Thursday, February 2, 2012

IRONI KERUSAKAN JALAN DI INDONESIA

IRONI KERUSAKAN JALAN DI INDONESIA

Semua media, surat kabar, radio dan televisi tak henti-hentinya menginformasikan tentang kerusakan jalan yang sangat parah di seantero Indonesia. Sebuah kendaraan berat yang sarat muatan berhenti tak jauh dari jalan yang rusak karena mengalami patah as atau rodanya lepas, sudah jadi pemandangan rutin yang mengakibatkan kemacetan panjang. Tak jarang kendaraan saling tertabrak karena secara mendadak menghindari lubang menganga di jalan, bahkan akibat kerusakan jalan tersebut telah banyak merenggut korban jiwa. Kerusakan jalan terjadi bukan hanya terjadi di daerah pelosok, namun dapat dijumpai sekitar wilayah Jobodetabek yang relatif dekat dengan Ibu Kota.

Seolah ada gerakan terkordinir dari aparatur pemerintah dari tingkat pusat sampai pemerintah daerah untuk membiarkan dan menunda perbaikan jalan sehingga menjadi parah.

Ada pejabat Gubernur yang menerangkan di sebuah tayangan televisi bahwa Indonesia bukanlah Amerika, dimana sistim alokasi anggaran tidak sama dengan Amerika. Lebih jauh diterangkan, betapa rumit dan panjang prosedur penunjukan rekanan untuk memperbaiki jalan rusak, lalu belum lagi jalan raya punya penanggung jawab masing-masing dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan kota. Seorang Menteri menyampaikan bahwa saat ini sedang dilakukan pemetaan jalan yang membutuhkan perbaikan dan akan dilaksanakan menunggu cuaca membaik.

Masyarakat rasanya tidak membutuhkan penjelasan itu semua, masyarakat hanya bertanya sampai kapan kondisi ini dibiarkan?

Pengusaha dan pengemudi angkutan mengeluh ketika seorang Menteri menyampaikan bahwa akan dilakukan pembatasan berat muatan bagi kendaraan berat dan jembatan timbang akan diaktifkan kembali.

Masyarakat harus kembali menghela napas, bukankah sudah sejak lama ada jembatan timbang yang gunanya untuk membatasi berat muatan kendaraan agar tidak merusak jalan. Lagipula, apa perlunya berat muatan kendaraan dibatasi jika jalanan tidak diperbaiki terlebih dahulu? Alih-alih kebijakan ini memenuhi sasaran, barangkali justru akan melegitimasi pungutan liar yang makin besar yang pada akhirnya justru akan merusak perekonomian dan moral bangsa secara luas.

Dalam kondisi infrastruktur jalan yang rusak, ada yang berwacana bahwa pengusaha bengkel dan penjual suku cadang mobil panen rejeki karena mobil kerap kali mengalami kerusakan pada kaki-kakinya. Ini tak ubahnya ungkapan pembodohan ke masyarakat.

Infrastruktur jalan yang rusak akan mengurangi produktifitas masyarakat, laju kendaraan akan terhambat, bahan bakar akan semakin boros, biaya trasportasi akan meningkat, kendaraan harus melakukan perbaikan lebih cepat dari waktu seharusnya, jam kerja produktif menurun, biaya ekonomi semakin tinggi dan harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal yang pada akhirnya menurunkan laju ekonomi nasional.

Semua aparat pemerintah dari tingkat pusat sampai tingkat daerah harus memahami bahwa menyediakan fasilitas jalan yang memadai adalah kewajiban pemerintah karena menyangkut harkat hidup masyarakat.

Semua jenis usaha showroom mobil, bengkel cuci kendaraan dan pangkalan garasi kendaraan umum yang menumpahkan air cucian mobil ke jalanan harus dicabut ijin usahanya karena hal itu akan merusak badan jalan.

Para peminta sumbangan pembangunan yang biasa meminta-minta di tengah-tengah badan jalan harus ditertibkan karena semua kendaraan terpaksa melintasi tepian badan jalan yang tak kuat menahan beban muatan sehingga membuat tepian jalan amblas atau merusak lapisan aspal yang akhirnya merembet ke badan jalan.

Masyarakat juga tidak boleh dibiarkan membangun barikade berupa “polisi tidur” di depan rumah masing-masing seolah-olah jalan itu milik pribadi. Semua harus memahami “polisi tidur” yang salah bangun akan mengakibatkan bagian sisi depan dan belakang “polisi tidur” akan menerima tumpuan berat kendaraan atau akan menghalangi jalan air sehingga selalu tergenang air sehingga mempercepat kerusakan badan jalan.

Meskipun sudah dimuat dalam analisa pemberitaan berulang-ulang, masih saja truk-truk pengangkut tanah galian hilir-mudik tak kenal waktu mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan merusak badan jalan. Entah seberapa manfaatnya antara pemasukan Negara dari retribusi tanah galian dan retribusi jalan terhadap laju kerusakan jalan dan laju produktifitas masyarakat secara umum.

