. Kepanikan mulai muncul dalam pesawat Hercules. Pasukan Kopassus merasa terlatih menghadapi berbagai medan dan situasi mulai menggalang opini sendiri mengenai situasi itu.
Seorang anggota Kopassus bersikeras membuka Ramp Door (pintu belakang) dan segera berbondong-bondong anggota Kopassus meninggalkan tempat duduk menuju ke Ramp Door, mereka panik dan akan meloncat dari pada berada dalam pesawat yang satu mesinnya terbakar.
Padahal satu mesin mati kalaupun bukan hal normal namun "fly-able" dan hal biasa bagi pilot terlatih. Bukankah pesawat terbang dilengkapi 2 mesin atau lebih, justru untuk safety back-up jika salah satu mati?
Tenang aja, Itu mah biasa . . . . (Begitu kata pilot terlatih).
Namun kepanikan dalam Hercules semakin memuncak.
Semakin banyak penumpang berada di dekat Ramp Door membuat Center of Gravity pesawat bergerak ke depan dan semakin lama pesawat mengalami "tail heavy" sampai tak dapat lagi dikendalikan oleh pilot yang tak menyadari apa yang sesungguhnya terjadi di kabin.
Hidung pesawat semakin mendongkak, akhirnya "stall" seperti layang-layang putus mati angin.
Pesawat crashed di sekitar Condet! Sebagian besar penumpang Kopassus meninggal karena meloncat ketika pesawat masih di udara dan sebagian meninggal bersamaan dengan crashed impact pesawat Hercules.
Sebuah kisah tragis "dis-orderly" justru terjadi pada pasukan ABRI yang paling militan dengan disiplin.
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan senantiasa membutuhkan kerja-sama semua pihak yang ada dalam pesawat sejak pre-, in-, dan post-flight. Ketertiban dalam pesawat terbang merupakan awal dari kenyamanan demi menjaga keselamatan dan keamanan dalam pesawat.
Jadi kalau ada penumpang semaunya berteriak "Api! Api!" lantas membuka pintu darurat sendiri dan evakuasi semaunya, kita tahu dimana akar masalahnya, bukan?
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan penumpang pesawat terbang:
- Pilihlah maskapai yang terbaik sesuai kebutuhan dan kemampuan serta keyakinan anda.
- Ikuti saja semua peraturan, petunjuk dan instruksi para petugas dan awak pesawat maskapai. Percayalah bahwa mereka semua adalah para petugas dan awak pesawat yang terlatih dan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keamanan dan keselamatan anda berikut barang bawaan serta kargo, berusaha selalu Tepat Waktu dan melayani anda agar nyaman dalam penerbangan.
- Jika anda melihat atau mendengar sesuatu yang agak ganjil atau menurut opini anda dapat mengancam keselamatan dan keamanan, sebaiknya melapor ke petugas maskapai atau awak pesawat dan berilah kesempatan kepada mereka untuk mengevaluasi situasi dan mengambil tindakan sesuai prosedur yang telah dilatihkan.
- Sebagai penumpang, anda juga sangat dapat berkontribusi tehadap keamanan dan keselamatan penerbangan, misalnya;
- Membiasakan diri membawa bagasi kabin sesuai ketentuan, baik ukuran maupun berat. Umumnya ukuran bagasi kabin yang diterima adalah dengan dimensi kurang dari 56 cm (P) x 36 cm (T) x 23 cm (L) dengan berat maksimum 7 Kilogram.
- Tegurlah penumpang yang masih gemar mempergunakan HP atau perangkat mobile di dalam pesawat dan laporkan saja ke awak pesawat jika masih membandel.
- Tidak membawa barang-barang berbahaya berupa senjata pengancam, misalnya; pisau, pisau lipat, gunting, korek gas, petasan, pistol dan peluru atau
- Tidak membawa barang-barang yang dilarang secara terbatas untuk masuk sebagai bagasi kabin yang termasuk kategori Liquid, Aerosol & Gas, misalnya: air minum kemasan, odol, minyak rambut, parfum, hairspray, deodorant, korek gas, dll terkecuali untuk makanan bayi dan obat-obatan yang dikonsumsi selama penerbangan.
Selamat terbang dan semoga bermanfaat.
Jakarta, 3 Desember 2009
Salam,
Novianto Herupratomo
Ciamik Capt....
ReplyDeleteTulisan-tulisan mengenai keselamatan penerbangan dalam bahasa "awam" sepertinya jarang, apalagi yang nulis dari Aircrew...semoga saja tulisan ini akan menambah wacana konsumen dan calon konsumen pengguna moda angkutan pesawat udara agar sadar "Safety" karena tanggungjawab safety merupakan tanggungjawab bersama...termasuk Para Penumpang (jangan dibahas dari sisi "semantik" agar tidak tersinggung krn istilah penumpang).
good and usefull information sir......! look forward another.
ReplyDelete