Membiarkan masyarakat bertindak sendiri-sendiri untuk melakukan perbaikan jalan justru akan melahirkan polisi partikelir jalanan yang semakin terbiasa mencari penghasilan melalui pungutan liar dari jalanan rusak. Hal ini jelas pemikiran keliru.

Infrastruktur transportasi harus dipelihara dan dirawat secara rutin, untuk itulah disediakan anggaran biaya perawatan dan perbaikan jalan, sehingga tidak harus menunggu jalanan sampai rusak parah baru ingat memperbaikinya. Sebagian besar kendaraan menghindari jalan-jalan utama yang rusak dan menghambat laju kendaraan karena macet. Kendaraan besar maupun kecil beramai-ramai memasuki jalan wilayah perkampungan yang tidak lagi mampu menopang beban kendaraan yang melaluinya karena tak dibangun untuk itu sehingga kerusakan jalan makin merebak ke wilayah pemukiman.

Ada salah satu pengembang perumahan kota satelit di Selatan kota Tangerang yang sangat rajin memperbaiki jalan, itupun masih ditemui banyak lobang atau jalanan amblas di wilayahnya, apalagi jika tidak melakukan upaya apapun. Meskipun sudah ada Pemerintah Daerah yang memperbaiki jalan rusak, namun dengan kualitas ala kadarnya sehingga belum berganti bulan sudah kembali rusak atau permukaan jalan tak ubahnya seperti “Gulo Kacang” kue tradisional Jawa yang berbatu-batu, lebih banyak batunya dari pada lapisan aspal sehingga membuat kendaraan mudah oleng jika melintasinya.

Bahkan ada menduga bahwa jalanan di seantero Indonesia secara sengaja dibiarkan rusak agar dapat dijadikan komoditi kampanye pemilu yang akan datang. Sungguh aneh, pemeliharaan jalan bukanlah proyek prestisius yang pantas dibangga-banggakan untuk dijadikan komoditas politik. Pemeliharaan jalan hanyalah salah satu dari tugas rutin dari semua aparat pemerintah pusat sampai daerah semata-mata karena menyangkut sarana publik.

Infrastruktur jalan yang baik akan memperlancar mobilitas angkutan yang memperlancar arus distribusi manusia dan barang, produktifitas masyarakat meningkat, mengurangi angka kecelakaan, meningkatkan laju perekonomian, daya beli dan kemampuan membayar pajak masyarakat meningkat, dan akhirnya perekonomian nasional semakin kuat.

Pada masa lalu, jika kantor Sekretariat Negara menyampaikan informasi bahwa akan ada kunjungan inspeksi Presiden atau Wakil Presiden ke suatu daerah, niscaya dalam waktu seminggu semua jalan yang kemungkinan akan dilalui rombongan akan menjadi mulus diaspal dengan hot mix.  

Saya jadi teringat penjelasan pejabat Gubernur yang menyatakan bahwa Indonesia bukanlah Amerika. Satu sisi memang benar, pemerintah Amerika membangun infrastruktur jalan untuk tujuan membuka lahan pemukiman atau wilayah usaha. Sedangkan di Indonesia, para pengusaha membuka dahulu wilayah pemukiman atau ruang usaha untuk kemudian membuat jalan sehingga tampak kurang terkoordinir. Di Amerika, pemeliharaan jalan wajib hukumnya untuk dilaksanakan meskipun jalan masih tampak baik. Di Indonesia, pemeliharaan jalan dianggap usaha pemborosan anggaran dan selalu menunggu jalan mengalami kerusakan parah baru dibetulkan sehingga memerlukan biaya yang banyak.

Dalam Program Peningkatan Keselamatan Transportasi yang diresmikan Wakil Presiden di Monas hari Minggu, 20 April 2008, dilaporkan bahwa telah terjadi 30.000 korban kasus kecelakaan kendaaan di Indonesia dan menelan kerugian materi sekitar 4.1 Trilyun Rupiah selama setahun terakhir dimana mayoritas korban berada dalam usia produktif. Sebagaimana dilaporkan, salah satu dari penyebabnya adalah banyaknya jalan rusak di Indonesia.

Untuk memahami ini semua, rasa-rasanya tak dibutuhkan orang cerdik pandai, kita hanya perlu orang-orang yang peduli dan punya hati nurani untuk mengayomi masyarakat karena jalanan yang sama juga dilalui oleh para aparat pemerintah tingkat pusat dan daerah serta masyarakat pada umumnya, lagi pula setiap hari diulas dalam berbagai pembertiaan media massa.

Entah, apalagi yang kita tunggu?

Silakan mencoba semua jalan utama atau semua jalan pintas dari kota Tangerang ke arah kota Bogor lewat Serpong tanpa melalui Tol Kota dan Tol Jagorawi. Itu merupakan contoh kongkrit kondisi jalan terkini yang terdiri dari jalan Negara, jalan propinsi, jalan kabupaten dan jalan kota.      

Barangkali kita semua memang sudah lelah untuk bertindak baik dan benar dalam menghadapi jalanan yang rusak di mana-mana.

Jakarta, 21 April 2008

No comments:

Post a Comment